10 Korban Tewas Ditemukan, Tujuh Masih Hilang

Rabu 27-03-2013,08:24 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

JAKARTA - Penanganan darurat bencana longsor di Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat masih terus dilakukan. Hingga kemarin (26/3), dari 17 korban longsor di Kampung Nagrog, baru 10 orang telah ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. \"Sementara tujuh orang lainnya masih hilang,\" ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, kemarin. Sutopo memaparkan, 10 korban meninggal tersebut telah berhasil diidentifikasi. Korban meninggal tersebut adalah Tedy (13 tahun, Laki-Laki), Dedy (27, L), Tika (26, P), Fitri (8, P), Aditia (3, L), Agung (3, L), Teten (28, L), dan Safaat (8, L), Iis (18,P) dan Jessica Aulia (6 bulan, P). \"Korban Dedy, Tika, Fitri dan Aditia adalah satu keluarga. Demikian pula Teten dan Safaat adalah bapak dan anaknya yang ditemukan tertimbun longsor dalam kondisi berpelukan,\" papar Sutopo. Sementara itu, lanjut Sutopo, tujuh korban yang belum ditemukan adalah Entis (55, L), Tuti (48, P), Imas (55, P), Ros (32, P), Resti (8, P), Taryati (26, P), dan Cecep Hadiansyah (22,L). Di samping korban hilang dan korban meninggal, terdapat enam korban luka-luka. \"Satu orang masih dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dan lainnya rawat jalan,\" lanjutnya. Sekitar 70 warga Kampung Nagrok terpaksa mengungsi. Atas bencana longsor tersebut, kata Sutopo, Bupati Bandung Barat telah menetapkan masa tanggap darurat selama 7 hari, yakni dari 25 hingga 31 Maret 2013. Fokus utama adalah pencarian korban yang tertimbun longsor dan pengungsi. Masa tanggap darurat dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Sementara, untuk pencarian korban dikerahkan sekitar 150 personel tim gabungan dari TRC BNPB, BPBD, TNI, Polri, Basarnas, PMI, Tagana, SKPD, relawan dan masyarakat. \"Pencarian hanya dapat dilakukan secara manual. Alat berat tidak dapat dikirimkan ke lokasi karena akses medan yang sulit. Kondisi jalan sempit, dan menanjak sehingga sulit melalui jalan tersebut. Saat ini, para pengungsi menempati rumah saudaranya. Posko, dapur umum, dan pos kesehatan juga didirikan di rumah penduduk. Logistik tersedia mencukupi hingga seminggu mendatang,\" jelasnya. Menyoal penyebab bencana longsor, Sutopo memaparkan, longsor terjadi akibat hujan deras pada Senin (25/3) dini hari. Di samping itu, berdasarkan peta bahaya longsor, di Desa Mukapayung termasuk dalam zona bahaya tinggi. Beberapa kejadian longsor di derah tersebut pernah terjadi, seperti pada tahun 2001, 2009, dan 2012. Penyebab utama longsor adalah curah hujan dan pengaruh aktivitas manusia. Permukiman dibangun di bawah lereng perbukitan dengan kemiringan curam hingga sangat curam, yaitu berkisar antara 40-60 derajat. Dengan kondisi tersebut, sebagian besar perbukitan dibudidayakan menjadi lahan pertanian tanaman semusim. Nyaris tidak ada hutan sama sekali. Hutan telah dikonversi menjadi lahan pertanian. Pengolahan tanaman semusim menyebabkan tanah menjadi gembur dan air mudah meresap ke tanah. Sutopo melanjutkan, seperti halnya kejadian longsor di tempat lain, terjadinya sumbatan saluran atau genangan air di bagian atas bukit menjadi pemicu longsor. Air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. \"Lapisan tanah menjadi jenuh dan di bagian tanah keras atau batuan menjadi bidang peluncur sehingga longsor dan akhirnya menghantam rumah-rumah yang dibangun di bawah bukit,\" imbuhnya. (ken)

Tags :
Kategori :

Terkait