Polemik Gedung Negara, Budayawan Cirebon Bakal Somasi BKPP

Selasa 10-04-2018,10:35 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

PROTES para budayawan terkait perubahan lantai marmer di tangga depan Gedung Negara (Gedung Kresidenan Krucuk) dengan batu alam terus berlanjut. Para budayawan dan mahasiswa Sejarah Peradaban Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon pun mengkaji adanya dugaan pelanggaran terhadap perbaikan benda cagar budaya tersebut. Muh Muhtar Zaidin dari Rumah Budaya Pasambangan Jati mengatakan, perlindungan cagar budaya sudah ada acuannya. Yakni UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Menurut dia, perlu ada kajian terkait aturan main dalam merenovasi cagar budaya. Apalagi Gedung Negara sudah terdafatr sebagai Benda Cagar Budaya (BCB) yang ditetapkan melalui SK Walikota Cirebon. “Kalau bicara masalah pelanggaran, tentu kita harus jelas acuannya. Apa yang dilanggar. Dan dari acuan UU itu kita bisa menyimpulkan ada pelanggaran,” katanya saat ditemui Radar Cirebon di Gedung Kesenian Nyi Mas Rara Santang, kemarin. Dalam UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya terutama paragraf 5 pasal 77 soal pemugaran, benda cagar budaya yang rusak dilakukan untuk mengembalikan kondisi fisik dengan cara memperbaiki, memperkuat, dan atau mengawetkan melalui pekerjaan rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi dan restorasi. Pemugaran harus memperhatikan keasilan bahan, bentuk, tata letak, gaya, dan teknologi pengerjaan. Juga memerhatikan kondisi semula dengan tingkat perubahan kecil. Serta memerhatikan kompetensi pelaksana di bidang pemugaran. Sehingga pemugaran tidak dikerjakan oleh sembarang orang. Adanya aturan itu, sudah jelas bahwa perbaikan sekecil apapun dalam benda cagar budaya sudah seharusnya bisa mengacu pada UU Pelestarian Cagar Budaya. Ketua Komunitas Amparan Jati, Akbarudin Sucipto meminta agar Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (BKPP) Wilayah III Provinsi Jawa Barat untuk menghentikan pekerjaan perbaikan lantai marmer yang berada di Gedung Negara. “Kalau kami, meminta kepada BKPP agar hentikan pekerjaan tersebut,” tandas Akbar. Karena, sambung Akbar, dengan adanya ketetapan Gedung Negara sebagai Benda Cagar Budaya, maka ketika ada perbaikan harus tetap merujuk pada aturan main yang sudah ditetapkan. Apalagi perbaikan itu tanpa konsultasi dengan Tim Ahli Cagar Budaya dan juga Dinas Kepemudaan Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (DKOKP). “Meskipun pimpinan BKPP punya pertimbangan lain, misalnya karena lantai tersebut memang sudah rusak. Tapi tetap harus sesuai aturan,” jelasnya. Menurut Akbar, apabila hal ini tidak ditanggapi secara serius oleh BKPP Wilayah III Provinasi Jawa Barat, maka para budayawan berencana akan menyiapkan somasi kepada BKPP. Pelestarian cagar budaya, kata Akbar, bukan masalah sepele. Ini juga sebagai peringatan kepada seluruh para pemangku kebijakan agar lebih peduli terhadap pelestarian cagar budaya. Sehingga tidak sembarangan dalam merenovasi benda cagar budaya. “Kalau pekerjaan tidak dihentikan, kita akan somasi, ini tidak boleh didiamkan,” jelasnya. Perwakilan Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam IAIN SNJ, Siti Ambiah dan Rina Talia menyayangkan adanya perbaikan lantai keramik Gedung Negara tanpa melalui prosedur yang benar. Dia khawatir itu akan mengurani nilai objektif sejarah. Sebab untuk meneliti perlu sumber fisik yang orisinil. Pihaknya juga berharap agar Gedung Negara bisa menjadi tempat publik yang terbuka bagi masyarakat. Sebab Gedung Negara sudah menjadi bagian dari masyarakat Cirebon sejak zama dulu. “Ya kalau ada pergantian material lama, bahkan sampai dilangkan, lalu apa yang bisa dieksplorasi untuk penelitian,” ujar Siti Ambiah. (jml)  

Tags :
Kategori :

Terkait