Soal Gedung Setda Kota Cirebon, Inspektorat: Wajar Kejari Tangani Denda

Sabtu 15-09-2018,13:03 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

CIREBON - Kontraktor pembangunan Gedung Sekretariat Daerah (Setda) PT Rivomas Pentasurya sampai saat ini masih menolak membayar denda keterlambatan pekerjaan. Padahal denda ini sudah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jabar, pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Tahun 2018. Kepala Inspektorat Daerah Kota Cirebon, Eko Sambudjo mengatakan, pihaknya hanya menindaklanjuti LHP BPK, disebutkan Kepala DPUPR 16 Agustus 2016 sampai 30 April 2018 untuk memungut dan menyetorkan denda tersebut ke kas daerah. Sesuai UU BPK 15/2004, untuk tindak lanjut rekomendasi BPK punya batas waktu 60 hari kalender, terhitung diterimanya LHP BPK, yaitu 30 Mei 2018 dan berakhir 30 Juli 2018. \"Sampai saat ini inspektorat yang ditugaskan BPK untuk menerima bukti surat setoran ke kas daerah, belum menerimanya,\" tegas Eko, kepada Radar, Jumat (14/9). Alurnya, kontraktor bisa membayar denda keterlambatan lewat Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (DPUPR). Kemudian DPUPR menyetorkan ke kas daerah. Dari situ masuk ke pendapatan asli daerah dari pendapatan lain-lain. Buktinya berupa Surat Tanda Setoran (STS) bisa  tunai atau alat-alat perbankan. \"Untuk itu, pelaksana tugas kadis PUPR sekarang bisa menerima pembayaran denda dari kontraktor,\" terangnya. Yang jadi permasalahan, lanjut Eko, adalah batas waktu pembayaran denda sudah terlewati dan belum ada pembayaran yang masuk ke kas daerah, jadi di situ ada pelanggaran. Untuk diketahui pelanggaran itu terjadi pada masa Kepala DPUPR dijabat oleh Budi Raharjo. Karena itu, kata Eko, wajar bila penegak hukum seperti kejaksaan masuk untuk memproses pelanggaran itu. \"Pada evaluasi BPK semester I 2018 denda itu jadi temuan, kalau tidak dibayar ya pada semester II tetap jadi temuan dan seterusnya,\" tukasnya. Di lain pihak, PT Rivomas Pentasurya meminta Pemerintah Kota Cirebon melunasi pembayaran, sebelum menagih denda senilai Rp11 miliar. Selain itu, PT Rivomas Pentasurya juga meminta kejelasan dan pertanggung jawaban atas selisih nilai proyek yang bengkak sampai Rp94 miliar. “Pekerjaan utama itu memang Rp86 miliar. Tapi setelah itu ada tambahan dan bengkak jadi Rp94 miliar,” ujar Pelaksana Manejer Proyek, Taryanto, Kamis (13/9). Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon juga mencium indikasi pelanggaran. Terutama mengenai denda Rp11 miliar. Uang itu belum dibayarkan ke kontraktor. Padahal seharusnya sudah ada di kas negara. “Ini musti ada penyimpangan dan sudah masuk ranah pidana khusus,\"  kata Kepala Kejari Kota Cirebon, Arifin Hamid SH, Rabu (12/9). Untuk menelusuri ini, semua pihak yang terlibat satu persatu akan didalami dan dimintai keterangan. Kejari juga tengah mengumpulkan bukti-bukti dan bahan keterangan lainnya sehingga bisa lengkap dan maju keproses selanjutnya. Namun sampai saat ini Arifin belum menargetkan siapa yang paling bertanggung jawab. Selain itu, lanjut dia, perlu didalami pula terkait besaran denda itu. Bagaimana perhitungannya? Siapa yang menagihnya? Bila angka Rp11 miliar itu berasal dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tentu dapat dipertanggungjawabankan. Dapat jadi rujukan indikasi kerugian negara. Tinggal menekankan kenapa denda ini belum bisa dibayar. \"Kita akan berupaya melakukan penyelamatan yang negara,” tandasnya. (gus)

Tags :
Kategori :

Terkait