Pemkot Akui Surat Kuasa Palsu

Sabtu 10-11-2012,11:16 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

KEJAKSAN - Masyarakat kembali menggugat pemerintah Kota (pemkot) Cirebon. Meski bukan menjadi tergugat 1, sidang perdata gugatan tanah tempat pembuangan sampah akhir (TPA) Kopiluhur Argasunya, membuat pemkot sibuk. Pemkot sendiri lepas tangan dari pemalsuan surat kuasa yang dilakukan tergugat 1 (Afif, kakak penggugat). Kabag Perlengkapan Pemkot Cirebon, Drs H Abdul Syukur MSi membenarkan, Wali kota Subardi digugat kuasa hukum Fauziyah. Gugatan ditujukan terhadap tanah yang sudah dibebaskan pemkot melalui kakak Fauziyah yang bernama Afif. “DKP (Dinas Kebersihan dan Pertamanan, red) yang membebaskan tanah itu, digunakan untuk TPA sampah,” terangnya kepada Radar, kemarin. Afif terbukti melakukan pemalsuan surat kuasa. Saat itu, Fauziyah sedang bekerja di luar negeri. Mewakili adiknya, Afif menjual tanah itu kepada pemkot. “Afif sekarang sudah dipenjara atas pemalsuan surat kuasa itu. Sekarang tinggal perdatanya,” jelas Sukur. Pemkot telah melaksanakan prosedur sesuai aturan yang berlaku dalam tata cara pembebasan lahan. “Kami meneliti setiap berkas. Untuk tanah Fauziyah, kami memiliki bukti tanah asli, KTP asli, bukti garapan tanah yang asli. Tapi, surat kuasa ternyata dipalsukan Afif,” bebernya. Pemalsuan yang dilakukan Afif, berbuntut pada langkah hukum perdata oleh kuasa hukum Fauziyah terhadap pemkot sebagai pembeli. Mereka meminta tanah itu dikembalikan kepada Fauziyah. Tanah seluas 8.800 meter persegi di Blok Kopiluhur Argasunya itu, telah dibeli pemkot dan telah digunakan sebagai TPA sampah. “Kita bayar dan sah sesuai prosedur. Adapun sekarang surat kuasa terbukti palsu, itu di luar kewenangan kami,” elaknya. Pemkot memaklumi langkah hukum yang dilakukan Fauziyah. Namun, di sisi lain pemkot tidak mau dirugikan. Karena itu, solusi yang bersifat win-win sangat diharapkan. “Kami tidak mencari masalah. Silakan saja, gugatan itu hak warga negara,” ujarnya. Kabag Hukum Pemkot Cirebon, Yuyun Sriwahyuni SH menyebutkan, proses hukum perdata memiliki perbedaan dengan pidana. Karena itu, berbagai cara terbaik akan ditempuh. Pemkot sebagai pamong, harus melindungi sesuai dengan proporsinya. Dalam sengketa ini, bukan berarti pemkot melakukan penyerobotan. Bukan pula pemkot mengedepankan kekuasaaan atau kekuatan. “Tidak ada istilah pemkot mengusai. Kami menempatkan sesuai dengan haknya,” ujarnya. (ysf)

Tags :
Kategori :

Terkait