Soal RAPBD, DPRD Bantah Tarik Ulur Kepentingan

Senin 25-09-2017,18:35 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

MAJALENGKA-Tahapan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (RAPBD-P) 2017 masih macet. Sejumlah isu krusial kepentingan pihak eksekutif maupun legislatif masih menjadi hambatan, sehingga belum ada titik temu untuk kelanjutan pembahasan. Padahal jika mengacu pada regulasi yang ada, RAPBD-P mesti selesai akhir September. Sedangkan saat ini September tinggal menyisakan waktu satu minggu ke depan. Di sisi lain, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait RAPBD-P belum disampaikan secara resmi lewat forum rapat paripurna DPRD. Informasi yang dihimpun, belum adanya titik temu ini disebabkan tarik ulur mengenai kepentingan kedua belah pihak. Kubu DPRD ingin APBD-P mengakomodasi anggaran untuk kenaikan hak-hak keuangan dewan, sesuai Perda Hak Keuangan DPRD yang telah disahkan Agustus lalu. Syaratnya tentu harus ada dasar hukumnya, agar hak-hak keuangan DPRD sesuai besarannya dengan yang diatur Perda. Dasar hukum tersebut selain diatur dalam Perda juga ada beberapa teknis yang tercantum dalam peraturan kepala daerah (Perbup), sehingga DPRD mendorong agar besarannya sesuai keinginan dan kewajaran untuk komponen-komponen penghasilan yang perlu diatur spesifik di Perbup. Hal ini yang kemudian diduga menjadikan pembahasan RAPBD-P masih tarik ulur. Misalnya komponen tunjangan transportasi DPRD. Pihak eksekutif menilai kewajaran tunjangan transportasi tersebut disetarakan dengan tunjangan transportasi pejabat ASN tertinggi di Pemkab, yakni setara dengan tunjangan transportasi sekda yang nilainya mengacu pada standar satuan belanja daerah sekitar Rp6 juta per bulan. Namun di sisi lain DPRD menginginkan nilainya lebih dari itu, bahkan harus mendekati besaran tunjangan transportasi yang diberikan kepada anggota DPRD di daerah lain dengan kemampuan keuangan yang relatif setara dengan Majalengka. Sehingga nilai yang diajukan DPRD dianggap terlalu tinggi dari standar SBD. Di sisi lain, eksekutif juga menginginkan perubahan anggaran segera diselesaikan. Mengingat rencana-rencana tambahan pendapatan daerah yang bersumber dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi harus masuk di APBD-P. Syaratnya tentu saja Raperda APBD-P yang memuat rencana tambahan pendapatan daerah tersebut diakomodasi dan disetujui bersama eksekutif dan legislatif. Tarik ulur kepentingan tersebut disangkal sejumlah anggota dewan. Anggota Badan Anggaran (Banggar) dari Fraksi PKS Deden Hardian Narayanto ST membantah polemik ini dikaitkan dengan belum terakomodasinya Perbup hak-hak keuangan DPRD. Dalam pembahasan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) bahkan belum menyentuh hal-hal teknis. Baru menyentuh kebijakan umum, dan mencari formulasi plafon rencana perubahan pendapatan daerah dan sumber-sumbernya dari mana saja. “Tidak ada kaitanya itu. Kita masih membahas kebijakan umumnya saja. Terus yang konsisten membahasnya, jangan waktu tertunda-tunda terus. Jumat kemarin mau pembahasan nggak jadi lagi,” ujarnya. Ketua Fraksi Partai Golkar H Sudibyo SE MM menegaskan terus mendorong RAPBD-P 2017 segera diselesaikan, karena di dalamnya mengakomodasi kepentingan seluruh stakeholder terutama masyarakat. Tidak melulu soal kepentingan hak anggota dewan. Terkait polemik Perbup hak keuangan DPRD yang belum ditetapkan bupati, hal tersebut menurutnya hanya sebagian kecil saja. “Jadi jalan pikirannya harus runtut, RAPBD-P 2017 itu disusun berdasarkan sejumlah dasar hokum. Mulai dari UU APBN-P 2017, regulasi-regulasi turunan di pusat seperti PP, peraturan menteri keuangan, regulasi di provinsi seperti Pergub dan lainya termasuk Perbup hak keuangan DPRD itu sebagian kecil saja,” ungkapnya. (azs)

Tags :
Kategori :

Terkait