Polri Serius Jaga Tokoh Agama, Jabar Jadi Prioritas

Selasa 20-02-2018,15:04 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

JAKARTA-Insiden penyerangan terhadap sejumlah tokoh agama dan tempat ibadah menyita perhatian Polri. Tidak  hanya menangani setiap kasus dengan kekuatan penuh, pejabat teras Polri bakal turun langsung ke seluruh daerah di Indonesia. Wakapolri Komjen Syafruddin menyampaikan keterangan itu pasca memimpin video conference dengan pejabat teras Mabes Polri di Jakarta Senin pagi (19/2). Jenderal polisi bintang tiga itu mengatakan dia bersama Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian secara bergantian akan memberi arahan langsung kepada para kapolda. “Besok (hari ini) saya berkunjung ke Jawa Barat (Jabar), Jogja (Jogjakarta), dan Jawa Timur (Jatim),” ungkap dia. “Nanti semuanya akan dikunjungi,” tambah mantan kapolda Kalimantan Selatan (Kalsel) tersebut. Kunjungan itu sengaja dilakukan oleh Tito dan Syafruddin dalam rangka meningkatkan pengamanan terhadap pemuka agama dan setiap tempat ibadah. Menurut Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto, langkah itu diambil instansinya guna menindaklanjuti insiden penyerangan yang terus terjadi belakangan ini. “Menjadi penting karena beberapa waktu lalu ada kejadian-kejadian yang memang faktanya ada penganiayaan kepada tokoh agama,” ucap pria yang akrab dipanggil Setyo tersebut. Untuk itu, dalam video conference wakapolri memerintahkan seluruh kapolda menggerakkan para kapolres di daerah masing-masing. Tujuannya tidak lain agar mereka meningkatkan keamanan setiap tempat ibadah. Semua dilakukan melalui pendekatan tokoh agama. Khusus di Jabar, Jogja, dan Jatim, Mabes Polri turut turun tangan. “Mabes Polri mem-back up, Mabes Polri mengirimkan anggota untuk membantu mengungkap (sampai) tuntas,” terang dia. Setyo menyampaikan bahwa Polri tidak main-main menangani setiap kasus tersebut. Mengingat tidak hanya membuat satu dua orang menjadi korban, insiden itu turut mengakibatkan trauma. Bahkan, memicu polemik. “Polri serius mengungkap kasus-kasus yang terjadi dengan mengirim tim khusus ke Polda Jabar, Jabar, dan Jatim,” ujarnya. Secara teknis, sambung dia, wakapolri akan menyampaikan arahan langsung kepada para kapolda. Berkaitan insiden terbaru di Lamongan dan Lumajang, aparat kepolisian kedua daerah sudah menindaklanjuti. Namun, tidak semua informasi yang beredar cepat itu betul terjadi. “KH Mubarok (Lamongan) telah memberi klarifikasi,” imbuh Setyo. Begitu pula dengan perusakan Pura di Lumajang. Menurut Setyo, Polda Jatim sudah memberikan keterangan bahwa kabar pengrusakan itu tak sesuai fakta. “Termasuk yang merusak masjid di Tuban. Faktanya bukan seperti itu,” jelas dia. Menambahkan keterangan Setyo, Karopenmas Divhumas Polri Brigjen M Iqbal mengungkapkan bahwa saat ini Polri juga tengah mendalami kasus penyerangan Gereja Santa Lidwina Jogjakarta pekan lalu. Sampai kemarin Densus 88 Antiteror masih memeriksa pelaku penyerangan atas nama Suliono di Mako Brimob, Depok, Jabar. Apakah yang bersangkutan masuk jaringan terorisme? “Sedang didalami,” kata Iqbal. Rentetan insiden penyerangan terhadap pemuka agama dan tempat ibadah belakangan ini bukan hanya menyita perhatian Polri. Melainkan turut membuat publik goncang-ganjing. Menurut pengamat terorisme Zaki Mubarok, penyerangan Gereja Santa Lidwina memang jelas dilandasi ideologi teroris. “Tapi, pelakunya individual. Bukan jaringan atau disebut sebagai lone wolf terrorist,” imbuhnya. Namun, lain halnya dengan serangan yang ditujukan kepada pemuka agama dan tempat ibadah. Zaki tidak yakin serangan tersebut digerakan oleh jaringan atau kelompok teroris. Mengingat target teroris yang beraksi di Indonesia bukan tokoh agama. Melainkan aparat kepolisian. “Dalam lima tahun terakhir yang jadi target teroris kebanyakan adalah polisi,” terang dia. Untuk itu, dia menyampaikan bahwa cara pandang maupun perlakuan terhadap penyerangan Gereja Santa Lidwina dengan serangan kepada sejumlah tokoh agama tidak boleh dipukul rata. Tapi, agar tidak semakin membuat masyarakat resah, Polri harus memproses seluruh kasus tersebut secara lebih transparan dan partisipatif. “Biar trust tumbuh dan hilang kecurigaan,” ungkapnya. Selain itu, pendekatan kultral yang disampaikan oleh Setyo penting untuk dilakukan. ”Terutama untuk saat ini dengan tokoh-tokoh muslim setempat. Perlu lebih diintensifkan serta diperkuat,” tambah pengamat dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu. Senada dengan Zaki, Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Unversitas Padjajaran (Unpad) Muradi menyampaikan bahwa serangan terhadap tokoh agama bukan dilakukan jaringan atau kelompok teroris. “Saya kira mereka tidak terlibat,” imbuhnya. Malahan, dia berpandangan, nuansa politik lebih kental dalam sejumlah serangan yang sudah terjadi. Menurut dia, besar kemungkinan itu dilakukan lantaran persaingan di tahun politik semakin panas. (syn)

Tags :
Kategori :

Terkait