JAKARTA – Aliran dana masuk (capital inflow) ke Indonesia diperkirakan terus mengalir. Selain fundamental yang cukup baik, sentimen global mendukung perkembangan ekonomi negara-negara berkembang. Chief Economist Mandiri Sekuritas Leo Putera Rinaldy menyatakan, surplus dalam neraca perdagangan Indonesia USD 3,9 miliar pada kuartal I 2017 merupakan yang terbesar sejak 2011. Surplus kali ini tidak lagi didorong penurunan impor yang lebih dalam jika dibandingkan dengan penurunan ekspor. Surplus neraca perdagangan disebabkan kenaikan ekspor, baik dari sisi nilai maupun volumenya. Hambatan peningkatan pada ekspor juga hanya pengaruh oleh rupiah yang terapresiasi. ”Selain karena harga komoditas yang masih bagus, faktor demand meningkat sehingga performance ekspor bisa lebih baik. Ekspor kami juga bukan hanya ke Tiongkok, melainkan juga ke Jepang, Eropa, dan AS,” katanya. Leo memperkirakan bank sentral Amerika Serikat menaikkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali tahun ini. Namun, hal itu tidak akan berisiko pada keluarnya dana asing. Sebab, pasar kini tidak lagi mengacu pada suku bunga acuan, tapi lebih melihat suku bungan riil di perbankan. ”Saat ini interest rate di Indonesia masih wajar,” lanjutnya. Sejak Indonesia mendapatkan investment grade dari lembaga Standard & Poor’s (S&P), lanjut dia, investor konservatif seperti Jepang bakal lebih tertarik untuk masuk ke Indonesia. Dana masuk ke instrumen fixed income juga akan terus masuk, sedangkan yield-nya terus menurun. Namun, Leo meminta pemerintah tetap harus memperbanyak investasi swasta, terutama dari dalam negeri, agar tidak terlalu bergantung pada APBN dan utang. ”Yield surat utang sejak ada investment grade dari S&P sudah turun 13 basis points (bps). Untuk private investment dalam negeri, kami masih tertolong adanya kebijakan investasi dari asuransi pada surat berharga negara (SBN) minimal 30 persen,” paparnya. Sementara itu, downgrade rating investasi dari lembaga Moody’s terhadap Tiongkok tidak akan menjadi halangan bagi Indonesia. Sebab, Indonesia terus mengembangkan pasar nontradisional, terutama AS. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo menyampaikan, ekonomi Tiongkok diprediksi terus menurun. ”Pada kuartal I lalu, Tiongkok tumbuh 6,9 persen. Tahun ini kami perkirakan 6,5 persen. Jadi, yang tadinya di atas 9 persen, sekarang turun di 6 persen,” ujarnya. Meski Tiongkok sudah mengalami downgrade dari Moody’s, beberapa negara dan asset manager sudah berencana masuk ke Indonesia dengan lebih agresif jika Indonesia memperoleh peringkat baik dari tiga lembaga rating utama. Yakni, S&P, Moody’s, dan Fitch. Dalam enam bulan hingga 1,5 tahun ke depan, investasi asing langsung meningkat. Investasi itu diharapkan menjadi investasi yang mendukung ekspor serta mengisi rantai industri dan mampu membuka peluang kerja lebih banyak di Indonesia. ”Sampai saat ini, dana asing masuk Rp 108 triliun jika dibandingkan dengan posisi yang sama tahun lalu, Rp62 triliun. Peningkatannya cukup besar,” tuturnya. (rin/c16/noe)
RI Tak Terpengaruh Rating Tiongkok, Capital Inflow Terus Menguat
Kamis 01-06-2017,16:00 WIB
Editor : Dedi Haryadi
Kategori :