MOROTAI – Gabungan antara filosofi dan teknik desain rumah menjadi kekuatan para arsitek muda pemenang Sayembara Desain Arsitek Homestay Nusantara 2016. Tidak terkecuali yang dilakukan oleh arsitek pemenang utama di kategori 10 destinasi prioritas, Morotai, Maluku Utara. Tim Studio Tanpa Batas yang digawangi oleh Wijaya Suryanegara Yapeter dan Go Hendy Gunawan tampil sebagai jawara.
Di sayembara yang didukung oleh Kementerian Pariwisata, Badan Ekonomi Kreatif dan Propan Raya itu diikuti lebih dari 728 karya, 439 tim, 1.279 arsitek di 10 kategori berdasarkan 10 top destinasi itu. Dari Danau Toba Sumut, Tanjung Kelayang Belitung, Tanjung Lesung Banten, Kepulauan Seribu Jakarta, Borobudur Jawa Tengah, Bromo Tengger Semeru Jatim, Mandalika Lombok, Wakatobi Sultra dan Morotai Maltara.
Di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, dua anak muda yang membuat karya desain homestay dari Morotai itu menerima hadiah Rp 50 juta sebagai pemenang utama dengan judul Karya Rumah (ku).
Apa istimewanya? ”Berbulan-bulan kami mendalami dan mendata kebiasaan, kehidupan, dan keindahan rumah asli di Morotai dan lahirlah karya kami berjudul Rumah (ku) ini. Keistimewaannya adalah, rumah itu bisa untuk berkumpul, bermusyawarah, bercerita dan nongkrong ramai-ramai bersama tetangga. Jadi kalau diisi oleh wisatawan, bisa juga untuk kumpul keluarga, bahkan wisatawan bisa diajak menjadi seperti anggota keluarga dan membawa keluarga yang banyak,” ujar Wijaya.
Pembuatan dan skema bangunanya juga sangat sederhana dan mudah untuk dibangun. Kata Wijaya dengan menggali eksisting bangunan rumah tinggal dan memberikan solusi yang aplikatif bagi masyarakat Morotai dengan menggunakan peralatan dan material lokal yang sederhana.
”Tentunya memperhatikan unsur dasar di dalam perancangan bangunan yaitu pencahayaan dan penghawaan alami agar memberikan efek yang positif bagi kesehatan fisik maupun psikis para penghuninya. Semua juga terbuat dari bambu dan kayu, bisa semakin dilebarkan, bahkan ditambah ketinggiannya,” kata Wijaya.
Elemen penting dalam ruangannya banyak fungsi. Diantaranya adalah terdapat fleksibilitas ruang kumpul, ruang makan, ruang keluarga, ruang duduk, suasana area masuk yakni ruang sosial yang dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi antartetangga.
Selain itu, menurut Wijaya, Toilet diletakkan di luar kamar untuk memperoleh penghawaan dan pencahayaan maksimal, juga disiapkan ruang pengeringan Ikan untuk mendukung mata pencaharian yaitu menangkap ikan Nelayan. sistem Hidoponik untuk menanam beberapa jenis sayur-sayuran yang dapat dikonsumsi pribadi maupun di jual, Water Cathcment dimana kolam dimanfaatkan sebagai tempat menampung air hujan yang akan dikelola dengan cara konvensional.
Wijaya memaparkan, untuk Ruang Tidur bagian depan merupakan ruang tidur untuk pemilik rumah, Ruang tidur yang lainnya merupakan ruang tidur anak, On Site Farming dapat dimanfaatkan sebagai tempat bercocok tanam selain sistem hidroponik yang ditawarkan, tempat bermain juga dipikirkan dan dapat dimanfaatkan sebagai tempat bercocok tanam, dan yang terakhir adalah Ruang Sosial untuk Interaksi secara verbal, sebagai ruang berkumpul atau bermusyawarah. Sementara itu, Go Hendy Gunawan menambahkan, karya mereka berdua juga punya banyak makna.
Kata Go, sebagai sebuah substansi kehidupan yang memiliki makna lebih dari sekedar sebuah bangunan tempat tinggal, karena unsur yang terkandung di dalamnya saling membentuk dan terbentuk. Akibat manusia di dalamnya maka terbentuklah makna tersebut dan begitu pula sebaliknya, bangunan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan si penghuni pada akhirnya membentuk makna yang baru bagi penghuni
”Rumah selain sebagai wadah untuk mem-fasilitasi pola hidup yang ada di tengah-tengah masyarakat dan juga difokuskan untuk kembali ke esensi utama sebuah rumah, yaitu tempat tinggal, tempat untuk bernaung dan berlindung. Hal-hal ini yang menjadi dasar konsep desain homestay, sebuah rumah tempat tinggal dan bukan sekedar rumah singgah untuk menuju ke tempat wisata. Rumah ini sendiri akan menjadi “tempat wisata” bagi para pengunjung homestay tersebut baik turis domestik maupun mancanegara. Menjadi tempat bernaung untuk mengerti lebih dalam mengenai masyarakat Morotai,” kata Go.
Go mengatakan, karyanya juga terkait dengan pola hidupnya masyarakat Morotai dan Indonesia. Terdapat tiga elemen menjadi dasar pola hidup masyarakat Indonesia, begitu pula ditemui sangat kental pada masyarakat di Kepulauan Morotai. ”Kehidupan sosial & budaya yang masih kental di desa dan pemanfaatan sumber daya alam sebagai mata pencaharian. Kehidupan toleransi antara umat beragama juga terbangun serta kepercayaan akan roh nenek moyang masih sangat kental di Morotai. Jadi mereka masih sangat guyub dan selalu kumpul,” katanya.
Sedangkan konsep bentuk desainnya, imbuh Go, bentuk geometri persegi panjang sebagai bentuk geometris awal sebelum massa ini dibagi-bagi menjadi program ruang yang dikehendaki. ”Kebutuhan ruang yang diperlukan di dalam bangunan ini di susun sedemikian rupa dengan sirkulasi pada bagian utara bangunan satu sisi. Mengambil sebagian ruang untuk dijadikan ruang semi-terbuka, yaitu dapur dan ruang bersama, Hal ini dimaksudkan juga untuk memaksimalkan penghawaan pasif dan pencahayaan alami,” ujarnya.
Go juga menjelaskan, apabila terjadi perluasan dari 36m2 menjadi 54 m2, maka ruang tidur anak akan pindah ke sisi timur atau belakang bangunan. Lalu ruang kumpul akan dapat diperbesar untuk dapat menampung lebih besar lagi. ” Jadi rumah ini sudah sangat siap untuk masa depan, karena prospek pariwisata Indonesia ke depan sangat cerah untuk masyarakat Morotai,” katanya.(*)