Di Barat Kuningan Ada Hutan Kota, di Timur Galian Pasir

Minggu 04-11-2018,22:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

KABUPATEN Kuningan layak berbangga dengan keseriusannya melakukan konservasi berupa penanaman pohon di berbagai wilayah. Bukan hanya itu, pemerintah juga tengah giat membangun hutan kota sebagai bagian dari rencana menuju kabupaten konservasi. Hutan kota Bungkirit dan Mayasih di Kelurahan Cigugur, Hutan Kota Garatengah, Kecamatan Jalaksana, Hutan Kota Caracas, Kecamatan Cilimus, dan Kebun Raya Kuningan di Desa Padabeunghar, Kecamatan Pasawahan, bisa disebut menjadi paru-paru Kabupaten Kuningan. Hutan kota itu dibangun untuk melastarikan lingkungan. Tidak sedikit komponen masyarakat dan pemerintah yang memanfaatkan Hutan Kota Bungkirit sebagai lokasi acara sosial maupun resmi. Ditambah lagi akses jalan menuju Bungkirit sangat mudah, sehingga membuat masyarakat leluasa mendatanginya. Di akhir pekan, biasanya banyak pengunjung yang datang ke Bungkirit. Entah sekadar melepas lelah, acara keluarga bahkan sampai dipakai tempat pacaran oleh para remaja. Semua hutan kota ini mayoritas dibangun di wilayah barat Kabupaten Kuningan yang cenderung tanahnya subur karena berada di lereng Gunung Ciremai. Pemerintah sampai saat ini belum membangun hutan kota di wilayah Kuningan timur. Padahal wilayah timur memiliki potensi besar. Di wilayah tersebut ada sungai besar yang bisa digunakan untuk menyuburkan tanah. Sungai Cisanggarung dan Sungai Cijolang. Kondisi ijo royo-royo di bagian barat Kuningan berbanding terbalik dengan bagian timur. Selain udaranya lumayan panas, juga terdapat penambangan emas hitam atau galian pasir. Entah sudah berapa juta meter kubik pasir-pasir itu ditambang dan dijual ke luar Kuningan. Sentra penambangan pasir berada di Kecamatan Cidahu. Tapi ada juga yang membuka penambangan di Kecamatan Kalimanggis dan juga Desa Setianegara, Kecamatan Cilimus. Hanya saja jumlahnya tidak sebanyak di Kecamatan Cidahu, yang dikenal sebagai pusat penghasil pasir berkualitas. Hampir saban hari, jutaan kubik pasir diangkut menggunakan dump truk. Pasir-pasir tersebut diangkut untuk memenuhi kebutuhan pembangunan masyarakat di wilayah Cirebon dan sekitarnya. Nyaris setiap hari, dump truck bermuatan pasir hilir mudik menyusuri berbagai jalanan di Kabupaten Kuningan. Ada yang melintas di jalan penghubung antardesa, namun ada juga yang lewat di jalan poros kecamatan. Bukan hanya masyarakat Cidahu saja yang merasakan dampaknya melainkan juga warga di wilayah lain. “Karena sering dilintasi truk pengangkut pasir, jalan poros kabupaten itu mengalami kerusakan. Anggaran besar pemerintah menghotmik jalan lintas kecamatan akhirnya seperti terbuang percuma akibat ulah pengemudi truk,” tutur beberapa warga di wilayah Sindangbarang, Kecamatan Jalaksana. Keuntungan dari jualan emas hitam alias pasir memang menggiurkan para pemilik modal. Setelah kebun, giliran sawah tadah hujan maupun sawah yang masih produktif disulap menjadi lokasi galian pasir. Penggalian menggunakan alat berat berupa beko rupanya meninggalkan kubangan besar dan dalam. Warga pun akhirnya menjual lahan yang dimilikinya lantaran tergiur dengan pendapatan besar dari menjual tanah. Mereka akhirnya memilih menjadi pekerja penambangan ketimbang meneruskan tradisi leluhurnya, bertani. Dampak lainnya, ruas areal pertanian di wilayah timur Kuningan pun jumlahnya menyusut. Sayangnya, kandungan pasir di wilayah penambangan semakin berkurang. Para pengusaha mulai ekspansi ke wilayah lain yang diduga mempunyai kandungan pasir dalam cukup banyak. Misalnya di Kecamatan Luragung. Hanya saja niat para pengusaha itu terbentur dengan penolakan warga. Warga beralasan, penambangan pasir akan mendatangkan banyak kerugian terutama polusi udara dan juga kerusakan lingkungan. Alhasil lokasi penambangan tetap berada di wilayah yang sebelumnya memang sudah ditambang. (agus panther)

Tags :
Kategori :

Terkait