Alat Tangkap Krendet Rajungan Buatan Dedi Supriadi Ramah Lingkungan

Selasa 03-04-2018,19:01 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

Rajungan menjadi komoditi yang paling dicari nelayan. Karena harganya tinggi. Namun sebagian besar nelayan yang menangkap rajungan masih menggunakan alat tangkap yang tak ramah lingkungan. Seperti Arad, Garok maupun Appolo. Padahal, alat tangkap tersebut dilarang, karena tidak ramah lingkungan. Lalu apa solusinya? JAMAL SUTEJA, Cirebon Krendet rajungan bisa menjadi solusi untuk alat tangkap rajungan yang ramah lingkungan. Pembuatnya adalah Dedi Supriadi, seorang doktor lulusan Universitas Brawijaya Malang. Alat tersebut merupakan hasil modifikasi dari krendet lobster yang terbarukan. Apabila krendet lobster memiliki bentuk bulat. Krendet rajungan ini dibuat dengan bentuk empat persegi dengan ukuran 1 x 0,5 meter. Ukuran ini paling ideal, agar pemasangan alat tangkap tersebut di dasar laut, tidak memakan tempat yang terlalu luas. Modifikasi selanjutnya, kata Dedi, krendet rajungan ini, dibuat bantalan sebagai alas supaya alat tidak tenggelam. Bedanya lagi, kalau krendet lobster biasanya dipasang di habitat karang. Sementara untuk krendet rajungan ditempatkan di lumpur yang berpasir. Sesuai dengan habitat rajungan yang menyukai tempat berlumpur pasir. “Ini dibuat dengan biaya yang murah, karena kita konsepnya juga zero waste. Jadi memanfaatkan bahan jarring-jaring bekas,” tutur Wakil Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Untag Cirebon itu. Pembuatan krendet rajungan ini, cukup sederhana. Cukup menggunakan tangan, dan menyiapkan bahan-bahan seperti besi dan jaring. Jaring dibuat tiga lapis dengan kerapatan berbeda-beda. “Konsep alat tangkap ini menggunakan sistem trap atau perangkap, sehingga harus memerlukan umpan,” jelasnya. Dedi sendiri menghitung untuk pembuatan alat tangkap ini diperkirakan sekitar Rp20 ribu. Dengan syarat memanfaatkan bahan-bahan limbah jaring bekas. “kita akan uji coba dalam waktu dekat, terutama untuk mengetes umpannya,” tuturnya. Untuk mengetes umpan ini, kata Dedi, dia sudah mempelajari karakteristik rajungan. Karena rajungan ini termasuk hewan air yang nocturna atau makan saat malam hari, juga memiliki karakteristik menyukai makanan yang berbau busuk. Sehingga umpan akan dicoba dari limbah ikan yang terbuang. Juga akan mencoba memakai umpan lain seperti bekeciot. “Mana yang akan banyak tangkapannya. Kita akan gunakan, sebab kita buat alat ini juga untuk meningkatkan hasil produksi nelayan rajungan,” jelasnya. Perdana, pihaknya bersama dibantu dengan enam mahasiswa Untag, sudah membuat sekitar 50 unit. Saat uji coba itu, Dedi akan meneliti juga mengenai keberhasilan umpan, mengukur jarak ideal, kedalaman ideal, komposisi, dan lama perendaman. Rajungan sendiri, biasanya bisa ditangkap oleh nelayan di pesisir pantai sekitar 4 mil, dengan kedalaman 7 meter. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait