Kuningan Punya 424 ODGJ Masuk DPT, KPU Sebut Mereka Punya Hak Politik

Rabu 28-11-2018,09:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

KUNINGAN-PRO kontra masuknya orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) ke Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019, terus berkembang. KPU di daerah pun tak bisa berbuat banyak selain harus melaksanakan aturan untuk mendata setiap orang agar masuk DPT. Di Kabupaten Kuningan sendiri ada sebanyak 424 ODGJ atau dalam bahasa KPU sebagai penyandang disabilitas mental atau tuna grahita yang masuk DPT. Data tersebut sudah diplenokan. Bahkan masuk dalam Daftar Pemilih Tambahan Hasil Perbaikan kedua (DPTHP-2). “Data sementara yang sedah dihimpun KPU Kuningan, total jumlah penyandang disabilitas mental atau tuna grahita 424 orang. Rinciannya adalah 243 laki-laki dan 181 perempuan. Data tersebut termasuk dalam DPTHP-2 hasil rapat pleno tanggal 13 November 2018 di Hotel Horison Tirta Sanita,” kata Asep Z Fauzi SPdI Komisioner KPU Kuningan Divisi SDM dan Partisipasi Masyarakat (Parmas), Selasa (27/11). Kendati demikian, Asfa, panggilannya, menjelaskan, disabilitas mental merupakan kondisi episodik atau tidak permanen. Meskipun penderita mengalami disabilitas dalam sebagian fungsi mentalnya, mereka tetap bisa hidup normal dan mampu menentukan yang terbaik menurut diri mereka. “Oleh karena itu harus diluruskan lagi perspektif dan paradigma masyarakat soal pemilih disabilitas mental. Maaf, jangan sampai memberikan label orang gila kepada saudara kita yang termasuk kategori disabilitas mental karena itu sangat menyakiti perasaan mereka,” jelasnya. Adanya pihak-pihak yang selama ini menertawakan hak pilih bagi penyandang disabilitas mental bahkan membagi-bagikan meme warga disabilitas mental, kata Asfa, sesungguhnya hal tersebut memperlihatkan kedangkalan dan ketidaktahuan mereka soal gangguan jiwa/penyandang disabilitas. “Orang dengan gangguan jiwa atau penyandang disabilitas mental sebenarnya juga bisa hidup normal. Asal didukung proses pemulihan secara optimal,” katanya. Karena itu, lanjut mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bandung ini, sudah sepantasnya KPU sebagai alat negara mengedepankan pendekatan berbasis hak asasi. Yakni memandang penyandang disabilitas mental sama seperti manusia lain yang punya hak berpolitik melalui pemilihan umum. “Hal ini sebagai implementasi Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2018 yang juga telah diamanatkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, serta Konvensi PBB tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas,” terang Asfa. Menurutnya, semua warga negara yang sudah punya hak pilih, termasuk penyandang disabilitas mental atau tuna grahita, wajib didata tanpa terkecuali. Perkara mereka nanti bisa menggunakan hak pilihnya atau tidak, adalah persoalan berbeda. “Akan tetapi negara melalui KPU bekerja keras memenuhi hak setiap warga negara untuk bisa didata sebagai pemilih Pemilu 2019 adalah sebuah keniscayaan,” tandas Asfa. Senada disampaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Cirebon. ODGJ tetap diperbolehkan mencoblos pada Pemilu 2019. Hal itu sesuai degan Pertauran KPU Nomor 11 tahun 2018. Divisi Perencanaan, Data dan Informasi KPU Kota Cirebon Nur Dewi Kurniyawati mengatakan ODGJ sama seperti masyarakat pada umumnya, tetap dimasukan dalam DPT. Hal itu, juga dilakukan untuk melindungi hak pilih bagi penyandang disabilitas dengan gangguan jiwa. “Kalau ODGJ kan ada beberapa jenis ya. Ada yang berat, sedang, dan ringan. Kalau yang berat mungkin kan tidak bisa memilih ya, tapi data pemilih tetap ada. Karena tidak bisa dihapus, kecuali dengan keterangan dokter. Kalau tidak ada surat keterangan dokter data tetap masuk,” ujarnya kepada Radar Kuningan, Selasa (27/11). Masuknya ODGJ dalam DPT, dijelaskan Dewi, sejatinya bukanlah hal baru. Sebab, itu juga telah dilakukan pula pada pilkada serentak. “Jadi bukan hanya pada Pemilu 2109 saja. Karena ODGJ kan bisa disembuhkan,” imbuhnya. Untuk itu, KPU tetap melaksanakan pendataan terhadap seluruh ODGJ di wilayah Kota Cirebon. Pendataan dilakukan petugas PPS di kelurahan dan PPK. Pendataan dilakukan dengan mendatangi rumah warga. Ia menambahkan, selama ini tidak ada masalah mengenai data ODGJ. Mengenai jumlah, sementara, data yang masuk pada 14 November lalu, jumlah ODGJ di Kota Cirebon sebanyak 134 orang. “Apakah bertambah lagi atau tidak, masih dilakukan pendataan. Sudah lengkap, bahkan data per kecamatan juga ada, soal nanti memilih atau tidak, yang penting data sudah ada,” terang mantan pendamping disabilitas Dinsos Kota Bandung tersebut. Jika nantinya ODGJ datang ke TPS, KPU mewajibkan adanya pendamping. Pendamping bisa berasal dari keluarga, guru, atau pendamping lain yang dianggap kompeten. Dewi menegaskan kembali, bahwa pendataan ODGJ dan menetapkan dalam DPT, sebagai upaya melindungi hak pilih warga, tanpa terkecuali. “Intinya, hak pilih seseorang itu tidak boleh dihilangkan karena kita juga melindungi hak pilih,” tandasnya. (muh/day-mg)

Tags :
Kategori :

Terkait