Skandal “Darah Kotor” Inggris Terkuak

Jumat 26-10-2018,01:01 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

LONDON - Sebuah kabar mengerikan datang dari daratan Inggris. Menurut laporan media lokal, setidaknya lebih dari 1.200 pasien di Inggris diminta untuk menandatangani perjanjian dengan pejabat pemerintahan. Isi dari perjanjian tersebut menyatakan jika para pasien, bersedia menyerahkan hak hukum mereka, dan tanpa mengetahui bahwa ada penyakit mematikan lain dari darah yang ditransfusikan pada dirinya. Menurut laporan Daily Mail baru-baru ini, setelah menandatangani perjanjian untuk menghentikan semua tindakan hukum. Mereka kemudian diberitahu bahwa tidak hanya HIV, mereka juga telah terinfeksi penyakit hepatitis C yang terkenal mematikan. Setelah menandatangani perjanjian tepatnya pada tahun 1991, para korban masing-masing dibayar sejumlah uang tunai sekitar 24 ribu poundsterling atau sekitar 430 juta rupiah. Tergantung usia masing-masing orang, status perkawinan dan jumlah anak. Departemen Kesehatan menyadari pada tahun 1989, pasien menderita hepatitis C tidak diberitahu perihal ‘darah kotor’ ini. Mereka kebanyakan baru tahu setelah menjalani pengobatan selanjutnya dan divonis terkena penyakit lainnya seperti HIV. Disebutkan terdapat sekitar 7.500 pasien yang diperkirakan telah terinfeksi penyakit, setelah diberi produk darah atau transfusi pada tahun 1970-an dan 1980-an. Akibatnya, banyak dari mereka yang mengalami hemofilia gangguan pembekuan darah dan mengandalkan suntikan obat yang disebut Faktor VIII, yang terbuat dari darah manusia. Pada waktu itu, Inggris hampir kehabisan Factor VIII sehingga pasokan impor dari Amerika Serikat, disumbangkan oleh tahanan, tunawisma dan pelacur yang menggunakan kesempatan itu untuk uang tunai. Sayangnya, banyak dari darah tersebut yang terkontaminasi oleh HIV dan hepatitis. Karena tidak ada proses penyaringan dan pemanasan pada stok darah yang mereka miliki, maka virus-virus itu tetap ada. Para pasien yang dibuat untuk menandatangani perjanjian tersebut diketahui semuanya memiliki hemofilia dan telah mencoba untuk mengambil tindakan hukum terhadap Departemen Kesehatan setelah mengetahui mereka terinfeksi HIV. Para pegiat mengatakan jika Pemerintah sangat ingin agar skandal itu jauh dari meja pengadilan, lantaran takut akan publisitas, tuntutan pidana, dan klaim kompensasi yang mungkin akan menyusul. Jason Evans, pendiri Factor 8, yang ayahnya meninggal pada 1993 setelah terinfeksi dari hepatitis C dan HIV, berkata, perjanjian itu adalah tipuan terbesar yang pernah dilakukan Departemen Kesehatan. Pemerintah dan Layanan Sipil di negeri ini ingin mengubur kebenaran tentang apa yang terjadi. Anggota Parlemen Diana Johnson, yang berkampanye untuk penyelidikan publik atas skandal itu mengatakan jika skala skandal darah yang terkontaminasi benar-benar mengejutkannya. Sementara menteri kesehatan bayangan kaum pekerja Sharon Hodgson, melihat kasus ini sebagai hal yang mengerikan dan memalukan. (ruf/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait