BPS Klaim Pendataan Sudah Tepat

Selasa 26-03-2013,08:25 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

Iboh: Meski KTP Indramayu, 6 Bulan Menetap di Kota, Terhitung Penduduk Kota KESAMBI - Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Cirebon tidak mau disalahkan terkait kisruhnya kartu cirebon menuju sejahtera (KCMS). BPS mengklaim, pendataan yang dilakukan selama ini sudah tepat karena memenuhi kriteria 19 poin, sesuai kategori masyarakat miskin Kota Cirebon. “Tidak peduli KTP manapun. Sepanjang menetap dan tinggal enam bulan lebih, sudah bisa disebut penduduk dan terdata. Kalau seseorang itu memenuhi 19 kriteria miskin (lihat grafis, red), ya dia juga berhak dapat KCMS,” tegas Kepala Seksi Statistik Sosial BPS Kota Cirebon, Iboh Habibah BST kepada Radar, kemarin. Secara konsep penduduk, lanjutnya, jika seseorang telah tinggal selama minimal enam bulan, sudah memenuhi kriteria disebut sebagai penduduk wilayah setempat. Tidak peduli KTP yang bersangkutan bukan dari Kota Cirebon. Dengan demikian, 30 warga yang tinggal di Kelurahan Kesenden ber-KTP Indramayu, sudah terkategori penduduk Kota Cirebon, sepanjang memenuhi syarat tersebut. “Teori penduduk, tidak memperhatikan administrasi. Waktu pelaksanaan PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial, red) 2011 kemarin, semua data mengacu pada penduduk,” terangnya kepada Radar di kantor BPS Jalan Evakuasi Kesambi, Senin (25/3). Dikatakan, PPLS bersifat nasional. Untuk Kota Cirebon, data dilakukan oleh BPS Kota Cirebon. Perempuan berjilbab itu menegaskan, salah data wajar dalam statistik. Berdasarkan teori, disebutkan istilah standar deviasi atau bias (data error). Menurutnya, kesalahan data terdapat pada tiga kemungkinan, responden, petugas dan pengguna data. “Boleh dikatakan, margin of error dari deviasi antara 5 sampai 10 persen,” beber alumni Sekolah Tinggi Statistik Jakarta ini. Dari ketiga kemungkinan salah data itu, responden paling banyak menyumbang. Sebab, tidak jarang mereka memberikan informasi yang tidak benar. Diharapkan, responden sadar memberikan jawaban apa adanya sesuai kenyataan. Jika itu dilakukan, Eboh meyakini salah data bisa sangat diminalisasi. Perempuan berkacamata itu berpesan, jika masyarakat menjadi responden data miskin, jangan sampai menutupi jawaban dan realita. “Ini penyebab utama salah data. Akhirnya, data yang salah itu diolah petugas dan kemudian digunakan pengguna data (instansi terkait, red),” jelasnya. Eboh menceritakan, dirinya dan tim pernah melakukan pendataan di Kota Cirebon. Saat ditanya apakah memiliki motor atau tidak? Mereka jawab tidak. Ternyata, motor dimasukkan dan dikunci dalam kamar. Padahal BPS sudah berpesan untuk jawab dengan jujur. Jika sudah demikian, BPS menganggap jawabannya jujur dan memasukkan sebagai warga miskin. “Padahal dia mampu mencicil motor, kenapa mau disebut warga miskin? Di luar dia, masih banyak yang benar-benar miskin,” ujarnya. Program PPLS merupakan agenda nasional. Karena itu, Pemkot Cirebon mengadakan solusi dengan membuat Pendataan Sosial Ekonomi Daerah (PSED) tahun 2010. Tujuannya, agar benar-benar tergambar masyarakat miskin. PSED ini, kata Eboh, menjadi kunci bagi keluarnya Kartu Cirebon Menuju Sejahtera (KCMS). Artinya, data PPLS 2011 bisa jadi tidak terdata di PSED. Eboh memberikan solusi bagi carut marutnya data yang diperbincangkan selama ini. Yakni, jika data jamkesmas, jamkesda maupun KCMS sudah ada, sebelum dibagikan harus diverifikasi dan kroscek terlebih dahulu. “Apakah sesuai atau tidak. Kalau tidak miskin, kartu ditahan dan dipindahkan ke yang miskin dan sangat membutuhkan,” usulnya. BPS Kota Cirebon, ujarnya, hanya melakukan pendataan sesuai standar 19 kriteria miskin di Kota Cirebon. Setelah itu, BPS tidak lagi terlibat aktif dalam kegiatan apapun. Baik di bidang kesehatan, pendidikan maupun bantuan sosial lainnya. Terpisah, Ketua Kopak, Syarif Hidayat MSi mengatakan, program yang baik jangan sampai salah sasaran. Sebab, di bawah masih banyak masyarakat yang membutuhkan jaminan kesehatan, namun banyak pula yang tidak terdata. Karena itu, dia mendukung langkah evaluasi pendataan ulang bagi masyarakat miskin. Bila diperlukan, melibatkan unsur TNI-Polri untuk melakukan pengawalan. Hal ini dilakukan jika responden dianggap tidak jujur. “Biar bisa mengecek benar atau tidak, miskin. Terpenting, data akurat dan tidak salah sasaran,” tegasnya. (ysf)

Tags :
Kategori :

Terkait