Fraksi Gerindra Tolak Pasal Penghinaan Presiden

Kamis 08-02-2018,07:35 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA - Bila anggota Fraksi Nasdem, Taufiqulhadi mengatakan bahwa semua fraksi telah menyetujui pasal penghinaan presiden ini, tidak demikian dengan Fraksi Gerindra. Anggota DPR Fraksi Gerindra, Nizar Zahro, justru menolak adanya pasal penghinaan presiden dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang kini tengah dibahas di DPR. \"Bila pasal tersebut jadi disahkan, Indonesia akan kembali ke era Orde Baru, dimana mengkritik presiden akan menjadi momok yang sangat menakutkan,\" kata Nizar di Komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (7/2). Pasal mengenai penghinaan presiden dimasukan dalam Pasal 263 ayat (1) RKUHP. Dalam pasal ini dikatakan bahwa setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV. \"Sangat mengerikan. Karena akan mengancam kebebasan berekspresi. Penguasa dapat semena-mena menerapkannya untuk membungkam para pengkritiknya,\" ucapnya. Selain itu, Nizar juga menilai, pasal tersebut ingin memposisikan presiden sebagai anti kritik. Bahkan, presiden ingin dijunjung bagaikan raja, dimana seluruh sabdanya harus diikuti rakyat. \"Tidak ada ruang untuk mengkritik. Siapa pun yang mengkritik, akan berhadapan dengan penjara,\" jelasnya. Oleh karena itu, lanjutnya, sebelum RUU KUHP diketuk palu, maka pasal-pasal yang mirip lesse majeste atau pasal yang bertujuan melindungi martabat keluarga Kerajaan Belanda, harus dihapuskan. \"Indonesia sudah diakui dunia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Jangan sampai mundur menjadi feodalistik kembali,\" pungkasnya. (bis)

Tags :
Kategori :

Terkait