KUNINGAN– Anggota LSM Aktivis Anak Rimba (Akar), Maman Supirman meminta agar dilakukan kajian ulang, terhadap izin lingkngan Sangkan Resort Aqua Park. ”Izin tetangganya bersyarat dengan mencantumkan delapan poin. Tapi ternyata oleh pihak perusahaan, ketentuan yang disyaratkan oleh masyarakat tidak pernah dilaksanakan,” ujar dia, kepada Radar, Selasa (11/9).
Mamanmengungkapkan, dirinya melakukan survei lapangan. Hasilnya, jarak antara mata air Kebon Balong dengan tembok batas Sangkan Resort Aqua Park di bawah 50 meter.
Selain itu, dalam penyusunan UKL (upaya pengelolaan lingkungan hidup) dan UPL (upaya pemantauan lingkungan hidup), perusahaan tidak pernah melibatkan masyarakat. Sehingga masyarakat tidak tahu apa saja yang akan dilaksanakan.
Yang penting untuk diketahui, masyarakat yang komplain itu bukan atas nama uang. Tapi justru karena kepedulian mereka terhadap keberadaan mata air Kebon Balong. Mata air tersebut, selama ini mencukupi kebutuhan masyarakat Desa Sangkanurip yang berada di bawah. Begitu pula tiga hotel yang berada di lokasi tersebut.
Bila airnya banyak diambil, dikhawatirkan ketersediannya semakin menipis. ”Sumur warga sekitar itu paling dalam enam sampai delapan meter. Sedangkan tiga sumur Sangkan Resort Aqua Park, dua buah berkedalaman 60 meter, satunya lagi baru 30 meter. Ketiga sumur tersebut baru untuk mencukupi water boom saja, belum nanti untuk cottage-nya, akan seperti apa? Apalagi sebelah selatannya juga kan ada perumahan,” tandas Maman.
Dia mengharapkan, agar masyarakat dilibatkan dalam setiap perizinan lingkungan. Sehingga tidak menimbulkan ketidaknyamanan meskipun menghasilkan pembangunan yang bagus. Dalam persoalan ini, sebetulnya Maman tidak menghalang-halangi perusahaan untuk membangun water boom. Yang diinginkannya agar aturan yang ada ditaati.
”Saya meminta agar ada kajian ulang terhadap lingkungan. Apakah memang harus Amdal (analisa dampak lingkungan) atau cukup UPL-UKL? Karena ini masih samar. Yang saya tahu jarak 50 meter dikawasan lindung itu wajib Amdal,” tegasnya.
Maman menambahkan, wajib Amdal mengacu pada UU 32/2009. Sedangkan untuk Permen LH, kedudukannya di bawah UU. Harapan lain yang dilontarkannya, mekanisme perizinan itu harus terbuka. Masyarakat harus mengetahuinya, sehingga tidak dianggap sepihak. Dia pun menyindir soal perizinan yang belum selesai setelah pembangunan dilaksanakan. ”Yang saya tahu izin itu selesai dulu sebelum pembangunan dilaksanakan,” ketusnya.
Terpisah, Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD), Ir Bunbun Budhiyasa menyebutkan bahwa Rabu ini gabungan Komisi A dan C akan meninjau lapangan. Dirinya pun bakal turut serta mendampingi para wakil rakyat tersebut.
Bunbun siap memberikan penjelasan kepada wartawan bersamaan dengan kunjungan lapangan hari ini. (ded)