Perang Syria Menyebar ke Perbatasan

Kamis 23-08-2012,09:56 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

DAMASKUS-  Kekerasan di Syria sejauh ini memicu kekhawatiran dunia. Sebab, perang saudara di negeri itu tak mustahil meluas ke negara tetangganya dan kawasan Timur Tengah umumnya. Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa perang sipil di Syria sudah meluas dan meningkat di Lebanon. Di negeri tetangga yang berbatasan langsung dengan Syria itu, kelompok pro dan antipemerintahan Presiden Syria Bashar al-Assad terus terlibat bentrok senjata sengit. Sumber di kalangan pejabat keamanan Lebanon kemarin (22/8) menuturkan bahwa sedikitnya 10 orang tewas dalam bentrok antara dua kelompok yang dipicu konflik di Syria. Bentrok antara kelompok Muslim Sunni dan Alawiyah atau Syiah (pro-Assad) itu terjadi di Tripoli, kota pelabuhan Lebanon yang berjarak hanya 50 kilometer dari Tartus, kota pelabuhan Syria di dekat perbatasan kedua negara. Dua orang tewas kemarin setelah dua kelompok itu yang bersenjata terlibat baku tembak sengit di kawasan yang dinamai Syria Street di Tripoli. Sehari sebelumnya, enam tewas dalam bentrok antara Muslim Sunni dan Alawiyah. Korban tewas termasuk seorang bocah lelaki 13 tahun. Selain itu, puluhan terluka, termasuk seorang bocah enam tahun yang lumpuh akibat tembakan serta 15 tentara. Pertikaian di Tripoli meletus sejak Senin malam (20/8). Kota itu memang berpenduduk Muslim Sunni, yang sangat memusuhi rezim Assad di Syria, dan Alawiyah (kelompok atau suku asal Assad). Sebelumnya, konflik dua kelompok pernah pecah pada akhir Juni dan bulan lalu. Tetapi, kali ini intensitasnya lebih tinggi. Sumber medis menyebut bahwa bentrok senjata di antara dua kubu kemarin termasuk yang terhebat sejak perang saudara di Lebanon pada 1975-1990. Lebih dari 100 orang terluka dalam baku tembak pekan ini. Bentrok dipicu garis sektarian di antara Muslim Sunni yang tinggal di Distrik Bab al-Tabbaneh dan Alawiyah di kawasan Jabal Mohsen. “Setelah reda dan tenang, Kota Tripoli diguncang oleh sekitar dua lusin ledakan pukul 02.00 hingga 06.00 (dini hari kemarin, Red),” ujar seorang saksi mata yang tak mau disebutkan namanya. Para milisi dari dua kelompok juga menggunakan senapan otomatis. Sementara itu, kemarin pasukan Assad kembali menggempur Kota Aleppo dari udara. Jet- jet tempur militer Syria mengitari wilayah utara Aleppo sambil membombardir dan memberondongkan tembakan. Wilayah yang terkena dampak paling parah adalah Distrik Sheikh Saeed. Sebab, sebelumnya, pasukan loyalis Assad terlibat bentrok dengan oposisi di wilayah itu. Bersamaan itu, serangan udara di Damaskus menewaskan sedikitnya 12 orang kemarin. Tak hanya Aleppo dan Damaskus yang menjadi sasaran serangan militer Syria. Assad juga mengerahkan pasukan ke wilayah perbatasan Iraq setelah ada laporan bahwa oposisi menduduki Kota Albu Kamal. Markas intelijen pemerintah dan pos-pos pemeriksaan militer di kota paling timur Syria itu jatuh ke tangan Free Syrian Army atau FSA (tentara pembelot pro-oposisi). “Oposisi telah menguasai sebagian kota. Tapi, rasanya, mereka tidak akan mungkin mengambil-alih seluruh kota karena banyaknya jumlah personel militer pemerintah di sana,” kata Rami Abdel Rahman, direktur regional Syrian Observatory for Human Rights (SOHR). Selasa lalu (22/8), bentrok di sejumlah wilayah di Syria merenggut sedikitnya 198 nyawa. Sebagian besar korban adalah warga sipil. “Warga sipil yang tewas 127 orang. Personel militer rezim dan pejuang oposisi yang tewas masing-masing berjumlah 51 dan 20 orang,” terang SOHR. Tidak semua pejuang oposisi yang tewas dalam bentrok sengit di Syria berasal dari negeri di tepi Laut Mediterania tersebut. Kemarin situs KavkazCenter melaporkan bahwa seorang warga Chechnya tewas di Syria. Dia teridentifikasi sebagai Rustam Gelayev, putra mendiang panglima milisi Chechnya Ruslan Gelayev. Rustam dilaporkan tewas saat mendukung perjuangan oposisi Syria melawan pasukan Assad di salah satu distrik. Pria 24 tahun itu diperkirakan tewas pada 11-13 Agustus lalu. “Dia syahid dalam pertempuran di Syria,” terang situs Islami tersebut. Putra militan nomor satu Chechnya itu sempat mengenyam pendidikan tentang Islam di salah satu negara Timur Tengah dan memutuskan untuk berjuang di Syria musim panas lalu. Dalam perkembangan lain, Prancis mengaku mengalirkan bantuan militer nonsenjata kepada kelompok oposisi. Paris memberikan bantuan militer itu kepada FSA. “Pada tingkat militer, kami telah memberikan bantuan sesuai permintaan Dewan Nasional Syria (SNC) dan kelompok oposisi Syria berupa perlindungan dan sarana komunikasi,” ungkap Perdana Menteri (PM) Prancis Jean-Marc Ayrault dalam wawancara dengan stasiun radio BFMTV-RMC kemarin. Dia menegaskan bahwa Prancis tetap memegang teguh prinsip untuk tidak memberikan bantuan senjata. Apalagi, lanjut dia, oposisi Syria tidak pernah memohon bantuan berupa aksi militer. Secara terpisah, Rusia memperingatkan negara-negara Barat agar tidak mengambil kebijakan sendiri-sendiri dalam mereaksi krisis Syria. Sikap Rusia, sekutu utama Syria, itu dilontarkan setelah Presiden AS Barack Obama merilis ancaman bahwa Washington tidak akan segan mengirimkan pasukannya untuk memerangi rezim Assad. Hal itu akan dilakukan AS jika Assad nekat menggunakan senjata kimia dalam memerangi oposisi di Syria. (AFP/AP/RTR/hep/dwi)

Tags :
Kategori :

Terkait