UMP Naik, Disnakertrans Minta Buruh Puas

Jumat 02-11-2018,19:30 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON-Isu kenaikan upah buruh tahun 2019 terus menjadi bola liar. Kepala Disnakertrans Kabupaten Cirebon H Abdullah Subandi menegaskan, Upah Minimum Provinsi (UMP) telah ditetapkan sebesar Rp1,6 juta, dan biasanya UMK di daerah lebih besar dibandingkan UMP. Menurutnya, kenaikan UMK pada tahun 2019 telah disepakati naik 8,03 persen. “Kenaikan sebesar 8,03 persen ini sudah mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Jadi tidak mungkin lagi naik,” ujar Abdullah, Kamis (1/11). Menurutnya, dalam rapat pleno pada Selasa pekan depan, pihaknya sudah mengundang dewan pengupahan dan asosiasi tingkat buruh. “Total akan ada 23 undangan. Hasil rapat pleno akan kita bawa ke Plh Bupati Cirebon,” jelasnya. Setelah itu, rencananya hasil rapat pleno akan dibawa ke tingkat Provinsi Jawa Barat, baru kemudian pihak pemprov yang akan menetapkan UMK tiap daerah dan akan mulai diberlakukan per 1 Januari 2019. Abdullah menambahkan, pihaknya tetap berpatokan pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2016 tentang Pengupahan untuk menentukan besaran UMK tersebut. “Ini kan sudah dari pemerintah pusat, sulit jika kita harus mengubah. Maka patokannya adalah laju inflasi. Saya harap semuanya bisa puas atas hasil kenaikan 8,03 persen tersebut dan saya pikir ini sudah bagus,” tuturnya. Sementara itu, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cirebon Raya, terus bergerak. Mereka mendesak pemerintah daerah mengambil kebijakan tentang nasib pekerja di Kabupaten Cirebon. Kamis (1/11), FSPMI melakukan audiensi dengan DPRD. Pertemuan yang dipimpin langsung Ketua Komisi IV, Bejo Kasiono itu kembali membahas ketenagakerjaan, UMK 2019, kajian Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) dan penolakan atas Pergub No 54 tahun 2018. Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon Bejo Kasiono mengatakan, dari hasil audiensi itu, ke depan akan ada kajian dan pertemuan dengan semua unsur. Bahkan, pihaknya akan mendorong Dewan Pengupahan Kabupaten untuk membuat kajian UMSK. Artinya, tidak bisa dibahas hanya dalam satu lembaga saja. Apalagi, Kabupaten Cirebon kini sudah ditetapkan sebagai zona strategis nasional. Meski demikian, kata Bejo, pihaknya tidak dapat berbuat apa-apa, untuk rekomendasi pencabutan PP 78 tahun 2015. “Pada intinya, kami dari wakil rakyat siap dan mendukung setelah diskusi dengan pimpinan DPRD untuk mengeluarkan rekomendasi,” ucapnya. Menurutnya, Kabupaten Cirebon saat ini sarana penunjangnya cukup memadai. Yakni adanya akses jalur tol, kemudian dibukanya bandara Kertajati. Harapannya, dapat meningkatkan investasi. Tentu, harus menyentuh pada buruh atau karyawan swasta, mengingat Cirebon harus siap dengan pengawasan ketenagakerjaan. Berkaitan dengan nasib ketenagakerjaan di Kabupaten Cirebon, diakuinya cukup mengkhawatirkan. Mengingat yang menjadi hak buruh, tidak sepenuhnya dimiliki. Ternyata, hanya 10 persen tenaga kerja di Kabupaten Cirebon yang sudah terdaftar di BPJS. Padahal, ini menjadi hak wajib yang harus dimiliki tenaga kerja. Sementara itu, Sekjen FSPMI Cirebon Raya, Machbub menyampaikan, pertemuannya bersama anggota dewan, sebagai tindak lanjut dari hasil audiensi bersama pemerintah daerah beberapa hari lalu. “Tuntutan kita masih sama, seperti dalam pertemuan sebelumnya. Berkaitan dengan ketenagakerjaan, Upah UMK 2019, kajian UMSK dan penolakan atas Pergub No 54 tahun 2018,” ucapnya. Kemudian hasil audiensi itu di antaranya, ada beberapa poin yang telah dibahas. Yakni, akan ada kajian dan pertemuan dengan semua unsur, menyikapi dengan adanya Perda RTRW. Kemudian, berkaitan dengan rekomendasi pencabutan PP 78 tahun 2015, akan dibahas bersama pimpinan DPRD.  “Kenapa kita minta rekomendasi pencabutan? Mengingat PP 78 tahun 2015 itu, telah melanggar pasal 88 UU 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,” pungkasnya. (den/via/sam)

Tags :
Kategori :

Terkait