Hidup di bawah garis kemiskinan, mungkin tak pernah terbayangkan oleh Dadang, warga RT 03 RW 03, Desa Haurkuning, Kecamatan Nusaherang, Kabupaten Kuningan. Di usianya yang sudah senja, 67 tahun, Dadang harus tinggal sebatang kara di rumahnya yang hampir ambruk. Ironisnya, dia juga terpaksa harus mengumpulkan barang rongsokan untuk menyambung hidup. Agus Panther, Kuningan DI antara jejeran rumah permanen milik warga Desa Haurkuning, terselip sebuah rumah yang kondisinya jauh dari kesan sehat dan layak. Bagian atap rumah nampak lapuk di makan usia. Malahan sebagian gentingnya sudah tidak ada lagi lantaran pecah atau juga berjatuhan. Bambu yang menjadi usuk atap terlihat menganga tanpa genting di atasnya. Beberapa batang kayu menjadi penopang agar bagian atap tidak ambrol ke bawah. Dinding rumah yang terbuat dari bilik juga sama kondisinya dengan bagian atap. Bolong dan dimakan rayap. Tak ada barang berharga di dalam rumah. Jika hujan turun, nyaris seluruh rumah bocor karena atapnya memang sudah keropos. Hampir seluruh ruangan di dalam rumah keadaannya juga sangat mengenaskan. Yang sedikit agak mendingan di bagian dapur, masih bisa ditempati. Di ruangan selebar 2,5 meter dan panjang 6 meter, hanya sekitar 2,5 x 3 meter saja yang bisa digunakan. Sisanya sudah ambrol. Di ruangan nan sempit itu, aktivitas Dadang sehari-hari berlangsung. Mulai dari memasak nasi, tidur sampai menyimpan pakaiannya. Terlihat juga sebuah ranjang reot, kasur yang warnanya sudah tidak jelas lagi dan tumpukan pakaian. Di dalam ruangan itu juga ada beberapa karung yang biasanya digunakan untuk mengumpulkan barang bekas dari rumah tetanggnya untuk dijual kembali. Mata Dadang tampak memerah ketika menceritakan kondisi kehidupannya. Suaranya tersedak. Dengan ujung baju yang dikenakannya, dia berusaha menyeka buliran air mata di pipinya. Sepertinya pria itu sangat tertekan dengan kondisinya yang hidup di bawah garis kemiskinan. “Saya tidur di bagian dapur ini, karena ruangan lainnya sudah hampir ambruk. Tapi jika turun hujan, saya memilih tidur di Pak Yayan yang masih kerabat saya, cuma beda gang. Soalnya kalau tidur di sini (dapur, red), takut tiba-tiba ambruk saat hujan. Keadaanya ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Saya malah sekarang khawatir jika musim hujan nanti,” cetus Dadang parau. Satu hal yang membuat hatinya masgyul adalah status rumah dan tanah yang sekarang ditempatinya. Setengah dari rumah itu sudah dijual adiknya. Sedangkan dia tinggal di bagian belakangnya. “Rumah ini adalah warisan dari orang tua. Kemudian dibagi dua dengan adik saya. Saya mendapat bagian rumah belakang dan adik saya di depannya. Tapi oleh adik saya, jatahnya itu dijual ke orang lain. Jadi, rumah ini bukan seutuhnya milik saya, namun sebagiannya kepunyaan orang lain,” sebut Dadang. Di rumah semi permanen yang kondisinya sangat memrihatinkan itulah Dadang tinggal seorang diri. Sang sitri, Kuniah (56) memilih pulang kembali ke kampungnya, Lebaksiuh, Tegal, Jawa Tengah sejak beberapa tahun lalu. Kuniah pergi dari rumah Dadang kemungkinan sudah tidak sanggup lagi hidup di bawah garis kemiskinan. Apalagi sang suami tidak memiliki pekerjaan tetap. Dari pernikahannya dengan Kuniah yang seorang janda beranak satu, Dadang tak memiliki anak. “Istri saya tinggal di Tegal. Sedangkan anak tiri saya ngontrak rumah di desa ini juga. Kehidupannya juga pas-pasan,” papar Dadang saat ditemui Radar Kuningan di rumahnya. Tokoh masyarakat setempat, Dodo Juanda menuturkan, hingga saat ini belum ada bantuan untuk perbaikan rumah dari pemerintah daerah. Padahal Dadang sangat membutuhkannya. Dodo berharap agar pihak terkait turun tangan untuk melakukan perbaikan rumah tetangganya itu. “Pak Dadang ini sehari-hari mengumulkan barang bekas untuk dijual kembali. Uang yang diperolehnya digunakan untuk makan. Jauh dari cukup penghasilan yang diperolehnya. Karena itu, saya berharap agar pemerintah daerah terketuk hati dengan membantu perbaikan rumah Pak Dadang. Yang saya khawatirkan, jika turun hujan mendadak di malam hari, keselamatan Pak Dadang terancam. Mudah-mudahan saja ada bantuan untuk Pak Dadang,” harap mantan Kades Haurkuning di tahun 2003 tersebut. (*)
Nestapa Dadang; Rumah Hampir Ambruk, Makan dari Kumpulkan Barang Bekas
Jumat 03-08-2018,02:02 WIB
Editor : Husain Ali
Kategori :