INDIKASI alih fungsi lahan konservasi menjadi lahan pertanian sebagai penyebab bencana di Garut dan Sumedang menjadi perhatian polisi. Polda Jawa Barat menurunkan tim untuk mencari siapa yang bertanggung jawab atas perusahan lingkungan itu. Kalau memang bersalah, mereka bisa dipidana. Kapolda Jawa Barat Irjen Bambang Waskito menyatakan tim itu terdiri dari enam penyidik. Mereka bergabung dengan tim dari Pemprov Jawa Barat untuk meneliti kerusakan lingkungan di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Cimanuk. “Penyidik ingin mengetahui bagaimana dampak alih fungsi lahan, dari hutan menjadi kebun atau perumahan. Serta kemungkinan adanya penebangan liar di Garut dan Sumedang,” jelasnya. Ada dua kemungkinan hasil dari penelitian yang dilakukan penyidik. Pertama adanya alih fungsi lahan yang membuat air hujan tidak terserap dan menjadi penyebab utama banjir bandang dan longsor. Yang kedua, hutan gundul karena penyebab yang alamiah. “Kalau ternyata karena alih fungsi lahan, maka kami akan proses hukum semua pelaku perusakan lingkungan itu,” paparnya. Langkah yang akan diambil tentunya mengetahui siapa saja yang bertanggungjawab dalam pengrusakan lingkungan di sekitar DAS Cimanuk. Setiap pemilik lahan baik yang legal dan ilegal akan didata. ”Kami cari siapa pun yang menggunduli hutan,” tegasnya. Tapi, bila ternyata penyebab bencana didominasi karena kerusakan lingkungan secara alami. Maka, Polda Jawa Barat akan berkoordinasi dengan Pemprov Jawa Barat untuk melakukan langkah konkrit berupaya reboisasi atau penghijauan kembali. ”Polda akan membantu sekuat tenaga,” tuturnya. Dua bencana dalam waktu yang hampir bersamaan di Garut dan Sumedang membuat Bambang khawatir. Akan ada bencana susulan di Jawa Barat. ”Polisi harus hadir dalam upaya pencegahan kerusakan lingkungan,” ujarnya. Setidaknya, ada sejumlah kota dan kabupaten di Jawa Barat yang diprediksi rawan bencana akibat kerusakan lingkungan dan lainnya. Diantaranya, Garut, Sumedang, Kuningan, Sukabumi, Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Bandung, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Majalengka, Ciamis, Tasikmalaya, Karawang, dan Indramayu. “Saya sudah perintahkan semua Polres harus berperan aktif mencegah dan melindungi lingkungan. Jangan sampai kerusakan lingkungan dibiarkan dan menimbulkan bencana di belakang hari,” tegas mantan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim tersebut. Sementara Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan ancaman terjadinya bencana seperti di Garut di masa mendatang. Menurutnya, bencana banjir dan longsor yang meningkat setiap tahun memang cerminan dari kondisi DAS yang semakin memburuk. “Sama seperti bencana banjir bandang yang terjadi di Garut yang disebabkan buruknya pengelolaan DAS Cimanuk. Sekarang, dampaknya malah membuat puluhan orang tewas, puluhan korban hilang dan luka, dan ribuan jiwa,’’ terangnya. Belum lagi, kerusakan materiil yakni 154 unit rumah rusak berat, 19 unit rusak sedang, 33 unit rusak ringan, 398 beangunan terendam, dan 347 bangunan hanyut. Dari 450 DAS di Indonesia, lanjut dia, 118 DAS sudah tercatat dalam kondisi kritis. Angka tersebut jelas jauh lebih tinggi daripada tahun 1984, dimana DAS yang masuk kategori tersebut hanya berjumlah 22 saja. Namun, semakin tahun, pengelolaan DAS tak terbukti bisa mengurangi atau sekedar menekan jumlah DAS kritis. Pada 2007 lalu, jumlah DAS kritis sudah mencapai 80. Upaya pengelolaan DAS yang dilakukan belum memberikan hasil yang signifikan. Hal tersebut karena selama ini solusi tak pernah permanen dan bersifat jangka panjang. “Saat terjadi bencana semua pihak, baru ingat bahwa bencana timbul disebabkan kerusakan DAS,’’ ucapnya. Padahal, penanganan masalah DAS sudah muncul sejak tahun 1969. Dia menambahkan, saat ini pengelolaan DAS lebih fokus ke aspek pengembangan infrastruktur fisik seperti membangun terasering. Sedangkan,aspek pemeliharaan diakui belum maksimal. “Begitu masa bakti proyek pemberian subsidi input dan modal usaha tani habis, maka petani tidak mampu lagi menerapkan teknologi konservasi,’’ jelasnya. Sementara Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menuturkan ada 382 unit rumah di Garut yang tertimbun tanah longsor. Kemudian di Sumedang ada empat unit rumah yang juga musnah terkena luapan banjir bandang. Di Sumedang juga ada 182 unit rumah berstatus siaga, sehingga penghuninya harus diungsikan. Terkait kondisi itu KHofifah menjelaskan upaya relokasi begitu mendesak. Dia menjelaskan sudah ada komunikasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan korban terdampak langsung banjir bandang. “Intinya disampaikan tawaran apakah mereka masih ingin berada di lokasi atau bersedia dipindah ke lokasi yang lebih aman,’’ tuturnya kemarin. Khofifah bersyukur karana korban bencana banjir bandang di Garut bersedia dipindah ke lokasi yang lebih aman. Upaya relokasi itu menurut dia, adalah program untuk menghindarkan penduduk dari ancaman bencana alam serupa. Masyarakat harus dipindah dari titik-titik yang rawan bencana alam. (idr/bil/wan/jun/ang)
Polda Jabar Cari Perusak Lingkungan di Wilayah Cirebon
Sabtu 24-09-2016,11:30 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :