HGN ke-71,Jangan Lupakan Peran Guru SLB

Jumat 25-11-2016,22:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

MAJALENGKA – Di tengah hingar bingar seremonial HUT ke-71 PGRI dan Hari Guru nasional (HGN), terselip perjuangan guru-guru yang mengajar anak berkebutuhan khusus (ABK) yang masih perlu perhatian. Menjadi guru SLB tidak mudah, karena guru SLB berbeda dengan guru sekolah umum lainnya. Guru SLB butuh kesabaran dan keyakinan hati ekstrac menjalani pekerjaannya, yaitu mendidik dan mengajar siswa-siswi yang memiliki kebutuhan khusus. Sri Aminah SPd, guru yang dan merangkap kepala SLB-B YPLB Majalengka mengatakan, peran guru SLB hendaknya mendapat perhatian dari pemerintah. Terutama yang masih berstatus honorer, karena pengabdiannya sama saja dengan guru yang telah menyandang status PNS. Kendala yang dihadapi para guru tersebut koordinasi dan informasi dengan disdik provinsi, karena SLB tidak berada di bawah naungan Disdik kabupaten. “Keterbatasan fisik anak didik sepatutnya jangan dibarengi keterbatasan fasilitas dan hak untuk pendidiknya. Fasilitas penunjang berupa alat peraga maupun alat pelatihan seperti kesenian, tata boga, tata rias, dan perbengkelan masih minim. Tapi tidak mengurangi semangat para guru untuk memberikan yang terbaik. Jangan lupakan peran guru SLB khususnya yang honorer,” katanya kepada Radar, Kamis (24/11). Sri mengungkapkan, sekolah yang dipimpinnya memiliki 44 siswa, 10 guru dan staf. Sembilan diantaranya hanya mendapat uang transport, dan nilainya tidak seberapa. Tetapi dengan keadaan itu, dia tetap mengajak guru SLB di Majalengka untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan khusus secara komprehensif. “Tujuan utamanya ingin menunjukan bahwa siswa yang memiliki kekurangan juga dapat melakukan aktivitas seperti siswa normal, dan menjadi pribadi yang mandiri. Untuk itu metode maupun kurikulum SLB memang beda. Disamping pelajaran formal, ABK diberikan berbagai keterampilan yang menunjang wirausaha dan kemandirian,” ujar Sri, yang telah mengabdi sebagai guru SLB selama 25 tahun. Model pengajaran ABK juga mengikuti perkembangan zaman. Kini ABK yang kesulitan berbicara dilatih dan menjalani terapi dengan pijatan di bagian mulut. Ini dilakukan untuk merangsang syaraf, otot, lidah dan rahang agar mudah mengucapkan kata-kata. “Kita mempunyai alat elektronik sederhana untuk membantu melatih bicara ABK, tentu saja dibimbing guru khusus. Diharapkan alat ini bisa membantu mempercepat ABK berbicara dan berkomunikasi,” ungkapnya. Hal senada diungkapkan Laela Purbani. Menjadi guru honorer di SLB tidak membuatnya patah semangat untuk mengajar. Bahkan mengajar sudah seperti jalan hidup dan pengabdian. Dia mempunyai harapan agar pemerintah memperhatikan status guru SLB dan mempermudah proses sertifikasi guru. “Para guru dan anak didik saya sudah meraih penghargaan dan pengakuan baik nasional, provinsi dan kabupaten. Diantaranya juara 2 lomba pendidikan berbasis kewirausahaan nasional, juara satu lomba tari kreasi modern Jabar, juara tingkat kabupaten untuk guru berdedikasi, juara lomba karya tulis ilmiah kabupaten, dan masih banyak lagi,” pungkasnya. (gus)    

Tags :
Kategori :

Terkait