Ketika Seniman Cirebon Era 70-an Bernostalgia

Sabtu 03-11-2018,18:38 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

Cirebon pernah melahirkan para seniman-seniman hebat. Terutama di bidang teater. Sebut saja, Arifin C Noer, atau Embie C Noer yang saat ini masih aktif menjadi penata musik. Nama yang satu ini, pernah satu angkatan dengan para seniman era 70-an di Cirebon. Yang berwadah dalam sanggar remaja Cirebon. JAMAL SUTEJA, Cirebon PARA seniman yang aktif di era tahun 70-an berkumpul, kemarin. Banyak hal yang dibicarakan. Hitung-hitung bernostalgia. Saat kesenian Cirebon di era 70-an dan 80-an, punya momen indah. Meski dengan keterbatasan sarana dan prasarana. Kesenian di era itu, hidup. Baik seni teater-nya, seni tari-nya, maupun seni musiknya. Sehingga banyak melahirkan para seniman. \"Dulu kita fasilitas terbatas. Kalau mau manggung itu kalau tidak di Gedung Wanita, di Gedung Yakin,\" ucap mantan Ketua Sanggar Remaja Cirebon, Cecep. Pria yang juga aktif dalam seni teater itu, ingat betul pernah menghidupkan kesenian teater di Cirebon bersama dengan Embie C Noer. Saat itu, persatuan antara seniman kompak. \"Ya sekarang kita mendorong anak-anak muda yang berkreasi, karena sekarang kan banyak fasilitas,\" tuturnya. Selain Cecep, dalam nostalgia juga hadir Paulus Wijaya yang juga mantan pemain teater, Andi Subekti sebagai pelatih dan pendiri Sanggar Remaja Cirebon tahun 1975-1977. Biasanya mereka berlatih di Kebon Blimbing Cirebon, di tempatnya Yoel Wijaya, yang juga seniman gitar akustik. Selain bernoslatgia mengingat kembali masa-masa kesenian era 70-an, dalam kesemapatn itu juga dirayakan ulang tahun, salah seorang budayawan Tionghoa, Jeremy Huang yang 49 tahun. Ketua Dewan Kesenian Cirebon Kota, Akbarudin Sucipto berharap tahun 2019 mendatang bisa menjadi kebangkinan kesenian di Kota Cirebon. Dengan merajut kembali harmoni antara generasi. Dengan demikian, para generasi muda bisa meneladani. Para seniman dan budayawan terdahulu, yang sudah membesarkan kesenian di Cirebon. \"Ya kalau saat ini memang ada catatan jumlah sanggar ini banyak, ada 70. Tapi setelah diverifikasi ternyata hanya tiga sanggar saja yang eksis,\" tuturnya. Akbar menyebutkan, saat ini Cirebon memang mengalami krisis maestro. Sehingga Cirebon harus kerja keras untuk melahirkan seniman-seniman berkualitas. Caranya dengan sekuat tenaga agar menggunakan beragam strategi dan cara untuk melestarikan semua apa yang telah diwariskan leluhur dulu. Termasuk dalam regenerasi seniman. “Kita kaya dengan seni dan tradisi. Seiring dengan waktu, memang yang jadi kebutuhan ada tidak proses kaderisasi di sana,” ujarnya. Diungkapkan dia, banyak para ahli atau maestro dalam bidang keseniannya masing-masing baik tari, musik, sastra, rupa, yang sudah meninggal. Sehingga Cirebon perlu dalam waktu cepat merevitalisasi serta melakukan regenearsi. Tak hanya itu, perlu juga pendokumentasian semua karya yang sudah dibuat maestro Cirebon. “Jadi sudah bukan main-main lagi sekarang kalau bicara melestarikan seni dan tradisi budaya,” tandasnya. Akbar berpendapat, ketertarikan penonton untuk melihat seni tradisi akan dikembalikan lagi kepada para pelaku seni. Selain juga campur tangan pemerintah untuk mendekatkan seni daerah ini kepada masyarakat. “Artinya seni tradisi Cirebon itu harus berani masuk kampung. Apalagi kita wilayah kota, di mana modernitas itu mengepung Cirebon. Ketertarikan penonton, saya melihat, harus meninjau kembali tempat-tempat yang menjadi pilihan pertunjukan itu ditampilkan,” bebernya. Dalam catatan, ada beberapa sejumlah seniman maestro asal cirebon, sebut saja Affandi Koesoema (Maestro Seni Lukis Indonesia), alm Arifin Chairin Noer (Sutradara Teater dan Film Indonesia), Kaboel Suadi (Pelukis dan Seniman Grafis Indonesia), Embie C Noer dan lainnya. Pemerhati Kebudayaan Cirebon, Jeremy Huang berharap, agar para generasi muda bisa meneladani ketekunan para seniman zaman dulu dalam mengekspresikan kesenian. Sehingga Cirebon tidak lagi kehilangan para maestronya. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait