Ini Kata MUI Terkait Dihentikannya Kasus Viktor Laiskodat

Kamis 23-11-2017,18:30 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

JAKARTA-Penyelidikan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ketua Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Viktor Laiskodat dihentikan oleh kepolisian. Sebelumnya, Viktor dilaporkan atas pidatonya yang menyebut sejumlah partai politik mendukung pro-khilafah dan intoleran. Adapun pelapornya adalah Partai Gerindra, PAN, Demokrat, dan PKS. Viktor dituduh melanggar Pasal 156 KUHP atau UU Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Herry Rudolf Nahak mengatakan, penyidik tak bisa menindaklanjuti kasus dugaan ujaran SARA Viktor Laiskodat. Sebab, ia disebut memiliki hak imunitas sebagai anggota DPR. Berdasarkan penyelidikan, pidato kontroversial Viktor yang diduga berbau SARA itu dilakukan saat Viktor melaksanakan tugas sebagai anggota Dewan. Saat itu, anggota Dewan menjalani masa reses dan menemui konstituen di daerah pemilihan (dapil)-nya. “Itu kita dapat informasi bahwa dia laksanakan pada saat reses dan melaksanakan tugas. Ada surat tugas. Sehingga berlaku hak imunitas diatur Undang-Undang MD3. Itu berarti hak imunitas anggota DPR. Sudah hasil penyelidikan,” kata Herry. Dihentikannya penyelidikan kasus Viktor itu juga mendapat sorotan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid angkat bicara. Tauhid mengakui jika sejak awal MUI juga sudah meminta agar kasus yang menimpa anak buah Surya Paloh itu harus diselesaikan melalui jalur politik dan hukum. MUI pun sejak awal meminta agar kasus ini tidak perlu ditarik menjadi persoalan antar umat beragama. “Karena resikonya terlalu berat, akan menimbulkan perpecahan di kalangan umat beragama. Padahal persoalannya kan masalah politik,” kata Tauhid. Pertimbangannya kata Tauhid, jika ditempuh melalui jalur partai politik, maka diharapkan semua pihak bisa bermusyawarah dan mengedepankan kekeluargaan. Namun jika tidak bisa, baru diselesaikan lewat jalur hukum. Akhirnya, jalur hukum pun sudah berhasil dilalui dan mengeluarkan keputusan. “Proses hukum kan sudah berjalan. Kita harus hormati putusan hukum itu, apa pun hasilnya. MUI meminta kepada semua umat Islam untuk tidak terpancing dan terprovokasi dengan ajakan untuk melakukan gerakan yang dapat menimbulkan gesekan antarumat beragama,” kata Tauhid. Lebih lanjut, MUI kata Tauhid juga meminta kepada para politisi dan elit partai agar tidak menggunakan isu agama sebagai komoditas politik dan bahan agitasi kampanye. Pasalnya hal itu sangat rentan menimbulkan konflik berlatar suku, agama, ras dan agama. “Elit politik harus berhati-hati dalam memilih diksi atau pilihan kata dalam menyampaikan pidato sehingga tidak masuk ke wilayah SARA,” tegas Tauhid. (ysp/pojoksatu)  

Tags :
Kategori :

Terkait