Ada Skenario Jaksa Fauzi akan “Diselamatkan”

Kamis 01-12-2016,14:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA – Keseriusan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menangani kasus suap yang dilakukan jaksa Ahmad Fauzi tengah diuji. Ada dugaan, jaksa yang dekat dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) Maruli Hutagalung itu akan diselamatkan. Skenarionya, Fauzi bakal dicarikan pasal yang ancaman hukumannya paling ringan. Informasi tersebut didapat Jawa Pos (Radar Cirebon Group) dari sumber yang selama ini sering berkomunikasi dengan Fauzi di dalam Rutan Kejagung. Sumber itu menyebutkan, setelah tertangkap Fauzi sebenarnya berniat buka-bukaan. Sebab, dia mengaku hanya seorang eksekutor pengambil uang suap. Fauzi mengistilahkannya sebagai tukang petik. Jaksa yang kerap berpindah tugas bersama Maruli tersebut mengaku tak tahu mengenai kesepakatan suap dan apa yang dijanjikan kepada si penyuap. Fauzi juga menolak anggapan bahwa uang suap Rp1,5 miliar itu bakal dia nikmati semuanya. Sayang, sebelum Fauzi bernyanyi untuk siapa saja uang tersebut, ada pihak yang berupaya meredamnya. “Ada yang meminta Fauzi tutup mulut agar tidak menyebut nama-nama lain,” kata sumber itu. Fauzi diminta diam dengan kompensasi kasusnya akan diatur sedemikian rupa. Kasus Fauzi tersebut bakal dikonstruksikan dengan pasal-pasal yang ancaman hukumannya rendah. Mungkin Fauzi “dihadiahi” pasal 11 Undang-Undang (UU) Tipikor. Ancaman hukumannya paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun. Indikasi penyelamatan Fauzi tersebut sebenarnya sudah tercium dari awal. Salah satunya dari penempatan Fauzi dan si penyuap (Abdul Manaf) dalam satu sel. Konon, penempatan penahanan seruangan itu dimaksudkan agar Fauzi dan Manaf bisa berkoordinasi. Tujuannya, keterangan keduanya bisa berkesesuaian saat menjalani pemeriksaan. Sumber tersebut juga mengatakan bahwa Manaf selama ini berkomunikasi soal uang suap tidak hanya dengan Fauzi. Sayang, Manaf tak mau menyebut nama-nama yang selama ini membicarakan uang suap itu. Dia hanya menceritakan, komunikasi mengenai uang suap tersebut salah satunya terjadi setelah dirinya diperiksa untuk kali kedua sebagai saksi di Kejati Jatim. Manaf memang termasuk orang yang diincar untuk ditersangkakan Kejati Jatim dalam perkara penjualan tanah kas desa (TKD) di Desa Kalimook, Kalianget, Sumenep. Jika diurai secara peran, keterlibatan Manaf memang jauh lebih aktif daripada tersangka yang sudah ada saat ini, yakni Wahyu Sudjoko, Kasi Pengukuran Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumenep. Manaf merupakan pembeli TKD yang prosesnya dianggap bermasalah. Kepada Radar Madura (Radar Cirebon Group), keluarga Manaf pernah bercerita bahwa saat menjalani pemeriksaan pria asal Madura itu tertekan. Informasi yang didapat keluarga, ada oknum penyidik yang menakut-nakuti akan menersangkakan Manaf dan bosnya. Sayang, terkait hal tersebut, pihak Kejagung maupun Kejati Jatim belum bersedia dikonfirmasi. Jawa Pos sudah beberapa kali mencoba meminta konfirmasi ke Kapuspenkum Kejagung M. Rum serta Kasipenkum Kejati Jatim Richard Marpaung. Sambungan telepon maupun pesan pendek kepada keduanya tak berbalas. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah mengatakan, penanganan kasus Ahmad Fauzi harus menjadi bukti bahwa Kejagung serius berbenah. Selama ini fungsi pengawasan sering tak maksimal karena memang ada indikasi melindungi oknum-oknum jaksa nakal. “Adanya indikasi penyelamatan Fauzi ini harus dijawab. Jangan malah ditutup-tutupi,” tuturnya. Untuk membuktikan keseriusan menangani perkara tersebut, penyidik kasus dugaan korupsi penjualan TKD Kalimook lebih baik tak boleh lagi menangani perkara itu. “Mereka jangan lagi dilibatkan dalam pemeriksaan, gelar perkara, dan sebagainya. Agar penyidikan kasus penyuapan yang dilakukan Kejagung juga tidak terganggu,” katanya. Indikasi mengamankan pihak pembeli aset sebenarnya tak hanya terjadi pada kasus penjualan TKD Kalimook. Hal yang sama terjadi pada perkara restrukturisasi aset PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim. Dalam perkara tersebut, Kejati Jatim baru sebatas menjadikan Wisnu Wardhana (mantan Kabiro Aset PT PWU) dan Dahlan Iskan (mantan Dirut PT PWU) sebagai tersangka. Padahal, dalam dakwaan Wisnu tergambar jelas pihak pembeli aset turut serta melakukan tindakan melawan hukum seperti yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU). Entah dalam kasus tersebut ada indikasi pemberian suap seperti yang dilakukan Manaf terhadap Fauzi atau tidak. Yang pasti, sebagian jaksa yang menangani perkara PWU juga ikut menggarap kasus Sumenep. Termasuk jaksa Trimo yang menjadi koordinator JPU kasus Dahlan dan WW. (tel/bjg/c9/ang)

Tags :
Kategori :

Terkait