Illegal Fishing Kejahatan Trans Nasional

Selasa 11-10-2016,11:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JOGJAKARTA-Pencurian ikan sudah tidak bisa lagi ditangani dengan cara normal. Presiden Joko Widodo pun tidak ragu menyebutnya sebagai kejahatan trans nasional. Sebab, dampaknya tidak hanya terasa pada sektor perikanan. Hal itu dia sampaikan saat membuka Simposium Kejahatan Perikanan Internasional di Gedung Agung Jogjakarta kemarin (10/10). Simposium itu digelar selama dua hari, dan bakal berakhir hari ini. Indonesia menjadi tuan rumah setelah sebelumnya diselenggarakan di Afrika Selatan untuk kali pertama. Simposium, kemarin (10/10), dihadiri perwakilan dari 46 negara termasuk Indonesia. Beberapa di antaranya adalah Australia, Austria, Tiongkok, Ghana, India, Vietnam, Nigeria, dan Afrika Selatan. Selain Jokowi, hadir Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Mensesneg Pratikno, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan tuan rumah Sultan Hamengkubuwono X. Presiden menjelaskan, saat ini laut merupakan sumber pangan bagi sedikitnya 2,6 miliar manusia. Sekaligus, menjadi sumberpenghasilan bagi 520 juga orang. \'\'Praktik illegal fishing telah mengurangi stok ikan dunia sebesar 90,1 persen,\'\' ujar Jokowi. Kegiatannya pun semakin terorganisir seperti kartel narkoba maupun sindikat perdagangan manusia. Ketiga kegiatan tersebut juga saling berkaitan.Di Indonesia sendiri, illegal fishing menjadi faktor utama menurunnya perikanan tangkap. Berdasarkan data FAO, pada 2014 Indonesia menjadi produsen ikan laut terbesar kedua di dunia dengan total produksi 6 juta ton atau 6,8 persen total produksi dunia. Menurut Jokowi, produksi tersebut masih jauh dari potensi maksimal. \'\'Illegal fishing  telah mengakibatkan kerugian ekonomi bagi Indonesia sebesar 20 miliar dolar Amerika per tahun,\'\' lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Selain itu, iillegal fishing juga mengancam 65 persen habitat terumbu karang Indonesia. Untuk menanggulangi illegal fishing, tuturnya, perlu kerjasama banyak negara. Indonesia siap berdialog untuk membagikan pengalaman menangani illegal fishing kepada negara-negara lain. Salah satunya, operasi penangkapan dan penenggelaman kapal ikan asing ilegal selama dua tahun terakhir. Hingga saat ini, sudah ada 236 kapal penangkap ikan yang ditenggelamkan di perairan Indonesia. Hasil penindakan itu mulai terlihat. Eksploitasi ikan secara ilegal menurun hingga 35 persen. Sehingga, pemerintah bisa meningkatkan stok ikan dari 7,3 juta ton pada 2013 menjadi 9,9 juta ton pada 2015. \'\'Selain itu, dari Bulan Januari sampai Juni 2016 ada peningkatan ekspor sebesar 7,34 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,\'\' tambahnya. Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan, penegakkan kedaulatan laut yang tergabung dalam Satgas Pemberantasan Penangkapan Ikan (Satgas 115) selama dua tahun terakhir merupakan amanat Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan. Susi mengatakan, secara umum peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah bagus. Namun, ada beberapa undang-undang di sektor kelautan dan perikanan yang menurutnya masih memihak asing. \"Jadi dulu sebelum saya menjadi menteri, sepertinya memang sudah di-setting asing bisa masuk ke perairan Indonesia,\"  kenang Susi. Pihaknya pun menggandeng beberapa ahli hukum untuk menelaah perundang-undangan selain undang-undang Perikanan yang menyebut kapal asing yang masuk ke perairan Indonesia tanpa izin akan ditenggelamkan. \"20 tahun lebih kapal asing beroperasi mengambil ikan kita. Jadi saya ambil ownership, ini menjadi konsesus nasional, semua kapal yang ditangkap, hanya satu konsekuensinya yakni ditenggelamkan,\" ujarnya. Susi menilai banyaknya ikan di perairan nusantara merupakan kesempatan emas bagi nelayan untuk membidik zonasi penangkapan yang tepat. \"Hasil penelitian, dari pemberantasan illegal fishing yang dilakulan, biomassa ikan meningkat. Ini kesempatan bagi nelayan melaut, menentukan WPP masing-masing. KKP akan permudah semuanya,\" janjinya. Ke depan, Susi berjanji akan memperkuat pengawasan terkait penyelundupan melalui laut. Dari beberapa kasus yang terjadi, penyelundupan merupakan salah satu indikator yang dapat melemahkan pertumbuhan sektor kelautan dan perikanan. \"Dulu GAM (Gerakan Aceh Merdeka, red) mendapat senjata dari kapal ikan Filipina. Sekarang kita concern ke pengawasan penyelundupan. Untuk pengawasan penyelundupan, nanti kami mungkin memasukkan unsur Bea Cukai dan Satgas di dalamnya,\" paparnya. Sejalan dengan upaya itu, KKP bersama Satgas 115 terus mendorong tindak pidana perikanan dan pidana terkait perikanan lainnya sebagai kejahatan trans nasional terorganisir. Salah satunya dengan meningkatkan kesadaran global melalui Simposium Kejahatan Perikanan Internasional atau Symposium on Fisheries Crime (FishCRIME). KKP bersama pemerintah Norwegia dan Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) menghadirkan perwakilan negara tingkat tinggi serta para ahli internasional terkemuka. (byu/tyo)

Tags :
Kategori :

Terkait