Bantah Fraksi GKBI Ilegal

Minggu 16-09-2012,08:23 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

H Dede Ismail: Nuzul Rachdy  Harus Belajar Lagi PP No 16/2010 KUNINGAN- Pernyataan dari politisi PDIP, Nuzul Rachdy SE yang mengatakan fraksi Gerakan Kebangkitan Bangsa Indonesia (GKBI) adalah illegal karena tidak tercantum dalam tata tertib (tatib), langsung direaksi ketua Fraksi GKBI, H Dede Ismail. Bahkan Dede menyarankan agar Nuzul Rahcdy kembali membuka lembaran peraturan pemerintah (PP) No 16/2010 yang mengatur pembentukan fraksi di dewan yang berlaku nasional, sebelum mengeluarkan statemen. “Pak Zul (Nuzul Rachdy, red) rupanya harus kembali belajar dan mempelajari PP No 16/2010. Di sana sudah tercantum aturan agar anggota dewan yang fraksinya bubar segera membuat fraksi baru. Nah berdasarkan PP tersebut, kami akhirnya membentuk fraksi baru karena fraksi yang lama sudah bubar. Kalau kami tidak segera membentuk wadah baru, tentu kami melanggar peraturan. Jadi, sekali lagi tolong Pak Zul untuk membaca isi dari PP tersebut, supaya pernyataannya tidak ditertawakan oleh mereka yang mengerti aturan,” tegas H Dede Ismail kepada Radar, kemarin (15/9). Dede kemudian membeberkan isi dari PP 16/2010. Antara lain bahwa setiap anggota dewan wajib berhimpun ke fraksi atau membentuk fraksi baru. Dari aspek persyaratan, fraksi yang dibentuknya sudah memenuhi syarat. Dalam PP juga disebutkan bahwa pembentukan fraksi baru sekurang-kurangnya sama dengan jumlah komisi yang ada. Kalau kemudian dia dan anggota dewan dari PKB tidak segera membentuk fraksi, maka akan menyalahi ketentuan. “Kan semua itu sudah diatur dalam PP No 16 dan wajib diikuti. Jika tidak diikuti maka melanggar ketentuan,” jawab dia. Terkait tatib, Dede menyebutkan kalau tatib bisa saja diubah karena bukan barang yang sacral atau suci. Setiap daerah tentu memiliki tatib masing-masing yang disesuaikan dengan kondisi wilayahnya. Begitu juga tatib yang dibuat DPRD Kabupaten Kuningan bisa diubah. Sambil menunggu perubahan tatib dan paripurna yang bisa memakan waktu berbulan-bulan, maka pembentukan fraksi juga harus dijalankan agar tidak bertentangan dengan perundangan-undangan yang berlaku. “Kunci pembentukan fraksi ada di regulasi yakni PP No 16/2010. Sambil menunggu proses perubahan tatib dan paripurna yang tentu memerlukan waktu lama, pembentukan fraksi bisa dilakukan. Masa selama menunggu perubahan tatib, kami tidak memiliki fraksi. Berarti kami di GKBI makan gaji buta dong selama berbulan-bulan. Padahal kami ini dipilih oleh masyarakat untuk memperjuangkan aspirasi. Jadi, sambil menunggu proses perubahan tatib, pembentukan fraksi tetap harus dilakukan,” tandas dia. Menyangkut soal nama fraksi, Dede menambahkan, bahwa pihaknya sudah sepakat dengan nama fraksi GKBI. Dia dan sekondannya dari PKB tidak ingin menggunakan nama Reformasi. “Kami sudah sepakat dengan PKB untuk memakai nama GKBI. Tak mungkin tetap memakai kata Reformasi karena jumlah anggota dewan yang bergabung dengan Reformasi sudah berkurang. Begitu juga dengan mantan anggota fraksi Reformasi yang bergabung dengan fraksi lainnya, harus ada perubahan nama fraksinya. Tidak mungkin kalau gabung ke PKS namanya tetap fraksi PKS. Pasti ada tambahan nama. Dan itu juga harus diatur dalam tatib yang baru,” ungkapnya. Sementara politisi asal PKB, Drs Wawan Supratman menyarankan agar dalam tatib mendatang jangan dicantumkan nama fraksinya. Cukup disebutkan jika ada tujuh fraksi di dewan. Memang harus ada perubahan di tatib, atau di tatib jangan disebutkan nama fraksinya. Saya kira fraksi itu harus dibentuk dulu karena sangat penting. Dalam aturan, setiap anggota dewan wajib berlindung di fraksi. “Setelah terbentuk namanya itu tinggal diganti namanya ditatib. Tinggal diubah nama. Ngga illegal karena diharuskan membentuk fraksi. Reformasi bisa digunakan karena bukan nama partai. Tidak jadi masalah kalau kemudian memilih nama Reformasi sebagai nama fraksi,” tukasnya. (ags)

Tags :
Kategori :

Terkait