Potret Nasib Para Imigran dan Pencari Suaka di Indonesia

Senin 27-08-2018,20:35 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Seorang remaja usia 20 tahun, bernama Ahmad wira-wiri di depan depan kantor Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) Indonesia, bilangan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Ia tampak gelisah menanti kepastian. Kebetulan Ahmad berhidung mancung berkulit hitam, dan bermuka Arab. https://twitter.com/UNHCRIndo/status/1029281985372418048 Ahmad adalah pengungsi dari Ethiopia, sebuah negara di Tanduk Afrika, dengan penduduk sekitar 99,5 juta dan kedua terbesar di benua Afrika sesudah Nigeria, dengan 34 persen penduduknya beragama Islam. Ethiopia adalah salah satu negara termiskin di dunia, dilanda kelaparan, dan  menyimpan peradaban mengagumkan sekaligus kekerasan bersenjata akut, termasuk perang perbatasan dengan Eritrea, antara 1998 hingga 2000. Senasib dengan Ahmad, adalah Ali, pengungsi asal Lebanon, sebuah negara di Laut Tengah dan berbatasan dengan Suriah dan Israel. Ali punya cerita nyaris mirip. Merasa hidup tak aman di kota kelahirannya, ia bertolak ke Indonesia untuk mengajukan diri ke kantor pengungsi PBB di Jakarta. Ali meminta menjadi warga negara Eropa. Kehidupan tak pernah gampang bagi para pencari suaka, seperti Ahmad dan Ali. Keduanya berharap proses mencari negara suaka bisa cepat, tidak perlu bertahun-tahun. Tetapi itu cerita yang sukar untuk dikenal. https://twitter.com/Refugees/status/1028929359875387393 Penyebab terlalu lama proses menunggu negara baru di antara naiknya  politik anti-imigran di seluruh dunia, banyak pencari suaka yang akhirnya menetap di sebuah perkampungan. Salah satu yang terkenal adalah Cisarua, sebuah kecamatan di kawasan puncak Bogor, sekitar 30 menit dengan kendaraan dari terminal kota. Sedikitnya ada lima lokasi yang menjadi konsentrasi permukiman para pengungsi di Cisarua. Desa Ciburial. Kampung Sampay. Desa Batu Layang. Desa Tugu Utara. Desa Tugu Selatan. Permukiman ini terletak di sepanjang Jalan Raya Puncak, Bogor. Yang paling populer adalah Kampung Warung Kaleng. Sebuah  lembaga kemanusiaan yang bekerja untuk pengungsi dan pencari suaka sejak 1980,  Yayasan Jesuit Refugee Service, menyediakan sebuah Kelas  di Hotel Kenanga, pusat belajar bagi pengungsi, terletak di dekat Taman Safari. Pengajarnya pun dari sesama pengungsi buat mengisi hari-hari mereka yang memang dilarang bekerja sesuai hukum internasional. Menurut UNHCR per Januari 2017, jumlah pencari suaka plus pengungsi di Indonesia sekitar 14.425 orang. Mereka terdiri 8.039 pengungsi dan 6.386 pencari suaka. Ia naik dari tahun lalu, 7.827 pengungsi dan 6.578 pencari suaka. https://twitter.com/PolhukamRI/status/981457316854743042 Ada sekitar 2.177 orang yang kini ditahan di rumah detensi imigrasi, 2.030 orang di kantor Imigrasi, 4.225 orang di rumah komunitas, dan sisanya, 5.993 orang, temasuk apa yang disebut \"imigran mandiri.\" Puluhan ribu pengungsi dan pencari suaka ini tak semuanya bisa ditampung di 13 rumah detensi punya pemerintah Indonesia. Faktor keterbatasan fasilitas itulah yang mendorong para pengungsi menyebar ke beberapa wilayah di Indonesia. Mereka kemudian menyewa rumah indekos sambil menunggu penempatan negara ketiga oleh UNHCR. Bagi yang nekat, sebagian pengungsi dan pencari suaka ini rela membayar jasa penyelundup untuk bertaruh nyawa di lautan lepas. Mereka menjalani apa yang disebut \"manusia perahu\". Banyak kisah di perairan Indonesia, dari Aceh hingga Pulau Rote, yang menjadi lokasi terdamparnya para manusia perahu yang ditolak negara-negara tujuan suaka. Mereka menjalani risiko maut: tenggelam dan terlupakan. Bagi yang tinggal di rumah detensi, praktik kekerasan pun marak terjadi. Sebuah jaringan masyarakat sipil yang bekerja bagi perlindungan hak-hak pencari suaka dan pengungsi di Indonesia, Suaka mengungkapkan problem bertambahnya jumlah pencari suaka dan lamanya waktu menuju negara ketiga memang menjadi persoalan tersendiri. UNHCR tak bisa menentukan negara ketiga menjadi tujuan pengungsi. UNHCR hanya bisa mengajukan dari nama-nama para pengungsi dalam daftar yang mereka miliki kepada negara yang telah meratifikasi status pengungsi 1951. Namun, tak semua pengungsi langsung diterima oleh negara ketiga; negara-negara tujuan ini menyeleksi para pengungsi untuk menjadi warga negara mereka. https://twitter.com/SuakaID/status/847315709512130561 ***    

Tags :
Kategori :

Terkait