Musim Tanam Kedua, Puluhan Hektare Sawah Terancam Kekeringan

Selasa 08-05-2018,18:38 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

CIREBON - Memasuki musim tanam kedua (MT II), puluhan hektare sawah di Desa Cidenok, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Majalengka, terancam kekeringan. Kondisinya mulai mengering dan tanah mengalami retak-retak, hingga mengakibatkan sebagian tanaman padi mulai layu dan terancam mati. Salah seorang petani setempat, Nudin (42) menuturkan, sejak masuk musim tanam kedua ini hampir satu bulan terakhir, tidak turun hujan. Dampaknya, kondisi padi miliknya yang baru ditanam mulai mengering dan layu. Kekeringan lahan persawahan tadah hujan miliknya itu terjadi pasca masa tanam kedua sekitar akhir bulan lalu. Padahal, menurut prediksi petani, hingga bulan ini intensitas hujan masih turun. Namun hampir satu bulan lamanya tidak kunjung turun hujan. “Secara adat biasanya bulan Mei ini masih ada curah hujan. Tetapi sejak April, setelah masa tanam kedua, ternyata tidak ada hujan. Mungkin sekarang karena perubahan iklim drastis,” tuturnya kepada Radar Majalengka. Senada dikatakan petani lainnya, Suganda (63). Dirinya mengaku, untuk menyiasati agar lahan persawahannya miliknya tidak mengering serta menjaga tanaman padi tidak layu dan mati, selama ini petani mengairi sawah memakai pompa air. “Sumber air untuk dipompa itu dari sumur bor (pantek) yang sengaja para petani buat di sawah masing-masing. Bagi petani yang sawahnya dekat sungai biasanya mereka memompa dari sungai,” ujarnya.  Namun, karena air sungai mulai surut, para petani membuat sumur pantek. “Pembiayaan untuk mengelola sawah pada musim tanam ini menjadi bertambah. Penyebabnya dikarenakan untuk membeli bahan bakar pompa air membutuhkan biaya. Untuk sebahu (seperempat hektare, red) bisa menghabiskan 24 liter pertalite dan dilakukan selama seminggu sekali,” keluhnya. Di samping itu, kata Suganda, bertambahnya biaya operasional pada musim tanam ini karena sudah tidak adanya bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi atau jenis premium. Dalam satu Minggu petani setempat bisa menghabiskan biaya operasional sebesar Rp 200 ribu lebih. Itu pun hanya untuk pembelian BBM, belum lagi ditambah biaya pupuk dan lainnya. (ono)

Tags :
Kategori :

Terkait