KUNINGAN - Upaya mengedukasi masyarakat dalam penggunaan obat secara benar terus dilakukan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kuningan. Salah satunya dengan meluncurkan Gerakan Keluarga Sadar Obat (GKSO). Belakangan ini, IAI Kuningan getol melakukan penyuluhan dalam upaya menyukseskan gerakan tersebut. Salah satunya penyuluhan kepada pasukan kuning yang bertugas menjaga kebersihan. Lebih dari 150 pasukan kuning naungan BPLHD tersebut mengikutinya. \"Kita sederhanakan materinya agar mudah diingat masyarakat lewat program Dagasibu yang merupakan kependekan dari dapatkan, gunakan, simpan dan buang,” urai Ketua IAI Kuningan Drs Cece Supriatna MFarm Apt. Cece menuturkan, Dapatkan artinya masyarakat harus tahu cara mendapatkan obat yang benar dan aman. Kemudian Gunakan artinya masyarakat tahu cara menggunakan obat yang benar agar memberikan efek optimal. Berikutnua Simpan, artinya masyarakat harus tahu cara menyimpan obat yang benar agar tetap terjaga kualitasnya. Sementara Buang artinya masyarakat harus tahu cara membuang obat yang sudah rusak atau kadaluwarsa agar tidak membahayakan orang lain dan lingkungan. \"Maka ketika ada keraguan dengan obat bertanyalah kepada apoteker,” tuturnya. Lebih jauh Cece memaparkan, GKSO bertujuan untuk mengatasi munculnya masalah-masalah di bidang obat-obatan seperti adanya obat palsu, vaksin palsu, obat kadaluwarsa yang diperjualbelikan, kosmetik ilegal dan lainnya. Menurut dia, itu jelas sangat membahayakan masyarakat. Sampai saat ini diketahui bahwa yang terlibat di balik itu semua bukan orang-orang farmasi. \"Justru tugas apoteker semakin berat untuk ikut mengawasi peredaran obat-obat tersebut di masyarakat,” papar dia. Dia menjelaskan, keberadaan apoteker di pelayanan kefarmasian seperti di apotek, klinik pengobatan, klinik kecantikan, puskesmas, rumah sakit sangat membantu. Karena apoteker bisa mengawasi peredaran obat-obatan agar terjamin kualitasnya, aman dan bermanfaat bagi masyarakat. Pemerintah sendiri sudah menyiapkan perangkat undang-undang dan peraturan-peraturan yang mengatur regulasi di bidang kefarmasian. Misalnya PP 51/2009 tentang pekerjaan kefarmasian bahwa di setiap tempat pekerjaan dan pelayanan kefarmasian harus ada apoteker baik di industri, pedagang besar farmasi, apotek, klinik rumah sakit, puskesmas dan lain-lain. Sampai saat ini, kata Cece, belum bisa terlaksana dengan baik di Kuningan. Karena jumlah apoteker masih sangat kurang dibanding jumlah sarana pelayanan kefarmasian. “Di era SJSN, JKN, BPJS di seluruh tempat pelayanan kesehatan harus ada tenaga apoteker untuk pengelolaan obat dan BHP (bahan habis pakai) sesuai amanat undang-undang obat bisa diberikan atas permintaan tertulis dari dokter kepada apoteker,” sebutnya. Selain itu, Cece menambahkan, apoteker harus berinteraksi langsung dengan pasien untuk memberikan konseling obat dan informasi obat yang benar. Tujuannya agar obat benar-benar bermanfaat bagi penggunanya. (ded)
IAI Kuningan Luncurkan Gerakan Keluarga Sadar Obat
Rabu 23-11-2016,04:05 WIB
Editor : Husain Ali
Kategori :