Pilwu Serentak, Minim Partisipasi Perempuan

Rabu 04-10-2017,19:07 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

INDRAMAYU – Pemilihan Kuwu (Pilwu) Serentak 2017 dipastikan sepi dari keterlibatan kaum perempuan. Buktinya, dari 138 desa yang menggelar Pilwu Serentak, sangat sedikit jumlah perempuan yang mendaftar sebagai bakal calon kuwu (balonwu). Kecamatan Kroya, misalnya. Dari 15 pendaftar di empat desa yang melaksanakan Pilwu yakni Desa Kroya, Jayamulya, Sumberjaya, Sukamelang dan Sumbon, hanya ada satu balonwu perempuan. Demikian pula terjadi di Kecamatan Kandanghaur. Tercatat hanya satu balonwu perempuan dari 28 pendaftar di tujuh desa yaitu Parean Girang, Bulak, Kertawinangun, Soge, Curug, Pranti dan Karangmulya yang menggelar Pilwu. Fenomena serupa juga terjadi di Kecamatan Gabus Wetan. Dari 16 balonwu semuanya didominasi kaum laki-laki. Hanya ada dua balonwu perempuan pada pilwu di Desa Gabus Wetan, Gabus Kulon, Sekarmulya, Rancamulya, Babakan Jaya dan Rancahan. Tak terkecuali di Kecamatan Bongas. Tercatat ada satu balonwu perempuan dari 21 pendaftar pada Pilwu serentak di lima desa yaitu Cipedang, Kertamulya, Plawangan, Cipaat dan Sidamulya. Banyak yang menduga, rendahnya minat perempuan untuk mendaftar sebagai balonwu disebabkan masih adanya persepsi yang menganggap politik atau kepemimpinan urusan kaum laki-laki. Di samping itu, ada kecenderungan para perempuan mungkin tidak mau repot. “Tapi menurut saya, dominan lebih karena faktor SDM. Terlebih, ajang pilwu ini memang lebih panas ketimbang pemilihan legislatif ataupun kepala daerah,” ungkap Nurohim, pemerhati pilwu dari Kecamatan Kroya, kepada Radar, Selasa (3/10). Sejatinya lanjut dia, di era sekarang ini perempuan banyak yang memiliki potensi dan peluang yang sama dengan kaum laki-laki untuk menjadi pemimpin. Hal itu pun ditegaskan dalam regulasi yakni Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa yang memberi peluang bagi perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan, pembangunan, dan perekonomian desa. UU Desa secara tegas melarang adanya diskriminasi, termasuk diskriminasi terhadap perempuan. Dengan demikian, perempuan memiliki peluang yang sama besarnya dengan laki-laki, selain untuk berpartisipasi aktif dalam aspek-aspek tersebut di atas, juga dalam berkompetesi untuk menempati posisi-posisi strategis di desa. Terlebih dengan syarat calon kepala desa yang tidak terlalu berat. Yaitu warga negara Indonesia, telah tinggal di desa tersebut sekurang-kurangnya satu tahun, berpendidikan minimal SMP/SLTP dan berusia sekurang-kurangnya 25 tahun. Tapi memang, untuk pesta perpolitikan tingkat desa, faktor kultur dan paradigma masyarakat kurang memihak kepada kaum perempuan. “Politik di pilwu ini kuat sekali sentimennya. Bahkan kadang penilainnya bukan karena tingginya pendidikan, besarnya modal atau elektabilitas calon. Tapi karena faktor kedekatan keluarga atau ikatan emosional,” tandas dia. (kho)

Tags :
Kategori :

Terkait