Sengketa Kebon Pelok Hambat RTH

Kamis 27-09-2012,08:34 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

KESAMBI– Sengketa tanah di Kelurahan Kebon Pelok yang masih berproses hukum hingga saat ini, memengaruhi penggarapan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Sebab RTH di Alun-alun Kejaksaan masih belum bisa digarap. Hal ini disampaikan Kepala Seksi Tata Bangunan Bidang Cipta Karya DPUPESDM, Tata Suparman ST, kepada Radar, di kantornya, Rabu (26/9). Site plan dan detail engineering design untuk pembangunan RTH di Alun-alun Kejaksan sudah dilakukan. Bahkan, tahun 2011 telah dikucurkan dana awal Rp1 miliar. Namun, belum adanya pengganti fungsi Alun-alun Kejaksan, menjadikan pembangunan RTH menjadi terhambat. “Kita terkendala dengan tanah dan lahan pengganti, apabila di Alun-alun Kejaksan sudah dibangun,” tuturnya. Saat ini, kata dia, segala sesuatu yang terkait sudah direncanakan matang dan sudah siap untuk pembangunan fisiknya. Selain lahan pengganti, masalah dana menjadi kendala lainnya. “Sampai sekarang belum ada keputusan. Masalah ini juga disampaikan sekda,” bebernya. Menurut Tata, membangun alun-alun bisa dilakukan empat sampai lima bulan, dengan syarat dananya disediakan dalam satu tahun anggaran. Setidaknya butuh dana Rp4 sampai Rp5 miliar untuk realisasi proyek tersebut. Pihaknya sudah pernah mengusulkan tahun 2011 ke APBN dan APBD Provinsi Jawa Barat, hanya saja hingga saat ini belum ada realisasinya. Bahkan, dari APBD Kota Cirebon hanya dianggarkan Rp1 miliar. “Itu sangat kurang. Kalau sengketa sudah selesai, kami langsung garap. Empat sampai lima bulan selesai RTH di alun-alun Kejaksan itu,” bebernya. Anggota DPRD dari Fraksi Partai Golkar, Andi Lie menyatakan, pihaknya mendukung pengadaan RTH atau hutan kota di Alun-alun Kejaksan. Karena secara keseluruhan Kota Cirebon masih kekurangan sekitar 12 persen, dari luas yang diamanatkan dalam Undang-Undang. “Itu diatur juga dalam Perda RTRW,” terangnya. Sayangnya, kata dia, Pemkot terkesan tidak menganggap RTH sebagai sesuatu yang penting. Sehingga, lebih mengutamakan pembangunan perumahan, ruko dan mal. Padahal, isu global warming adalah sesuatu yang nyata dan membawa dampak buruk bagi masyarakat. “Pemkot lebih mementingkan keuntungan yang cepat, dengan membangun mal ketimbang RTH,” katanya. Terkait wacana hutan kota di taman Krucuk dan alun-alun Kejaksan, Andi berpendapat, kedua RTH itu nantinya bisa menjadi paru-paru Kota Cirebon walaupun ukurannya tidak terlalu besar. “Jangan hanya wacana saja. Harus serius merealisasikannya,” ucap Andi. Kalau serius, kata dia, ada banyak lokasi lain yang bisa digarap menjadi RTH, di antaranya kuburan Kutiong atau Sintiong. Dalam Perda RTRW sudah dinyatakan sebagai RTH. Bila dikelola dengan baik oleh yayasan bersama Pemkot, Kutiong bisa menjadi RTH yang luar biasa besar dan dapat berperan dalam mengatasi pemanasan global. Langkah Pemkot Jogjakarta mengalokasikan dana untuk membeli RTH setiap tahun, bisa dicontoh oleh Pemkot Cirebon. Kalau berani mengambil sikap seperti itu, dewan siap memberikan anggaran dana yang cukup. “Intinya, iktikad baik Pemkot,” tandasnya. (ysf)  

Tags :
Kategori :

Terkait