Operasi Sesar Berawal dari Ritual?

Senin 06-08-2018,06:52 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Bedah caesar telah menyelamatkan banyak nyawa ibu dan anak yang tidak bisa melakukan prosedur kelahiran normal. Inilah mengapa jenis bedah tersebut telah banyak mengubah wajah dunia. Namun, tahukah Anda kapan bedah caesar pertama terjadi? Sebenarnya, kapan bedah caesar pertama terjadi masih simpang siur. Beberapa orang percaya nama prosedur ini memang diambil dari Julius Caesar, Penguasa Romawi. Dalam kepercayaan mereka, Julius Caesar merupakan anak pertama yang lahir dengan proses tersebut. Hal ini ditegaskan dalam catatan paling awal tentang kelahiran sang penguasa.Dalam dokumen abad ke-10 The Suda, sebuah ensiklopedia sejarah Bizantium-Yunani, menyebut nama prosedur ini memang terinspirasi dari Julius Caesar. \"Para kaisar Romawi menerima nama ini dari Julius Caesar, yang tidak lahir. Karena ketika ibunya meninggal pada bulan kesembilan, mereka membukanya (perut sang ibu), membawanya keluar, dan menamainya demikian; karena sayatan dalam bahasa Romawi adalah \'Caesar\',\" tulis dokumen tersebut. Sayangnya, beberapa ahli menyebut hal itu mitos belaka. Nama prosedur ini bukan dari bahasa Romawi, melainkan Latin \'caedare\' berarti memotong. Bukti yang menguatkan hal tersebut hanya mitos adalah kisah Aurelia, ibu Julius. Dia diyakini masih hidup ketika penguasa besar itu beranjak dewasa. Ini menegaskan kisah Julius Caesar di atas hanya sekedar mitos. Pasalnya, pada masa sebelum Caesar berkuasa (sekitar tahun 700 sebelum masehi), prosedur ini telah dikenal. Hanya saja, pada masa itu, membedah rahim seeorang ibu hamil baru boleh dilakukan jika perempuan tersebut meninggal selama persalinan. Artinya, mitos tersebut terbantahkan karena Aurelia maish hidup hingga anaknya dewasa. Peraturan ini awalnya ditaati untuk mematuhi ritual Romawi dan kebiasaan agama, yang melarang penguburan perempuan hamil. Namun, seiring berjalannya waktu, proses ini lebih merujuk untuk menyelamatkan kehidupan anak dalam kandungan. Referensi serupa juga didapatkan dalam catatan pengiriman mayat yang dilakukan oleh Sage Sustra, seorang praktisi obat Hindu tahun 600 SM. Sayangnya, tidak jelas seberapa sering prosedur bedah caesar ini dilakukan. Beberapa ahli mengklaim bahwa operasi caesar yang paling awal didokumentasikan terjadi pada tahun 5 SM atas kelahiran orator Gorgias. Lagi-lagi, bukti historisnya masih sumir. Pada 1316, Robert II dari Skotlandia dilahirkan dengan bedah caesar. Tapi, ibunya Marjorie Bruce kemudian meninggal setelah melakukan prosedur ini. Baru pada tahun 1500-an, para dokter mulai mengharapkan para perempuan hamil bisa bertahan dengan prosedur ini. Adalah dokter Perancis François Rousset yang melanggar tradisi medis kala itu dengan menganjurkan bedah caesar pada perempuan yang masih hidup. Dalam praktiknya, prosedur ini hanya dilakukan sebagai upaya terakhir penyelamatan bayi yang akan lahir. Meski ada beberapa perempuan yang berhasil bertahan hidup melaluinya, prosedur ini tetap berisiko komplikasi infeksi. Kasus pertama yang tercatat dari seorang ibu yang selamat dari operasi itu adalah istri Jacob Nufer, seorang pedagang babi. Jacob melakukan pembedahan pada istrinya sendiri setelah melalui proses persalinan yang lama. Ratu Victoria dari Inggris juga melakukan bedah caesar untuk bersalin pada 1853. Dia menggunakan kloroform sebagai obat bius selama kelahiran Pangeran Leopoldo. Hal ini dianggap sebagai salah satu jalan bagi penggunaan obat biusa dalam kebidanan dan bedah caesar. Sterilisasi, cuci tangan, dan antibiotik juga mengubah hasil bedah caesar. 1867, Joseph Lister memperkenalkan semprotan karbol untuk disinfektan area operasi. 1876, Eduardo Porro, Profesor Obstetri di Pavia menganjurkan pengangkatan rahim setelah operasi caesar sebagai cara mengendalikan pendarahan. Namun, pada tahun 1882, ahli kebidanan Jerman, Adolf Kehrer dan Max Sänger masing-masing mengembangkan metode untuk mencegah perdarahan dengan menggunakan jahitan untuk menutup luka. Pada 1940, bedah caesar mulai umum dilakukan. Hal ini mengikuti kemajuan dalam penemuan antibiotik. Selanjutnya, perbaikan teknik bedah, transfusi darah, dan prosedur antiseptik juga turut membuat prosedur ini lebih baik lagi. Semua itu mengurangi risiko kematian yang terjadi pada bedah caesar. Tahun 1985, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan tingkat bedah sesar optimal adalah 10 hingga 15 persen dalam populasi tertentu. Rekomendasi ini diberikan bukan tanpa alasan. Menurut WHO, jika operasi caesar dilakukan di atas tingkat tersebut, beban berlebihan akan terjadi untuk perawatan ibu dan anak baik sebelum dan sesudah persalinan. Artinya, prosedur ini meningkatkan jumlah perempuan dan bayi untuk terpapar risiko yang terkait operasi. Meski sudah diberi batasan, pada kenyataannya, di akhir abad ke-20 persentase operasi caesar di Amerika Serikat meningkat tajam. Sebagian besar terjadi akibat peningkatan jumlah malpraktik dokter kebidanan untuk menemukan indikasi masalah dalam persalinan. Pada awal abad 21, tingkat bedah caesar melebihi rekomendasi WHO. Angka yang melonjak tinggi terlihat pada beberapa negara seperti Inggris, Australia, Jerman, Perancis, Italia, India, China, dan Brasil.  

Tags :
Kategori :

Terkait