CIREBON-Cirebon menjadi salah satu kota yang disingahi oleh Laksamana Cheng Ho. Dari sembilan kota di Indonesia. Namun penggalian sejarah dan jejak arkeologisnya masih minim. Ada lima tujuan perjalanan yang dilakukan Laksamana Cheng Ho. Atas tugas kaisar Dinasti Ming. Salah satunya perdagangan. Yang kemudian di dalamnya terjadi interaksi. Juga syiar keagamaan. Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Nina Lubis membandingkan perjalanan Cheng Ho dan Kubilai Khan. Sebelum Cheng Ho, Kubilai Khan datang ke Pulau Jawa tahun 1292. Misinya, invasi. Penaklukan. Untuk memperluas kekuasaan. Cheng Ho tidak demikian. Ia membawa semangat persahabatan. Juga perdamaian. Inilah yang membuat tujuh perjalanan sang kasim dapat diterima dengan baik oleh daerah-daerah yang disinggahi. Bahkan, dalam perjalanan tersebut rutur melakukan syiar Islam. Menurut Naskah Purwaka Caruban Nagari, dalam ekspedisi ketiga Laksamana Ceng Ho membawa serta ulama. Salah satunya Syekh Quro dari Campa. Yang kemudian melakukan perjalanan ke Karawang dan menyebarkan Islam. \"Kesimpulannya, ada yang harus diteladani. Semangat damai dan penyebaran Islam,” tutur Nina, yang menjadi salah satu pembicara di Seminar Internasional Jejak Cheng Ho di Keratwan Singhapura. Apa itu Keratwan Singhapura? Ini pula yang sempat membuat Permadi kebingungan. Tokoh PSMTI yang juga menjadi moderator dalam seminar tersebut. Permadi mendapat pertanyaan itu langsung dari Prof Tan Ta Sen. Pakar sejarah Cheng Ho yang juga pemilik Museum Cheng Ho di Malaka. Pertanyaan yang dijawab gamblang oleh Nina Lubis dalam pemaparannya. Keratwan Singhapura berbeda dengan Singapura bentukan Rafles. Dua penamaan yang mirip-mirip, tapi sama sekali berbeda. Soal Singhapura dan Singapura ini, juga turut jadi pembuka pemaparan Prof Tan Ta Sen. Dia tertarik karena nama Singhapura sudah ada di Cirebon sejak awal tahun 1400-an. Di mana di tahun tersebut Laksamana Cheng Ho melakukan ekspedisi. Dalam catatan disebutkan, Cheng Ho didampingi oleh Ma Hwan. Yang kemudian menuliskan catatan-catatan penting perjalanan itu. Sementara untuk Cirebon, minimnya sejarah jejak Cheng Ho ini yang kemudian menginspirasi R Opan Sapari Hasyim, menuliskan buku Mengulik Jejak Cheng Ho di Keratuan Singhapura. Opan yang juga filolog lulusan Unpad itu, mengangkat buku ini berdasarkan naskah yang ditulis oleh Pangeran Arya Carbon. Dalam naskah diberitakan mengenai kedatangan rombongan Cheng Hwa selama tujuh hari tujuh malam. Dan yang terpenting saat itu dalam rombongan juga turut serta seorang ulama dari Negeri Champa. Di mana Champa ini merupakan pangkalan penting Dinasti Ming. Dinasti yang berkuasa saat Laksamana Ceng Ho melakukan ekspedisi. Dalam naskah Pangeran Carbon itu, ulama itu disebut Syekh Hasanudin yang disebut Syekh Quro oleh masyarakat pribumi, karena ahli membaca Quran. Namun ada nama yang juga melegenda saat kedatangan Cheng Ho, yakni Ma Hwuan dan juga Ki Ageng Thapa. Ma Hwan ini menjadi salah seorang yang mencatat perjalanan ceng ho. \"Banyak yang perlu digali lagi. Seperti apa yang dilakukan Ceng Ho saat berlabuh di Cirebon selama tujuh hari itu. Apakah hanya membeli komoditas hasil bumi dari singhapura beras gula kopi air bersih, saja?\" ungkapnya. Namun yang paling besar peninggalan Cheng Ho salah satunya pembangunan mercusuar di Pelabuhan Muara Jati. Reruntuhannya masih ada di area Gunung Jati yang disebut puser bumi oleh masyarakat setempat. \"Sejak dibangun itu banyak sekali kapal armada asing di Cirebon. Kerajaan Singhapura juga dikenal kualitas kayu jatinya,\" katanya. Makanya selama singgah armada Cheng Ho juga menyempatkan memperbaiki kapal-kapal yang rusak karena hantaman ombak dan badai. Dari situ banyak anak buah yang tertarik, ada yang menikah dan tidak pulang. Makanya ada salah satu perkampungan sambung yang menjadi kampung pemukiman Tionghoa. Sayangnya, Prof Wan Ming yang merupakan Profesor of History Institute of Executive President and Secretary General batal hadir mengikuti seminar tersebut. Namun seminar itu sampai pada sebuah rekomendasi. Untuk membentuk tim panitia penggalian peninggalan Cheng Ho. Ini juga berlaku di daerah lain seperti, Aceh, Palembang, Banten, Semarang, Tuban, dan kota lainya. “Kalau ini berhasil baik kota lain akan menyusul,\" ujar Prof Tan Ta Sen. Dia meyakini peninggalan dan jejak Cheng Ho bisa dikumpulkan dalam sebuah museum. Yang nantinya mendapat perhatian dari wisatawan. Seperti halnya di Malaka, Tan Ta Sen yang menginisiasi Museum Cheng Ho di sana, dengan biaya sendiri. Hasilnya, cukup memuaskan. Dapat menambah 4 ribu turis ke Malaka. \"Saya harap kita sadar dan segera bisa membentuk tim mengerjakan menggali warisan Cheng Ho di Cirebon,\" jelasnya. (jml)
Seminar Jejak Laksamana Cheng Ho di Cirebon
Selasa 27-11-2018,13:00 WIB
Editor : Dedi Haryadi
Kategori :