Begini Makna Imlek di Mata Milenial dan Generasi Z

Kamis 15-02-2018,20:05 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

Xinnián hao ya! Xinnián hao ya zhùhè dàjia xinnián hao, women chàng ge , women tiàowu , zhùhè dàjia xinnián hao! PENGGALAN lagu Xinnián Hao Ya di atas, belakangan kerap dinyanyikan untuk menyambut Imlek. Selain lagu tersebut yang kian akrab di telinga, nuansa merah jadi salah satu yang tak boleh terlupakan dari perayaan Imlek. Dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa, merah merupakan lambang kebahagiaan. Jangan heran, ketika warna ini begitu dominan. Selain simbol-simbol dan ornamen, Imlek juga dimaknai dalam beragam perspektif. Terutama yang diutarakan generasi milenial dan z. Dari mereka yang belasan usianya, sampai pertengahan usia 30-an. Stella Nathaniam salah satunya. Imlek sangat dinantikan Stella. Paling tidak, ada momen bagi seluruh anggota keluarganya berkumpul dan berbagi kasih. “H-1 itu kita sembahyang untuk orang-orang yang sudah nggak ada. Hari H-nya biasanya kita keliling ke keluarga dan kerabat,” tutur Mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Maranatha, Bandung ini. Tak hanya Stella. Keluarga besarnya termasuk yang tinggal di luar kota juga datang berkunjung. Di hari H Imlek, ia dan keluarga biasa berkeliling untuk saling bermaafan. “Yang paling ditunggu itu kumpul-kumpul karena yang dari jauh juga biasanya datang,” tuturnya. Christine Aliwinoto juga sangat menantikan suka cita Imlek. Terutama kebersamaan keluarga. Dari momen ini diharapkan tahun yang baru membawa berkah dan kebahagiaan. \"Lebih ke banyak bersyukur saya memaknainya. Artinya sudah satu tahun dilewati, dan ini jadi tahun yang baru. Bersyukur karena diberi keselamatan dan bisa berkumpul bersama keluarga di rumah,\" kata siswa SMAK Penabur Cirebon itu. Momen Imlek ini dijadikan sebagai momen pertemuan keluarga besar. Diakui Christine, keluarga besarnya yang berasal dari luar kota akan berkumpul bersama dan merayakan momen malam tahun baru bersama-sama. \"Kalau Imlek ini semua keluarga sampai yang dari luar kota sekalipun akan kumpul di rumah. Masak bareng sama popo dan nenek dan saudara lainnya. Jadi momen kebersamaan dan kekeluargaannya itu kental sekali kalau sudah Imlek,\" katanya. Sebagai generasi muda yang hidup di negara dengan aneka ragam suku, budaya dan agama, ia paham betul bahwa toleransi sangatlah penting dan wajar di negara ini. Perayaan Imlek yang mulai terasa di berbagai sudut kota membuatnya semakin yakin bahwa toleransi di masyarakat masih tinggi. Dan ini bisa menandakan bahwa masyarakat Indonesia semakin harmonis. \"Tahun baru ini yang pasti pengen lebih baik lagi. Jadi imlek ini ada dan semakin besar toleransi antar masyarakatnya. Sehingga nanti akan timbul persatuannya. Terus pengennya juga perayaan tahun baru imlek ini ikut dirayakan sama-sama sebagai bentuk toleransi,\" paparnya. Imlek sebagai ajang berbagi kebahagiaan bersama orang-orang terdekat diakui Lydia (17). Siswi SMA Santa Maria itu memaknai imlek dengan sebuah momentum mendekatkan yang jauh. Dalam hal ini, perayaan bersama keluarga besar. \"Kalau nggak Imlek itu kan jarang kumpul bersama keluarga besar, jadi momen imlek ini yang pas,\" akunya. Mulai dari satu hari sebelum perayaan tahun baru, seluruh keluarga sudah berkumpul. Rumah oma (nenek) jadi yang dituju. Mengikuti tradisi yang sudah ada bertahun-tahun untuk merayakan Imlek dan berkumpul di rumah orang yang dituakan di keluarga. \"Kalau tradisi sih mungkin lebih ke Kiong Hi ke orang tua dan minta maaf kalau selama ini ada salah sama mereka sebagai tanda hormat dan terima kasih kami yang muda. Setelah itu baru yang ditunggu-tunggu, angpaonya,\" terangnya. Begitu pula dengan Michael Gilbert. Siswa jenius asal SMAK Penabur Cirebon yang baru saja mendapat funding untuk dapat kuliah di Amerika Serikat. Tentunya momen Imlek ini menjadi tahun terakhirnya untuk berkumpul bersama keluarga sebelum ia berangkat ke negeri Paman Sam. Meski di keluarga sudah tidak lagi merayakan dengan hal yang spesial, berkumpul bersama sudah cukup baginya. Menurut Gilbert, hari besar tahun baru ini lebih kepada menyebar cinta dan kebahagiaan kepada semua orang. Terlebih lagi ketika kini melihat kondisi masyarakat Indonesia yang mudah tersulut api. “Rasa dan karakter toleransi yang sudah menjadi identitas negeri ini harus dipertajam kembali,” tandasnya. Merenungi pencapaian, kesalahan, dan hal-hal lainnya diakui Gilbert sebagai peringatan ketika kembali bertemu dengan Imlek. Untuk itu, momen Imlek ini dapat dijadikan sebagai ajang memperkuat toleransi dan memperkuat hubungan keluarga besarnya. \"Saya pribadi keluarga inti merayakannya dengan sederhana saja. Berkumpul dan masak-masak sederhana. Biasanya kita sekeluarga besar akan kumpul di rumah nenek untuk merayakannya. Nanti dari sana, makan makanan menu khas Imlek seperti kue keranjang, rebung dan lainnya,\" ujarnya. Tambah Gilbert, keluarga besarnya masih merayakan Imlek dengan menyuguhi para leluhur. Istilahnya sembahyang. Di sana akan disajikan berbagai makanan yang sebelumnya di masak bersama. “Dari keluarga papa sendiri masih merayakannya dengan sembahyang. Masaknya bareng-bareng, makannya pun bareng-bareng. Mungkin di sini momennya,\" ungkapnya. Merayakan bersama keluarga sudah pasti. Tapi bisa merasakan makanan khas yang ada di tahun baru jadi yang paling favorit dari gadis yang satu ini. Clara Clarinta Tarabelva Aldawira (17). Menuai kebaikan dimaknai Clara dalam perayaan Imlek ini. Macam-macam kebaikan didapat. Selain kebaikan yang didapat, tidak lupa juga untuk dapat baik kepada sesama. Sehingga bukan perihal mendapatkan saja, tapi banyak memberi kebaikan pun jadi poinnya. Sekadar memberikan kebahagian sederhana jadi caranya. \"Imlek itu menurut aku waktu di mana kita untuk menuai macam-macam kebahagiaan dan kebaikan. Berkumpul bersama, makan bersama keluarga pun sudah jadi salah satu kebaikan dan kebahagiaan kita,” tuturnya. Kebersamaan diharapkan dapat menjadi titik awal yang baik untuk memulai tahun baru. Menjadi momen untuk saling berbagi cinta dan kasih kepada sesama. (myg)

Tags :
Kategori :

Terkait