Walah, Pemkot Diserang Tiga Gugatan DAK Rp96 M

Rabu 18-07-2018,11:33 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON–Proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp96 miliar menyeret Pemerintah Kota Cirebon ke meja hijau. Pemkot mendapat tiga gugatan perdata dari kontraktor berbeda. Panitera Muda Perdata PN Cirebon Agus Fatah SH mengatakan, proses perkara tersebut sudah masuk masa persidangan pertama. Sidang ini dilaksanakan karena mediasi gagal disepakati kedua belah pihak. \"Jadwal sidangnya sudah ada,\" ujarnya kepada Radar Cirebon. Pihaknya menerima tiga gugatan perdata atas perkara DAK Rp96 milar tersebut. Dari data Pengadilan Negeri Cirebon, tiga gugatan itu didaftarkan sejak 30 April secara bersamaan. Penggugat pertama atas nama PT Ratu Karya, dengan nomor register 23/Pdt.G/2018/PN CBN. Penggugat kedua atas nama PT Sentra Multikarya Infrastruktur dengan nomor registrasi 24/Pdt.G/2018/PN CBN. Penggugat ketiga atas nama PT Mustika Mirah Makmur dengan nomor registrasi 25/Pdt.G/2018/PN CBN. Dari riwayat perkara, ketiga gugatan itu sejak mulai dari penetapan dan mediasi sudah dilakukan. Hanya saja mediasi buntu, dan dilanjutkan ke sidang berikutnya. Untuk gugatan atas nama PT Ratu Karya, rencanya hari Rabu (18/7) akan dilakukan sidang dengan agenda memberi pendapat kepada penggugat dan tergugat dari permohonan intervensi 1 dan 2 di Ruang Sidang Garuda. \"Yang tergugat Pemkot Cirebon dalam hal ini DPUPR (Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang),\" ucapnya. Data yang dihimpun Radar  Cirebon, pihak penggugat dari PT Ratu Karya menuntut sisa pembayaran Pekerjaan Peningkatan Jalan, Trotoarisasi, Drainase dan Jembatan di Wilayah Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon sebesar Rp19.679.127.840,-. Selain itu, ditambah biaya eskalasi tahun 2017 sebesar 10 persen dan biaya eskalasi tahun 2018 sebesar 10 persen atau sejumlah Rp8.199.636.600,-. Ada juga pekerjaan tambahan Pekerjaan Peningkatan Jalan, Trotoarisasi, Drainase dan Jembatan di Wilayah Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon dengan pengaspal dan rigid 4,6 persen sesuai dengan data gambar kerja proyek sejumlah Rp1.885.916.418,-. Sedangkan penggugat kedua dari PT Sentra Multikarya Infrastruktur menuntut pemkot membayar sisa pembayaran Pekerjaan Peningkatan Jalan, Trotoarisasi, Drainase dan Jembatan di Wilayah Kecamatan Kejaksan dan Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon  dari Dana Alokasi Khusus Tambahan sebesar Rp9.500.899.020,-. Ditambah biaya eskalasi tahun 2017 sebesar 10 persen dan biaya eskalasi tahun 2018 sebesar 10 persen atau sejumlah Rp 4.419.022.800,-. Pembayaran atas pekerjaan tambahan Pekerjaan Peningkatan Jalan, Trotoarisasi, Drainase dan Jembatan di Wilayah Kecamatan Kejaksan dan Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon 16 persen sesuai dengan data gambar kerja proyek sejumlah Rp3.353.218.240,- secara sekaligus. Sementara penggugat ketiga dari PT Mustika Mirah Makmur juga menuntut pemkot membayar sisa pembayaran pekerjaan Peningkatan Jalan, Jembatan, Trotoarisasi, Drainase Tepi Jalan di Wilayah Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon sebesar Rp11.749.211.900,- serta biaya eskalasi tahun 2017 sebesar 10 persen dan biaya eskalasi tahun 2018 sebesar 10 persen atau sejumlah Rp 4.904.016.880. Serta pembayaran pekerjaan tambahan Pekerjaan Peningkatan Jalan, Jembatan, Trotoarisasi, Drainase Tepi Jalan di Wilayah Kecamatan Kesambi dan Kecamatan Pekalipan Kota Cirebon 10 persen sesuai dengan data gambar kerja proyek sejumlah Rp2.554.176.500, secara sekaligus. Kepala Bidang Bina Marga DPUPR, Hanry David membenarkan, perkara tersebut ada di ranah perdata. Sampai dengan sekarang, semua hasil pekerjaan, mulai dari betonisasi, pembangunan trotoar hingga drainase, belum diserahterimakan.  \"Penyelesaian DAK Rp96 miliar itu masih berproses di pengadilan. Itu menjadi urusan perdata antara pemkot dengan tiga kontraktor,” ujar Hanry. Serah terima pekerjaan sendiri hingga kini menunggu putusan pengadilan. Kontraktor juga seharusnya masih bertanggung jawab atas hasil pekerjaan. Termasuk bila ada kerusakan. Dengan kondisi ini, pemkot juga tidak bisa melakukan perbaikan terhadap trotoar maupun hasil betonisasi yang rusak. David menjelaskan, tiga kontraktor yang melaksanakan proyek tersebut mengklaim hasil pekerjaan progress-nya lebih dari 75 persen. Padahal menurut perhitungan tim konsultan yang diterjunkan pemkot, termasuk Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) dari internal DPUPR, penyelesaian pekerjaan tak sampai pada angka 70 persen. (jml)

Tags :
Kategori :

Terkait