Terasi Khas Cirebon, Miliki Cita Rasa Warisan Turun Temurun

Sabtu 13-05-2017,08:05 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

TERASI yang merupakan bumbu masakan olahan yang berbahan dasar udang rebon identik dengan Cirebon. Soal terasi, Cirebon memiliki sejarah panjang. Setidaknya, sejak era Padjajaran, jauh sebelum lahir Kesultanan Cirebon, terasi menjadi upeti dan komoditas penting. Terlebih di era kejayaan Kesultanan Cirebon hingga sekarang. Bahkan, terasi merupakan salah satu oleh-oleh khas Cirebon yang tak bisa dipisahkan dan menjadi primadona bagi pelancong. Terasi rebon khas Desa Kanci, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, salah satunya. Terasi rebon khas Desa Kanci sudah kesohor di mana-mana. Namun, pelaku industri rumahan ini masih berkutat di cara-cara lama. Termasuk dalam pengemasan dan pemasarannya. Tengok saja proses produksi terasi rebon di Desa Kanci. Saat Radar Cirebon menyambangi perajin yang membuat terasi rebon, prosesnya masih menggunakan cara-cara tradisional. Sekitar dua jam, Kusti (40) dan Rusmi (40) menumbuk rebon di atas lesung di depan rumahnya, Dusun II Desa Kanci Kulon. Mereka harus memastikan tumbukan rebon itu halus, agar rasa dan tekstur terasi memikat lidah penikmat kuliner. Sesekali, Kusti mencampurkan air ke dalam lesung. Kedua tangannya memegang alu dengan kuat, sambil sesekali melepaskan tawa dan candaan. Terasi khas Kanci, hingga kini masih diproduksi secara tradisional. Menurut perajin, proses pembuatan terasi secara tradisional itu merupakan warisan para pendahulu yang diterima secara turun temurun. Meski proses pengolahannya ketinggalan dengan buatan pabrik, aroma dan cita rasanya belum tertandingi. Penggemarnya pun bisa dibilang fanatik. \"Dimakan langsung enak, untuk sambal atau buat masak tumis,\" tutur Kusti, sembari menghaluskan rebon. Salah satu kekhasan terasi Kanci karena dibuat tanpa campuran bahan lain, kecuali rebon. Cita rasanya tidak tercampur dengan aroma maupun pengaruh bahan lain. \"Ini dibuatnya asli dari rebon tidak ada campuran bahan lain,\" ucap Kusti meyakinkan. Kusti tentu sudah terbiasa menumbuk rebon sampai halus. Waktu dua jam terhitung cepat untuk melakukan proses ini. Baginya, membuat terasi tak sekadar mendapat penghasilan, tapi juga bagian dari melestarikan tradisi. Keterampilannya membuat terasi diturunkan dari orang tua mereka. Suaminya yang sehari-hari bekerja di laut menjadi penyuplai rebon untuk diolah. Terasi jenis ini juga mempunyai ciri khas lain. Terasinya dibentuk seperti gelondongan dan dicap lima jari. Tanpa ada merek ataupun kemasan mewah. Cap lima jari itulah yang menjadi trade mark-nya terasi kanci. Apabila bahan baku rebon tersedia, dia bisa mengolah 30 kilogram rebon menjadi 30 batok terasi. Pengolahannya memakan waktu dua hingga tiga hari. Pertama rebon harus disimpan dulu semalam, lalu dikeringkan dengan cara dijemur. Setelah itu baru terasi ditumbuk dan kemudian dicetak. Terasi kanci ini disebut bisa tahan satu tahun apabila sudah dikeringkan dalam oven. Saat ini, warga sekitar masih menjual terasi ini keliling dari kampung ke kampung. Atau ada juga yang sudah memiliki langganan sendiri. Jika stok rebon banyak, harga satu batok terasi tak seberapa. Seperti yang terjadi sekarang, harga terasi lagi murah. Satu biji batok dihargai Rp 8 ribu. Sementara saat mahal bisa mencapai Rp 20 ribu hingga Rp 25 ribu. \"Ramai-ramai itu kalau Lebaran, banyak yang pesan dari luar kota dari Jakarta,\" sebutnya. Kuwu Desa Kanci Kulon, Laksanawati, menyebutkan, setidaknya masih ada sekitar 40 warganya yang menjadi perajin memproduksi terasi. Terutama kalangan perempuan. \"Kalau sejarahnya banyak yang sudah tidak tahu, tapi yang pasti warga di sini belajar membuat terasi dari turun temurun,\" ungkap Laksanawati. (jamal suteja)

Tags :
Kategori :

Terkait