Ada Pemalsuan Sertifikat

Rabu 10-10-2012,11:52 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

CIREBON - Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Cirebon dengan tegas menyatakan ada pemalsuan sertifikat atas satu objek tanah dengan luas sama, tetapi memiliki tiga sertifikat. Sebab, satu bidang tanah hanya diperbolehkan memiliki satu sertifikat. Berbeda jika telah terjadi jual beli, hibah, waris, atau putusan pengadilan, maka sebidang tanah yang terbagi bisa memiliki lebih dari satu sertifikat yang berbeda. Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah BPN Kota Cirebon, Endang Jayadi SH MH menyatakan tidak mungkin ada satu objek dengan luas sama, tetapi memiliki tiga subjek yang berbeda dengan nomor sertifikat berbeda pula. Jika hal itu benar terjadi, BPN memastikan adanya kesalahan. “Pasti ada kesalahan. Antara pemalsuan atau sengaja dipalsukan. Dalam UU Pokok Agraria, satu sertifikat hanya untuk satu objek,” tegasnya kepada Radar di ruang kerja, Selasa (9/10). Menurut dia, jika terjadi pemalsuan atau dipalsukan, setidaknya ada dua unsur yang terindikasi di dalamnya. Kesalahan administrasi dari BPN, dan ada pihak-pihak lain yang sengaja memalsukan sertifikat. Terkait indikasi kesalahan administrasi dari BPN, Endang menerangkan, biasanya hal itu terjadi karena sudah dimohon tetapi tidak terpetakan dan tidak ter-cover di BPN. Kemudian, dimohon kembali oleh orang lain dalam objek yang sama. Sehingga, muncul muncul sertifikat lain. “Ini terjadi karena ada kelalaian BPN,” sebutnya. Kecuali, di atas objek tersebut telah dilakukan peralihan hak melalui jual beli, hibah, waris, atau putusan pengadilan. Jika salah satu dari itu terjadi, tanah seluas 315 meter persegi itu terpecah-pecah, maka diperbolehkan setiap pecahannya memiliki sertifikat. “Bisa saja ada banyak sertifikat. Jika sudah ada jual beli, misalnya, seluas 50 meter persegi. Pembeli bisa membuat sertifikat untuk 50 meter persegi itu. Terpenting, tidak melampaui sertifikat induk seluas 315 meter persegi,” paparnya. BPN, kata Endang, sudah mengukur tanah yang ada peralihan hak di atas tanah 315 meter persegi itu. Berdasarkan hasil ukuran peralihan hak yang dilakukan baik waris maupun jual beli, dihasilkan angka peralihan hak 50 meter persegi, 12 meter persegi, 75 meter persegi dan lain-lain. “Tanah 315 meter itu sudah dipecah dari induk. Dan untuk pemecahannya sudah punya sertifikat masing-masing,” terangnya. Karena itu, ia meminta tiga sertifikat untuk diteliti dan disamakan dengan data yang ada di BPN. “Kalau memang ada, bawa ke sini tiga sertifikat itu. Kita buktikan di sini (BPN, red),” pinta pria yang telah 12 tahun bekerja di BPN Kota Cirebon. Terkait kasus sengketa tanah tersebut, BPN sudah pernah dipanggil Polres Cirebon Kota untuk dimintai keterangan. Diterangkan, sertifikat untuk tanah 315 meter persegi itu tidak pernah ada, sebab tanah semula adalah tanah adat. “Yang ada sertifikat pemecahan dari induk,” tegasnya. Dalam sertifikat tanah, kata Endang, memang tidak ada batas-batas tanah secara jelas. Sebab, saat pengukuran awal sudah diterangkan secara jelas batas-batas tanah yang akan disertifikat. Tujuannya, agar tidak ada sengketa di kemudian hari. Sementara itu pihak Asia Toserba memberikan sanggahan. Konsultan hukum Asia Toserba, Besus Suherman SH, balik menuding Henri Gunawan telah melakukan kebohongan publik karena tidak ada penyerobotan tanah yang dilakukan Asia Toserba, atas tanah yang diklaim miliknya. Dan, tidak pernah ada laporan polisi yang diajukan oleh Henri Gunawan. Besus bahkan mempertanyakan atas dasar apa Henri Gunawan ingin memanggil Asia Toserba, BPN, Lurah, Camat maupun pemilik sertifikat lainnya. Ini menunjukkan bahwa Henri tidak memahami proses hukum  atau pura-pura tidak tahu. “Ini semakin memperlihatkan kepanikan Henri dalam proes hukum yang dilaporkan oleh H Namoli, dan mengambinghitamkan Asia Toserba dalam upaya melakukan pembenaran diri,” tuturnya. (ysf/abd)  

Tags :
Kategori :

Terkait