Aktivis WTC Desak Pemkab Tutup Galian C Wanayasa

Senin 26-11-2018,19:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON-Sejumlah aktivis Wilayah Timur Cirebon (WTC) meminta pihak berwenang untuk segera mencabut izin cetak sawah di Desa Wanayasa, Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon. Pasalnya, selain sawah yang dicetak belum jelas, sampai saat ini pihak pengusaha, ternyata selama enam bulan belum membayar pajak atas material urugan yang dikeluarkan dari lokasi setempat. “Pengusaha tidak taat kepada aturan, tidak taat pajak, harus ada tindakan tegas. Harus diproses baik secara administrasi atau hukum. Izinnya juga harus dievaluasi. Apakah benar cetak sawah dilakukan, sudah berapa hektare yang sudah dicetak. Jika melanggar ya tutup saja,” ujar Aktivis WTC, Rian Jaelani saat ditemui Radar Cirebon. Menurutnya, kasus ini harusnya dijadikan sebagai alat masuk untuk memproses pengusaha, baik secara administrasi ataupun hukum. Dalam persoalan ini juga, Dinas Pertanian selain mengawasi program cetak sawahnya juga harus memonitor kewajiban-kewajiban pihak pengusaha. Sehingga, dalam pelaksanaan program tersebut tidak ada pelanggaran, terlebih lagi terkait kewajiban pajak yang harus dibayarkan. “Cetak sawah kan programnya Dinas Pertanian. Kan mereka harus mengawasi sejauh mana program cetak sawah itu berjalan. Apakah memang sesuai perencanaan atau tidak. Kalau menyimpang ya ditegur, dievaluasi lagi. Tidak bayar pajak kan sama juga dengan penyimpangan,” imbuhnya. Saat dihubungi Radar Cirebon beberapa waktu lalu, Kepala UPTD ESDM Wilayah VIII Provinsi Jawa Barat Agus Zaenudin menjelaskan, galian yang berada di Desa Wanayasa tersebut merupakan pemegang izin usaha pertambangan operasi produksi untuk penjualan. “Pengertiannya yang bersangkutan sedang melakukan penataan lahan dan ada material yang tergali. Dengan memegang izin itu, yang bersangkutan bisa mengeluarkan atau menjual material yang tergali tersebut. Penataan lahan yang dilakukan di sini adalah untuk cetak sawah. Kalau dilihat dari data yang ada, luas wilayah eksplorasi sekitar 12 hektare.” kata Agus. Terkait penghitungan pajak sendiri, menurut Agus, sebetulnya tidak terlalu sulit untuk dilakukan. Hal tersebut karena nilai pajak sudah bisa diketahui. Terlebih, data material yang akan tergali sudah dihitung dan tertuang dalam dokumen master plan untuk pencetakan sawah tersebut yang disampaikan perusahaan atau pengusaha. “Idealnya, mekanisme kegiatan yang dilakukan seharusnya penataan lahan untuk pencetakan sawah terlebih dahulu. Jadi, sawahnya harus terealisasi terlebih dulu. Kalaupun ada material yang tergali, itu bisa dikeluarkan setelah dilengkapi dengan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi untuk Penjualan,” ungkapnya. Sebelumnya, Kepala Bidang Pajak Daerah II BPPD, Sukana membenarkan adanya pengusaha galian C yang belum menyelesaikan kewajibannya menyetorkan pajak. Yakni PT Bima Sakti di Desa Wanayasa, Kecamatan Beber. \"Tahun ini baru satu kali bayar pajak, hanya di bulan April. Sedangkan Mei sampai Agustus 2018 belum membayarkan pajak,\" ujar Sukana kepada Radar, Jumat (23/11). Jika diperinci, kata dia, PT Bima Sakti harus membayar pajak di Mei sebesar Rp15.520.000, Juni Rp14.129.630, Juli Rp40.929.630, Agustus Rp16.037.037. Sementara bulan Oktober masih menunggu laporan. \"Jadi, kalau ditotal jumlahnya sebesar Rp86.616.297 pajak yang harus disetorkan pihak PT Bima Sakti,\" terangnya. Dia membeberkan, dari 16 pengusaha tambang legal yang ada di Kabupaten Cirebon, hanya PT Bima Sakti yang tidak taat pajak. Pihaknya pun sudah melayangkan surat teguran sebanyak tiga kali, tetapi tidak ada jawaban. Bahkan sudah pernah didatangi pihaknya ke alamat tempat yang bersangkutan tinggal. \"Tapi ketika kita datangi rumah yang sesuai alamatnya, itu bukan rumah yang bersangkutan. Tapi rumah orang tuanya. Saat ditelepon pun tidak aktif,\" tandasnya. (dri)

Tags :
Kategori :

Terkait