Kasus Gedung Setda, Pejabat DPUPR Mundur karena Takut?

Senin 13-08-2018,12:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON-Mundurnya pejabat teras Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), mendapat sorotan. Ada potensi sejumlah kegiatan terganggu. Belum lagi pekerjaan besar yang menelan dana miliaran rupiah. Ketua Komisi II DPRD Ir H Watid Syahriar MBA prihatin dengan kondisi ini. Dalam catatan Komisi II, yang juga mitra DPUPR, fenomena mundurnya pegawai DPUPR terjadi sejak dua tahun belakangan. “Ini nggak bisa dihindari. Pasti ada dampaknya ke penyerapan anggaran,” ujar Watid, kepada Radar Cirebon. Sebagaimana diketahui, terhitung 1 Agustus, Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Ir Yoyon Indrayana MT mengajukan pengunduran diri. Ia tak bersedia menjabat pelaksana tugas (plt) kepala DPUPR. Menyusul pegawai lainnya, yakni bendahara dinas, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP). \"Ini berimbas, PU (DPUPR, red) kan ada kerjaan DAK Rp39 miliar,\" kata Watid. Ia menangkap kesan, internal DPUPR diliputi ketakutan. Terutama hal-hal yang terkait dengan tanggung jawab pekerjaan fisik. Kondisi ini jelas kurang baik bagi kondisi dan iklim kerja di dinas teknis terbesar tersebut. \"Saya nggak tau persis kondisinya di dalam gimana. Tapi ini menggambarkan ada kesan ketakutan,\" ucapnya. Banyaknya hasil pekerjaan fisk yang mendapat sorotan hukum, dinilai menjadi penyebabnya. Hal ini juga imbas dari hasil pekerjaan dari tahun-tahun sebelumnya. Menurut Watid, ada yang salah dalam fungsi pengawasan pekerjaan di DPUPR. Sehingga kualitas pekerjaan tak sesuai dengan harapan. Bahkan, ada juga pejabat yang terkait dipanggil. Itu yang membuat kondisi di internal menjadi penuh ketakutan. \"Ini harusnya diakhiri saja. Saya juga tidak tahu persis yang mulai siapa, apa ada oknum yang sengaja atau bagaimana,\" ujarnya. Tak hanya itu, Watid juga merekomendasikan agar pekerjaan fisik lebih mengutamakan para kontraktor yang berasal dari Kota Cirebon. Istilahnya, apabila ada kontraktor di Kota Cirebon yang bagus, kenapa harus dari luar kota. Pemerintah harus mempercayakan dengan rekan-rekan kontraktor di Kota Crebon. Ia merekomendasikan DAK Rp39 miliar dipercayakan ke kontraktor dari Kota Cirebon. Pertimbangannya, pekerjaan itu secara teknis tidak membutuhkan kualifikasi yang rumit. Nilainya menjadi puluhan miliar hanya karena volumenya memang banyak. “Itu kan cuma jalan, yang seperti itu kontraktor di daerah juga mampu,\" jelasnya. Menurutnya, pekerjaan DAK selama ini banyak yang dikerjakan oleh kontraktor dari luar daerah. Karena kontraktor dari Kota Cirebon, itu kan diberikan persyaratan yang luar biasa sulitnya. Mereka akhirnya tidak bisa ikut lelang. Padahal ketika pekerjaan dilakukan kontraktor luar kota, mereka juga menggunakan sub kontraktor dari lokal. Pekerjaannya juga tidak ada jaminan bagus. Kasus DAK Rp96 miliar, diharapkan jadi bahan refleksi. Di sisi lain, Pengamat Hukum, Dr H Sugianto SH MH juga mempertanyakan integritas dari para aparatur sipil negara (ASN) DPUPR. Menurutnya, sebagai pegawai seharusnya siap menghadapi sebuah tantangan baik terhadap dugaan hukum dan indikasinya. \"Di mana integritasnya? Pejabat harus siap menghadapi konsekuensinya,\" tandasnya. Sugianto meminta pemerintah kota memberikan sanksi kepada ASN yang mundur. Ini sesuai dengan UU 5/2014 jo PP 53/2010, tentang disiplin ASN. Dengan adanya pejabat yang mundur di internal DPUPR ini, Sugianto meminta Penjabat Walikota Dedi Taufik, juga bersikap tegas. Sehingga ASN tersebut bisa lebih bertanggung jawab terhadap jabatan dan pekerjaan yang diembannya. (jml)

Tags :
Kategori :

Terkait