Selalu Minta Doa ke Istri sebelum Pimpin Laga

Sabtu 31-12-2016,13:29 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

Keteguhan Wasit FIFA Heru Santoso Jalani Profesi Rangkap sebagai Petugas Satpam Universitas tempatnya bekerja sebagai anggota satpam mendukung penuh tugas Heru Santoso di lapangan hijau. Berharap bisa lebih banyak memimpin laga di kasta teratas pada musim berikutnya. STENLY RERHARDSON, Malang LAGA itu harus dilanjutkan ke perpanjangan waktu. Suasana pun menjadi kian tegang. Sebab, yang dipertaruhkan oleh dua tim yang bertanding, PSCS Cilacap dan Martapura FC, adalah tiket ke final. Wasit Heru Santoso pun tahu risiko yang akan dihadapi jika sampai mengambil keputusan besar yang dianggap merugikan salah satu tim. Di sepak bola tanah air level kedua seperti Indonesia Soccer Championship (ISC)-B, ancaman fisik mengintai setiap saat. Tetapi, Heru tidak keder. Dia tetap berpegangan pada aturan pertandingan. Memasuki menit ke-106, dia pun menunjuk titik penalti di depan gawang PSCS Cilacap. Protes keras dilancarkan para pemain PSCS dalam semifinal ISC-B tersebut. Namun, Heru kukuh pada keputusannya. ’’Di situ saya harus berani walaupun banyak protes,’’ katanya. Ketegasannya itu membuat pertandingan yang berlangsung pada 14 Desember lalu tersebut bisa berlanjut sampai akhir. Penalti itu gagal dimanfaatkan Martapura. Dan, justru PSCS yang bisa mencetak gol kedua lima menit berselang. Tim asuhan Gatot Branowo itu pun lolos ke final dan bablas menjadi juara dengan menundukkan PSS Sleman. Ketegangan seperti yang terjadi di Gelora Bumi Kartini, Jepara, itu hanyalah satu di antara deretan panjang pengalaman Heru sebagai korps pengadil di lapangan hijau. Kali pertama mengambil kursus lisensi wasit C-3 pada 2004, Heru akhirnya mendapat lisensi FIFA pada 2013. Kendati lisensi tertinggi di jagat perwasitan sudah di tangan selama tiga tahun terakhir, Heru tetap setia kepada profesinya yang lain: menjadi petugas sekuriti. Jika tidak sedang memimpin pertandingan, Heru bekerja sebagai anggota satpam di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. ’’Saya tetap menjadi sekuriti sebagai pekerjaan utama. Sedangkan wasit bisa dikatakan pekerjaan yang juga hobi saya,’’ katanya. Kerendahan hati dan kebersahajaan itu pula yang mungkin membuat nama Heru tidak setenar wasit FIFA lainnya asal Indonesia. Thoriq M Alkatiri, misalnya. Padahal, hanya segelintir wasit berlisensi FIFA di tanah air. Selain Heru yang mendapat lisensi pada 2013 dan Thoriq setahun kemudian, hanya ada Faulur Rozy, Retu S Wijaya (keduanya angkatan 2011), dan Agus Fauzan Arifin (bareng dengan Heru pada 2013). Bahkan, jika dibandingkan dengan dua koleganya sesama wasit asal Malang, Iwan Sukoco atau Djumadi Effendi, rupanya nama Heru juga masih kalah gaung. ’’Memang tidak banyak yang tahu (kalau saya berlisensi FIFA) kecuali federasi (PSSI, Red). Waktu itu saya dipercaya untuk mengikuti pelatihan dan mengambil lisensi FIFA oleh PSSI,’’ papar Heru. Kursus itu diikuti Heru di Thailand. Mantan penggawa Persekam Kabupaten Malang Junior itu berhasil lulus setelah menjalani serangkaian seleksi ketat. Misalnya, lari 150 meter dalam waktu 30 detik. Juga kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris yang menjadi syarat wajib bagi wasit untuk memimpin laga internasional. Menjadi wasit FIFA pun membuka pintu baginya untuk melanglangbuana. Tidak lama setelah lulus dari seleksi di Thailand, misalnya, pria kelahiran 27 Februari 1979 itu memeroleh tugas menjadi pengadil lapangan di ajang Peace Cup 2013 yang berlangsung di Bacolod, Filipina. Pengalaman itu terus melekat di benaknya. Sebab, sangat jarang wasit dari Indonesia mendapat kesempatan tersebut. ’’Saya memimpin pertandingan penentuan antara Filipina dan Pakistan. Sebelumnya, tidak pernah bermimpi menjadi wasit pada laga sebesar itu,’’ tutur Heru yang juga pernah menjadi petugas keamanan sebuah perumahan di Malang. Pada tahun yang sama, Heru juga dipercaya memimpin uju coba internasional antara Indonesia dan Filipina. Tepatnya pada 14 Agustus 2013 di Stadion Manahan Solo. Dalam laga itu pula, Stefano Lilipaly menjalani debutnya bersama tim nasional Indonesia. Karir Heru sempat mandek pada 2015 seiring dengan sanksi FIFA kepada Indonesia. Saat  seperti itulah dia merasa sangat beruntung memiliki profesi lain sebagai petugas satpam. ’’Kami bergantung kepada pertandingan biasa yang tidak seberapa hasilnya. Lebih-lebih bagi wasit yang biasa memimpin di kasta kedua seperti saya,’’ tuturnya. Ya, kendati berlisensi FIFA, penugasan Heru lebih banyak di liga kasta kedua. Di ISC-B lalu, bapak satu anak itu kebagian memimpin 12 pertandingan. ’’Tidak ada masalah meski disebut kasta kedua. Siapa tahu tahun depan saya naik sebagai pengadil di ISL (Indonesia Super League, kasta teratas di persepakbolaan Indonesia, red),’’ ungkapnya. Tidak seperti dalam laga internasional, di kancah domestik, apalagi di liga kasta kedua dan bawahnya, wasit kerap menjadi sasaran tembak para pemain, ofisial, dan suporter. Mulai dorongan, tarikan seragam, bahkan sampai pemukulan. ’’Kontak fisik ini juga yang kadang membuat keluarga khawatir,’’ ujarnya. Untuk itu, dia selalu meminta doa dari istrinya sebelum bertugas. Agar bisa adil dalam memimpin. Juga supaya pertandingan berjalan lancar tanpa ada kerusuhan yang bisa mengancam pemain atau bahkan wasit itu sendiri. ’’Kadang-kadang memang saya harus menyembunyikan dari istri, misalnya mengalami kejadian tidak enak. Kalau tidak, bisa disuruh berhenti,’’ jelasnya. Dia bersyukur hingga kini sang istri sangat mendukung. Dukungan penuh juga didapat Heru dari UIN Maliki. Izin selalu dengan mudah dia peroleh. ’’Karena itulah, saya bisa menjalankan dua profesi dengan baik,’’ katanya. (*/JPG/han/c4/ttg)

Tags :
Kategori :

Terkait