Disdikbud Kuningan Sebut Guru Honorer SD Masih Mendominasi

Minggu 30-09-2018,23:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

KUNINGAN-Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kuningan mencatat, sejak tahun 2014 lalu hingga sekarang, sebanyak delapan sekolah dasar negeri (SDN) terpaksa dimerger. Penggabungan ini harus dilakukan lantaran berbagai alasan. Mulai dari sekolah tersebut berada dalam satu hamparan atau area, kemudian jumlah siswa yang berkurang, rebutan siswa antar sekolah, sampai kurangnya tenaga guru dan kependidikan. Berdasarkan data dari Bidang Pembinaan SD pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, sekolah-sekolah yang terpaksa dimerger berada di sejumlah kecamatan. Yakni SDN 1 dan 2 Haurkuning, Kecamatan Nusaherang dilebur menjadi SDN 1 Haurkuning. SDN 2 dan 4 Cibingbin digabung menjadi SDN 2 Cibingbin, SDN 1-2 Margamukti, Kecamatan Cimahi disatukan menjadi SDN 1 Margamukti. Terakhir SDN 1 dan 2 Darma terpaksa harus dimerger jadi SDN 1 Darma. Pemergeran ini juga untuk memudahkan proses belajar di sekolah tersebut. Kepala Disdikbud Dr H Dian Rachmat Yanuar MSi mengakui adanya penggabungan SD. Hal ini terpaksa dilakukan mengingat adanya permasalahan di lapangan. Merger itu dilakukan sejak tahun 2014 lalu, agar kegiatan KBM tidak terganggu. “Banyak sebab yang membuat pemergeran terpaksa dilakukan. Seperti keberadaan kedua sekolah yang berada dalam satu area, jumlah siswa yang minim, tenaga guru dan kependidikan tidak seimbang ditambah lagi kerentanan terjadinya perselisihan antar sekolah yang berada dalam satu hamparan karena rebutan siswa,” katanya kepada Radar Kuningan. Dian juga menyatakan, jika tenaga guru berstatus PNS di seluruh sekolah dasar negeri di Kabupaten Kuningan, jumlahnya amat njomplang dengan guru honorer terutama yang berada di pinggiran. Dalam catatannya, guru PNS berbanding 1-4,5 dengan guru honorer. “Artinya, satu guru PNS berbanding dengan 4,5 guru honorer. Bisa dikalikan dengan jumlah SDN yang totalnya ada 650. Kekurangan tenaga guru PNS ini belum teratasi hingga sekarang, terutama untuk sekolah yang berada di pelosok. Terpaksa pihak sekolah menggunakan tenaga guru honorer agar kegiatan KBM tetap berjalan,” paparnya. Meski secara kuantitas tenaga guru PNS tidak sesuai harapan, kata dia, namun pihaknya berusaha untuk terus meningkatkan mutu dan kompetensi guru itu sendiri. Sayangnya, hal itu tidak bisa maksimal karena terbentur status guru PNS yang jumlahnya tidak mencukupi. “Idealnya guru PNS sesuai dengan jumlah ruang kelas yang tesedia. Ini supaya mutu dan kompetensi guru terjamin. Tapi karena perbandingan guru PNS, tenaga kependidikan dan guru honerer relative jauh, maka upaya peningkatan mutu juga agak terhambat. Perlu dukungan dari semua komponen masyarakat agar mutu dan kompetensi tenaga kependidikan terus meningkat, yang nantinya berimbas terhadap mutu para siswa,” ujarnya. Khusus untuk status guru, kata dia, bukan merupakan tanggung jawab Dinad Pendidikan dan Kebudayaan melainkan kewenangan pemerintah. Disdikbud hanya menggunakan para guru untuk proses KBM. “Perlu diingat jika status guru itu PNS atau honorer, bukan tanggung jawab kami. Kewenangan itu ada di pemerintah. Misalnya guru itu berstatus honerer, maka yang berwenang mengangkat menjadi PNS adalah pemerintah. Kami dalam posisi menggunakan saja, dan tidak ada kewenangan untuk menentukan status guru itu sendiri. Saat ini, Kabupaten Kuningan kekurangan guru SD sebanyak 1.579 orang,” ungkapnya. Sementara Kasi Sarana SD pada Disdikbud Rizal Arif Gunawan SE MSi menerangkan, jumlah SD Negeri se Kabupaten Kuningan tercatat ada 650 sekolah. Banyak di antaranya yang mengalami kerusakan. “Sekitar 30 persen sekolah yang mengalami kerusakan. Tahun ini yang dibangun melalui dana DAK sebanyak 35 sekolah. Mudah-mudahan tahun depan bisa kembali mendapat alokasi dari pemerintah pusat,” sebut dia. (ags)

Tags :
Kategori :

Terkait