Politisi Ramai-Ramai Tolak Aturan Khutbah dari Bawaslu

Jumat 16-02-2018,16:05 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

JAKARTA-Situasi sosial masyarakat Indonesia tidak sedang nyaman. Menyusul aksi semacam terror terhadap pemuka agama dan tokoh Islam. Bahkan melebar ke agama lain, seperti Khatolik dan Buddha. Ehh, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) malah mengeluarkan aturan yang bisa dikatakan memperkeruh situasi social itu. Di mana Bawaslu berencana merumuskan materi khutbah dalam pelaksanaan Pilkada 2018 serentak. Sontak, rencana itu menuai kontra tanpa pro. Karena dianggap, justru akan menambah panas situasi politik di tengah mulai musim kampanye Pilkada 2018 serentak. Pasalnya, sangat sensitive. Apalagi Bawaslu selaku salah satu pihak penyelenggara pemilu. Sehingga dinilai tak boleh mengatur terlalu teknis. Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Taufik Kurniawan langsung bereaksi. Wakil Ketua DPR itu menilai, secara umum aturan mengenai larangan kampanye hitam dalam pilkada, sampai seberapa jauh Bawaslu bisa membendung transparansi publik yang sangat pesat. Sedangkan yang perlu digaris bawahi, bagaimana Bawaslu bisa menghalangi dan menelusuri terkait kampanye hitam yang ada di media sosial. “Menurut saya pengaturan mengenai hal-hal sangat sensitif itu jangan sampai terlalu ditekniskan. Karena malah semakin memanaskan situasi. Bukan saja kepada pihak-pihak yang terkait yang mengatur itu. Serahkan kepada aparat terkait seperti Kepolisian dan Kejaksaan yang khususnya mengatur isu tentang SARA. Kalau Bawaslu membuat aturan sendiri aparat penegak hukum nanti bingung,” ungkap Taufik yang juga Wakil Ketua Umum PAN. Dalam konteks yang mengatur masalah pemilu, lanjut Taufik, Bawaslu sebaiknya lebih banyak merujuk pada ketentuan peraturan yang berlaku. Misalnya, bekerja sama dengan aparat yang terkait, Kepolisian. “Selain itu, lebih efisien kalau bisa ditindak lanjuti Kejaksaan dan teknisnya diatur dengan aturan larangan kampanye hitam bernuansa SARA,” tukasnya. Koordinator bidang Pemenangan Pemilu Partai Golkar Nusron Wahid secara tegas tidak setuju wacana tersebut. “Yang diatur harusnya jangan materi khotbah. Yang diatur harusnya tentang model kampanye ataupun menggunakan instrumen mesjid, tempat ibadah, dan acara ibadah untuk kepentingan politik atau kepentingan pemilu,” kata Nusron di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta kemarin. Jika yang diatur materi khotbahnya, nilai Nusron, dia khawatir para khatib mempersepsikan sebagai pihak yang tak tahu soal tata cara khotbah. Padahal pihaknya sendirilah yang sehari-hari berkhotbah. “Karena kalau yang diatur itu (materi khutbah, red), khatibnya itu menganggap khatibnya nggak ngerti persoalan, padahal, tidak seperti itu. Jadi yang diatur adalah aturan tentang tidak boleh ada konten dan materi yang berkaitan dengan kampanye di tempat ibadah. Yang menggunakan metode ataupun instrumen khotbah, itu saja,” imbuhnya. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa\'adi mengaku mendukung rencana Bawaslu. Tapi, kata dia, MUI meminta penjelasan dari Bawaslu lebih dulu. Terkait dengan rencana tersebut, apakah yang dimaksud itu menyusun materi khotbah atau membuat pedoman khotbah. Ulama Muslim Misbahul Ulum dengan tegas menolak. Dia bahkan mempertanyakan dan meminta Bawaslu untuk memberikan penjelasan terkait apa itu Sara. “Bawaslu selalu menyerukan pemilu Indonesia harus jauh dari isu-isu SARA. Apakah memang menurut konstitusi kita pilihan dalam pemilu berdasarkan primordialisme agama dan suku dilarang?,” tandasnya. (aen/awa)

Tags :
Kategori :

Terkait