Soal Penghapusan Utang Bos BDNI Rp 2,8 Triliun, Boediono Dicecar

Sabtu 21-07-2018,04:04 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

JAKARTA - Sidang dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kembali digelar kemarin di Pengadilan Tipikor, Jakarta kemarin (19/7). Dalam sidang tersebut Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendalami terkait landasan hukum atas penghapusan utang Rp 2,8 triliun Sjamsul Nursalim, selaku pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). Sidang tersebut menghadirkan sejumlah saksi diantaranya Mantan Wakil Presiden Boediono dan mantan Tim Bantuan Hukum (TBH) BLBI Todung Mulya Lubis. Boediono menjadi saksi pertama yang memberikan keterangan. Sidang tersebut untuk terdakwa mantan ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Setelah ditanya Hakim Ketua Yanto, terkait landasan hukum dari penghapusan utang Rp 2,8 triliun tersebut, Boediono menuturkan bahwa sebagai menteri hanya melihat aspek ekonominya. Untuk landasan hukumnya diserahkan pada sistem, dimana terdapat Badan Penyehatan Perbankan Nasional dan Tim Bantuan Hukum (TBH) BPPN. ”Sistem ini yang bekerja, saya harap tidak ada pelanggaran dan sesuai prosedur,” tuturnya. Hakim Yanto masih belum puas dengan jawaban dari Boediono, yang lalu bertanya apakah landasan hukum penghapusan utang dipaparkan dalam rapat Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). Boediono lantas menjawab tidak ada pemaparan soal landasan hukumnya. ”Setahu kami itu tidak ada masalah,” ujarnya. Hakim lainnya kembali mencecar apakah ada alasan untuk menghilangkan kewajiban Sjamsul Nursalim dalam membayar utang Rp 2,8 triliun. Saat itu mantan Menteri Keuangan itu menjawab bahwa bukannya menghindar, namun yang diandalkan dalam kebijakan itu adalah sistem. ”Oleh karena itu kami terima konsep yang muncul dari sistem itu, ada TBH,” ujarnya. Boediono kembali ditanya hakim, apakah penghapusan Rp 2,8 triliun itu diperbolehkan dalam perbankan. ”Saya tidak mengetahuinya,” jawabnya. Setelah Boediono bersaksi. Selanjutnya mantan anggota TBH BLBI Todung Mulya Lubis yang bersaksi. Tampak persidangan ingin merangkai kembali proses kebijakan penghapusan hutang tersebut. Dalam sidang tersebut, setelah ditanya salah seorang jaksa apakah ada pelanggaran yang ditemukan TBH. Todung menuturkan setelah melihat dan mengkaji kepatuhan obligor dalam hal ini Sjamsul Nursalim, TBH merekomendasikan upaya hukum yang bisa diambil oleh BPPN. Khususnya, dengan adanya hutang outstanding. ”Tapi, kami TBH tidak bekerja sendiri , ada juga konsultan hukum lain juga,” tuturnya. Dia menjelaskan saran TBH selanjutnya adalah menagih hutang dari obligor atau Sjamsul Nursalim. ”Kalau tidak didapatkan penagihan itu, rekomendasinya ggatan pengadilan dan kalau perlu kepailitan,” terangnya. Namun, saat ditanya salah seorang jaksa penuntut umum soal apakah mengetahui adanya penghapusan hutang Rp 2,8 triliun, Todung mengaku tidak mengetahuinya. ”Sama sekali tidak tau, yang saya tau adanya hutang Rp 1 triliun yang belum dibayar atau dipenuhi,” paparnya. (idr)

Tags :
Kategori :

Terkait