Kementerian Keuangan Bantah Data Kemiskinan ala SBY

Rabu 01-08-2018,12:03 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Kementerian Keuangan membantah pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyebut jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 100 juta orang berdasarkan data Bank Dunia. Kepala Biro Komunikasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti menegaskan perhitungan kemiskinan yang dilakukan SBY tersebut tidak benar. \"Untuk penghitungan poverty line (garis kemiskinan), Bank Dunia tidak menggunakan nilai tukar kurs dolar sebagaimana yang dipakai dalam kurs sehari-hari,\" ujar Nufransa dalam keterangan resmi, Rabu (1/8). Dalam penghitungan yang disampaikan, SBY menggunakan kurs rupiah sebesar Rp13.300 per dolar AS. Namun, Bank Dunia dalam penghitungannya menggunakan nilai tukar sebesar Rp5.639 per dolar untuk tahun ini. Nilai tukar ini, menurut dia, berbeda dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini, melainkan menggunakan keseimbangan kemampuan berbelanja (Purchasing Power Parity/PPP). \"Nilai tukar PPP didapat dengan memperbandingkan berapa banyak yang diperlukan untuk membeli sekaranjang barang dan jasa yang sama di masing masing negara,\" terang dia. Dengan demikian, ia menyebut garis kemiskinan 1,9 dolar PPP untuk tahun 2018 sesuai perhitungan Bank Dunia setara dengan Rp321.432 rupiah per kapita per bulan. \"Ini berarti, dengan US$1,9 PPP, angka kemiskinan untuk Indonesia adalah 4,6 persen dan jumlah orang yang dibawah garis kemiskinan adalah sekitar 12,15 juta jiwa.\" jelas dia. Sementara itu, angka kemiskinan nasional Indonesia yang baru dikeluarkan BPS menunjukkan angka 9,82 persen dengan jumlah orang miskin sebesar 25,95 juta jiwa \"Jadi, jumlah orang miskin berdasarkan 1,9 dolar PPP jauh lebih kecil dari 100 juta dan bahkan jauh lebih kecil dari jumlah orang miskin berdasarkan garis kemiskinan nasional yang dikeluarkan BPS,\" tegas Frans. Saat ini, menurut dia, Bank Dunia menggunakan garis kemiskinan PPP dan garis kemiskinan nasional masing-masing negara untuk dua tujuan yang berbeda. Garis kemiskinan PPP digunakan untuk memonitor sampai sejauh mana dunia secara keseluruhan pada jalur yang tepat (on track) dalam menangggulangi kemiskinan ekstrem. Sedangkan dalam melihat permasalahan kemiskinan, profil dan apa yang perlu dilakukan dalam mempercepat pengentasan kemiskinan disuatu negara, bank dunia menggunakan garis kemiskinan otoritas statistik negara tersebut. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa garis kemiskinan tersebut sesuai dengan pilihan konsumsi orang miskin dinegara tersebut. Laporan Bank Dunia tentang kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia seperti \"Making Indonesia Work for the Poor\" (2006) maupun Indonesia Rising Divide (2015) sepenuhnya menggunakan garis kemiskinan BPS.

Tags :
Kategori :

Terkait