(2) Napak Tilas dengan Pesawat Bekas Perang Dunia II; Mendarat Darurat di Surabaya dan Ganti Mesin

Sabtu 24-09-2016,15:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Pesawat Douglas C-47 Skytrain menjadi andalan logistik tentara sekutu pada Perang Dunia (PD) II (1939–1945). Pada usia lebih dari 70 tahun, pesawat berbadan bongsor itu masih bisa terbang. Dari Australia menuju Tiongkok. Untuk menapaktilasi operasi pengiriman logistik melewati Pegunungan Himalaya. SETELAH diperiksa, ternyata satu di antara 20 piston mesin sebelah kiri jebol. Kerusakannya cukup serius. Mekanik dari pihak MMF merekomendasikan agar mereka ganti mesin. Namun, bukan urusan mudah mencari mesin langka pesawat berusia 70 tahun. Sejak pendaratan darurat terjadi pada 18 Agustus, baru pada akhir Agustus Claytor bersama timnya bisa memesan mesin berjenis R-1830 itu. Kerusakan mesin tersebut tentu saja mengganggu misi pesawat yang dikomando Larry Jobe tersebut. Mereka akan tiba di Guilin, Tiongkok, lebih lambat dari jadwal semula. Namun, keramahan dan bantuan yang diberikan orang-orang yang mereka temui di Surabaya membuat perbaikan pesawat yang memakan waktu lebih dari sebulan tidak sepenuhnya membosankan. ”Kejadian ini membuat kami bisa mengenal budaya orang Surabaya,” kata Claytor. ”Saya sempat ikut salat Asar selama di sini,” imbuh Claytor yang sebenarnya bukan muslim. Lantas apa misi pesawat renta itu terbang dari Australia menuju Tiongkok? Kurang kerjaan saja terbang 10.628 km dengan risiko mesin rusak. Jobe menjelaskan, penerbangan tersebut mereka lakukan untuk mengenang operasi tentara sekutu pada PD II. Khususnya China Burma India Theater (CBI), salah satu lokasi pertempuran sekutu di kawasan Pasifik. “Misi penerbangan napak tilas ini kami namai Flying The Hump,” kata Jobe. Hump adalah sebutan untuk puncak-puncak gunung di Pegunungan Himalaya. Dalam kurun waktu 1942 sampai 1945, Douglas C-47 Skytrain menjadi andalan sekutu untuk melewati Hump dalam misi mengirimkan logistik ke Tiongkok. Penyebabnya, jalur darat menuju Tiongkok melalui Burma diblokade Jepang yang ketika itu menjadi lawan sekutu. Terbang di antara puncak gunung yang menjulang, dengan bantuan sistem navigasi ketika itu yang belum terlalu canggih, para pilot C-47 Skytrain harus bertaruh nyawa. Tidak kurang dari 740 penerbang beserta 600 pesawat logistik tentara sekutu jatuh dalam misi itu. Baik karena menabrak gunung maupun ditembak tentara Jepang. “Misi ini, Flying The Hump, kami persembahkan untuk mengenang orang-orang yang gugur saat itu,” kata Jobe. ”Semoga ini bisa memberikan inspirasi agar semua orang menjaga perdamaian. Tidak boleh lagi ada perang,” tandasnya. (Fajrin Marhaendra/Bersambung)

Tags :
Kategori :

Terkait