Dewan Pengupahan Tanggapi Santai Ancaman Buruh

Jumat 10-11-2017,16:31 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON-Penolakan para buruh terkait hasil pleno Dewan Pengupahan dan ancaman mereka melakukan demo, ditanggapi santai Dewan Pengupahan Kabupaten Cirebon. Kepala Disnakertrans yang juga Ketua Dewan Pengupahan, Drs H Abdullah Subandi MSi, mempersilakan para buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) dan lainnya, untuk dapat menyampaikan aspirasinya. \"Aksi besok (Jumat, red) memang aksi nasional, tidak hanya Kabupaten Cirebon. Perjuangan buruh adalah tuntutan perjuangan mulia, sehingga semua pihak perlu mendukung. Dukungan juga perlu untuk terus mengembangkan cara-cara mulia,\" kata Abdullah kepada Radar. Terkait sejumlah buruh yang sebelumnya menolak menandatangani berita acara hasil pleno penetapan UMR Kabupaten Cirebon 2018, dinilai hal wajar. \"Tiap tahun memang begitu, dari peserta rapat pleno berjumlah 23 orang mulai dari Pemerintah, Apindo, buruh, akademisi, BPS, dan lain-lain, 90 persen menyetujui. Itu artinya memenuhi kuorum,\" bebernya. Sementara itu, Ketua DPC SPN Kabupaten Cirebon, Acep Sobarudin bersama rekan-rekannya tetap akan berangkat ke istana negara untuk menyuarakan penolakan aturan PP No 78 tahun 2015. \"Di dalam PP itu jelas-jelas merugikan para buruh, karena hanya berlandaskan inflasi tanpa survei keseluruhan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Jadi, kami ratusan buruh Cirebon tetap berangkat ke Jakarta. Mudah-mudahan perjuangan ini membuahkan hasil,\" katanya. Terpisah, DPRD Kabupaten Cirebon menganggap wajar aksi protes serta penolakan para buruh atas penetapan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Cirebon. Sebab, kebutuhan masyarakat selalu meningkat setiap tahunnya. Apalagi, bagi mereka yang telah berkeluarga. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon Hj Yuningsih MM mengatakan, UMR setiap tahun itu naik, dan tahun 2018 dewan pengupahan menetapkan Rp1.873.702. Angka tersebut dinilai cukup jika melihat dari iklim pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Cirebon. “Kami juga menyadari, bahwa UMR Rp1.873.702 bagi buruh itu kurang. Apalagi, bagi mereka yang sudah berkeluarga. Sedangkan istrinya tidak hanya sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT). Tapi, kondisi ekonomi kita belum mampu agar UMR di angka Rp2 juta ke atas. Sedangkan bagi yang lajang, Rp1.873.702 lebih dari cukup,” ujar Yuningsih kepada Radar. Menurutnya, bagi para buruh yang tidak puas dengan hasil pleno UMR dewan pengupahan, pihaknya akan menampung aspirasi dan memfasilitasi para buruh dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Cirebon. Namun, penyampaikan aspirasi itu tidak harus anarkis. “Kami sebagai wakil rakyat, apa yang menjadi tuntutan buruh akan kami perjuangkan,” tuturnya. Dia mengaku, pemerintah daerah ingin masyarakat lokal bekerja di daerahnya sendiri dengan menyediakan lapangan kerja dan memberikan hak yang layak. Namun, untuk mewujudkan itu semua perlu ada investor. “Sekarang investor masuk ke Kabupaten Cirebon karena di kota-kota besar UMR-nya di angka Rp3 juta ke atas. Sedangkan, Cirebon masih di angka Rp1,8 juta. Wajar ketika banyak investor melakukan ekspansi ke Kabupaten Cirebon.  Masuknya investor tentu agar penduduk lokal bisa bekerja di perusahaan tersebut,” terangnya. Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Cirebon H Mustofa SH menambahkan, untuk memberikan UMR kepada para buruh sesuai keputusan atau hasil pleno dewan pengupahan, tentunya sudah mempertimbangkan segala sesuatu, sehingga batas rasional UMR Kabupaten Cirebon Rp1.873.702. “Artinya, pemberian upah pun harus dilihat dari kemampuan perusahaan dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Cirebon,” singkatnya. (via/sam)

Tags :
Kategori :

Terkait