Beras Oplosan Jadi Kelas Premium, Harga Tiga Kali Lipat

Sabtu 22-07-2017,20:35 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

MENTERI Pertanian Amran Sulaiman mengungkapkan, dari seluruh beras oplosan yang diamankan, jenis IR 64 yang rencananya akan dijadikan beras premium dan dijual dengan harga tiga kali lipat. Dia menuturkan, bila dilihat dari kuantitas beras yang ditimbun, pemerintah mengalami kerugian lebih dari Rp15 triliun. Dia merinci, jenis beras IR 64 adalah beras yang disubsidi pemerintah dengan harga Rp6.000 hingga Rp7.000 per kilogram. Seluruh beras itu biasanya dijual ke pasaran tiga kali lipat atau sebesar Rp20.400 per kilogram. Sehingga ada selisih Rp14.000. “Hitung saja sendiri. Belinya Rp7.000 dijualnya Rp20.000. Ada selisih Rp13.000. Sementara itu, produksi kita mencapai 40 juta ton,\" ujarnya di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, kemarin (21/7) sore. Dia juga menyayangkan PT Indo Beras Unggul (IBU) yang mengambil untung berlebih. Menurut Amran, keuntungan yang didapat bisa lebih dari 100 persen. “Petani tidak dapat apa-apa, konsumen juga menjerit. Kita sudah memasang HET, dan intinya adalah bagaimana membuat petani tetap untung. Konsumen pun diharapkan mendapat harga yang layak, dan pengusaha untung, tapi (untungnya) jangan 200 persen juga,\" jelas Amran. Dia juga menuturkan tidak ada  pembagian beras menjadi medium maupun premium. Sebab, PT IBU mengklaim bahwa beras produksi mereka merupakan beras premium meski sebenarnya diambil dari beras berkualitas medium. Dalam menstabilkan harga jual di tingkat konsumen, pemerintah telah memasang acuan harga eceran tertinggi (HET). Adanya HET agar petani mendapat untung sehingga sustain serta produktif, kemudian konsumen mendapat harga layak dan penjual juga untung. “Tapi jangan untungnnya 200 persen, itu enggak boleh. Intinya sebenarnya premium itu dengan medium sumbernya satu, itu IR 64. Makanya kita tulis oke terlanjut katakan medium premium, oke harganya Rp9.000 selesai,\" ujarnya. Maka, jika PT IBU menyampaikan bahwa beras yang dijualnya merupakan beras medium ataupun premium, maka tetap saja beras tidak boleh dijual dengan harga di atas HET. Sebab, beras medium atau pun premium tetap beras tersebut asalnya dari beras IR 64. “Itu kan telanjur ada namanya, kita pasang juga premium medium HET Rp9.000, karena IR 64 itu setara. Tapi itu aja diputar ganti nama ganti karung, ganti baju. Ibarat ilustrasi ini orang dari kampung di bawa ke salon, baru dikasih tahu,\" tuturnya. Kasus penggerebekan gudang beras milik PT IBU juga ikut menyeret induk usahanya, PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. Dalam sehari, harga saham emiten berkode AISA itu anjlok hingga 400 poin atau 24,92 persen, menjadi Rp1.205 per unit. Padahal pada pembukaan perdagangan kemarin (21/7), saham AISA masih dihargai Rp1.605 per unit. AISA sendiri tercatat memiliki saham PT IBU secara tak langsung melalui entitasnya, PT Dunia Pangan. ”Adanya kasus tersebut tentu menjadi berita negatif bagi perusahaan,” kata Analis Senior Binaartha Sekuritas Reza Priyambada. Menurutnya, jatuhnya harga sama AISI persis seperti masalah yang menimpa PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN), dan saham Grup Media Nusantara Cutra (MNC). Saham APLN dikaitkan oleh pelaku pasar dengan kekalahan mantan calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaha Purnama atau Ahok. Kekalahan Ahok dianggap sebagai hambatan proyek reklamasi di Jakarta yang dikerjakan oleh APLN. Sementara saham MNC sempat jatuh ketika CEO Grup MNC, Hary Tanoesoedibjo, menjadi tersangka ancaman melalui SMS. Reza menuturkan, pelaku pasar melakukan justifikasi dan menganggap emiten AISA buruk karena cucu usahanya terjerat kasus hukum. Sentimen tersebut akan terus ada hingga manajemen melakukan public expose mengenai kelangsungan operasional perusahaan. “Asumsinya, jika PT IBU ditutup operasionalnya, apakah nanti AISA akan mengalihkan produksinya ke tempat lain? Kan masih ada PT Tani Unggul Usaha, PT Swasembada Tani Selebes, maupun anak dan cucu usaha lainnya,” ujar Reza. Dia pun merekomendasikan jual pada saham AISA dengan level support 1.150-1.165 dan level resistance 1.390-1.400. Manajemen AISA sendiri langsung menyampaikan keterbukaannya kepada Bursa Efek Indonesia (BEI). Manajemen menyebutkan bahwa PT IBU membeli gabah dari petani lokal dan tidak menggunakan beras subsidi untuk program Beras Sejahtera (Rastra) Bulog, maupun beras untuk bantuan bencana. Manajemen mengaku sudah memproduksi beras sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), ISO 22000 tentang food safety dan Good Manufacturing Practices (GMP). Selain itu, disebutkan juga bahwa beras produksi PT IBU telah mengikuti pelabelan yang berlaku serta mencantumkan kode produksi sebagai informasi umur stok hasil produksi. “Kami sangat kooperatif dan transparan kepada semua pihak yang berwenang,” ujar Direktur AISI Jo Tjong Seng dalam keterbukaannya ke bursa. Dia pun menyebut bahwa saat ini manajemen tengah malakukan verifikasi soal penggerebekan yang terjadi pada PT IBU. (tau/dee/rin)

Tags :
Kategori :

Terkait