Disperindag Hanya Beri Sanksi Teguran
SUMBER-Perlu pengawasan lebih ekstra saat anak memilih jajanan. Hasil inspeksi mendadak (sidak) Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Cirebon menemukan sebagian produk jajanan mengandung zat pengawet berbahaya boraks.
Operasi di pasar Sumber, pasar Jamblang dan pasar Minggu, Kamis lalu (2/8) itu, juga melibatkan Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Pertanian Perkebunan Peternakan dan Kehutanan (Distanbunakhut), Satpol PP dan Setda bagian Perekonomian.
Pantauan Radar, lima sampel terbukti positif mengandung boraks, dari enam yang disiapkan. Ada produk mi basah sudah dibungkus, paha ayam dibalut tepung dan crispi dari pasar Sumber, baso di pasar Jamblang, mi stik, es krim dan mi sosis dari pasar Palimanan.
Kabid Perlindungan Konsumen Disperindag, Suyatno MSi mengungkapkan, tes terhadap sampel makanan masih akan dilakukan dengan uji lab di laboratorium kesehatan lingkungan. Selain tes lab kandungan boraks, akan diuji pula makanan mengandung mikroba. Namun, jika dimasak dengan baik mikroba dalam makanan bisa hilang. “Rata-rata makanan yang mengandung boraks memang jajanan anak. Orang tua diharapkan dapat memberi pengawasan ekstra terhadap jajanan yang dimakan anak, terutama saat ada di sekolah,” katanya kepada Radar, kemarin.
Suyatno mengungkapkan pihaknya menyiapkan sanksi teguran bagi para pedagang yang terbukti menjual produk mengandung boraks. Sanksi tersbut akan diberikan setelah seluruh sampel selesai uji lab. Hasil sidak, dalam satu toko terdapat beberapa produk sampel mengandung zat berbahaya. “Kita tes dulu semuanya, agar peneguran tidak satu-satu,” terangnya.
Wartawan koran ini coba menemui produsen mi basah di daerah Kabupaten Cirebon. Ternyata penggunaan formalin sebagai zat tambahan makanan bukan hal aneh. Seorang produsen mi yang sudah 10 tahun berjualan, mengaku menggunakan formalin cair sebagai bahan pengawet. Menurutnya, pemilihan formalin sebagai bahan tambahan lebih efisien, mampu menekan biaya produksi. Dibanding jika membeli natrium benzoate, perkg Rp30 ribu-Rp50 ribu. Sedangkan formalin hanya Rp6 ribu-Rp7 ribu perliter. “Kata BPOM semua makanan mendangung bahan pengawet ada efeknya. Jadi sama saja,” ujar pria yang enggan disebutkan namanya.
Ia mengaku sempat menggunakan natrium benzoat selama dua bulan. Tapi, kualitas mi kurang memuaskan. Hanya bertahan antara 3-4 hari dan menimbulkan bau. Sementara memakai formalin dengan kadar tinggi, bisa bertahan sampai dua minggu.
Pria paruh baya tersebut sempat pula menggunakan produk pengawet khusus makanan chito fresto. Tapi dalam satu hari mi yang dihasilkan cepat basi. Industri rumahan yang mempunyai empat karyawan itu, mampu menghasilkan 50 kg mi basah, dengan area pemasaran sekitar pasar di Kabupaten Cirebon. Istri produsen mi mengaku mendapat formalin beli di toko bahan kue dan obat-obatan. “Formalinnya di air rebusan. Sambil lewat saja. Tidak direndam lama,” tuturnya enteng. (swn)