Twitter Tempat Paling Berbahaya Bagi Perempuan, Begini Faktanya

Jumat 21-12-2018,11:45 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Twitter adalah tempat berbahaya bagi perempuan. Setiap 30 detik, satu perempuan mengalami kekerasan di platform media sosial ini. Temuan ini diungkap studi yang dilakukan Amnesty International. Organisasi ini menggandeng perusahaan perangkat lunak dan kecerdasan buatan Element AI. Bersama-sama mereka menggagas proyek pendanaan khalayak (crowdsourcing) bertajuk Troll Patrol. Proyek ini mengamati 288 ribu cuitan (tweet) yang ditujukan pada politisi dan jurnalis perempuan di Amerika Serikat dan Inggris selama tahun 2017. Amnesty International menganggap kekerasan terhadap perempuan, di internet sekalipun, merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Pernyataan Amnesty International menyebutkan, proyek ini diikuti oleh lebih dari 6.500 sukarelawan. Mereka berusia mulai 18 hingga 70 tahun, berasal dari 150 negara. Bersama-sama mereka mencatat waktu 2.500 jam untuk menganalisis cuitan. Cuitan yang dianalisis terdiri dari 228 ribu cuitan yang ditujukan kepada 778 perempuan, politisi dan jurnalis. Mereka yang jadi target cuitan meliputi kaum konservatif juga liberal, dan dipekerjakan oleh publikasi media yang sama beragamnya. Berdasarkan hasil kerja Troll Patrol, Element AI menemukan 1,1 juta cuitan yang isinya melecehkan atau bermasalah ditujukan pada perempuan yang terlibat dalam penelitian. Jika dalam satu tahun ada 525.600 menit, artinya rata-rata ada satu cuitan kasar yang ditujukan pada seorang perempuan di Twitter setiap 30 detik. \"Kami menemukan, meskipun pelecehan ditujukan pada perempuan di seluruh spektrum politik, perempuan non kulit putih jauh lebih mungkin terkena dampaknya,\" kata Milena Marin, Senior Advisor for Tactical Research Amnesty International dalam pernyataan di situs Amnesty. \"Kegagalan Twitter untuk menindak tegas masalah ini berarti itu berkontribusi pada pembungkaman suara yang sudah terpinggirkan,\" tegas Marin. Studi ini menemukan 70 persen perempuan Asia menjadi korban di Twitter. Mereka cenderung menerima cuitan berbau SARA (Suku Agama Ras dan Antar golongan). Dampak paling parah dirasakan perempuan kulit hitam. Sebanyak 84 persen dari mereka lebih cenderung menerima cuitan kasar. Sementara 81 persen perempuan Latin punya kecenderungan menerima ancaman kekerasan fisik. Konten yang dianggap kasar menurut studi ini adalah apa pun yang melanggar aturan Twitter. Termasuk cuitan yang mengancam atau mempromosikan kekerasan terhadap orang berdasarkan ras, gender, dan agama di antara kategori lain. Sementara konten yang dianggap bermasalah tidak seintens cuitan kasar. Definisi lebih tepatnya, konten yang menyakitkan atau bersifat bermusuhan. Terutama jika ditujukan pada seseorang hingga beberapa kali. Contoh cuitan yang menurut Amnesty International melecehkan atau bermasalah adalah saat seorang perempuan menerima cuitan \"dumb, DUMB dan DUMBER\" atau \"I would rather hit you in the face with a large sledgehammer you white hating racist bitch.\" Menurut Amnesty International, Twitter menanggapi dengan meminta organisasi HAM mengklarifikasi definisi istilah \'bermasalah\'. Sementara mereka juga menyatakan perlunya melindungi kebebasan berekspresi dan memastikan \'kebijakan dirancang secara jelas dan dipersempit.\' Meskipun menunjukkan ketidakmampuan Twitter mencegah kekerasan terhadap perempuan yang merajalela di platformnya, Marin mengatakan bahwa penelitian ini dan Troll Patrol bukan soal bertindak sebagai \"polisi Twitter atau memaksanya menghapus konten. Kami meminta Twitter lebih transparan, dan kami berharap temuan dari Troll Patrol akan mendesak mereka untuk membuat perubahan.\" Apapun, hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa Amnesty International memiliki data yang mendukung apa yang telah lama diungkap oleh para perempuan--bahwa Twitter adalah tempat di mana rasisme, kebencian terhadap perempuan, dan homofobia dibiarkan berkembang tanpa kendali.\' Menukil Wired, dalam pernyataan yang diperbarui untuk Amnesty, kepala hukum, kebijakan, dan kepercayaan serta keselamatan Twitter, Vijaya Gadde menulis \"Twitter tetap berkomitmen memperluas transparansi pelaporan kami agar bisa lebih menginformasikan kepada orang-orang tentang tindakan yang kami lakukan di bawah Aturan Twitter.\" Gadde juga berterima kasih kepada Amnesty International atas rekomendasinya, yang mencakup fakta bahwa \"Twitter harus berbagi informasi yang luas dan bermakna tentang sifat dan tingkat kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan, serta kelompok lain, pada platform-nya, dan bagaimana mereka menanggapi itu, serta bagaimana mereka meresponsnya, juga memperbaiki mekanisme pelaporan untuk memastikan penerapan yang konsisten dan tanggapan lebih baik terhadap keluhan kekerasan dan pelecehan.\" Kekerasan di ranah media sosial bisa berdampak nyata dalam kehidupan seorang perempuan. Apalagi jika perempuan itu diharuskan menggunakan media sosial sebagai bagian dari pekerjaannya. \"Cyberbullying pasti berdampak pada kesehatan mental. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan hal itu dapat menyebabkan depresi, kecemasan, dan bahkan pikiran untuk bunuh diri,\" kata psikolog Paulette Sherman yang berbasis di New York City. Tanpa perlu menunggu platform media sosial berbenah aturan, pengguna mestinya bisa melakukan sesuatu. Saran Sherman, sebisa mungkin tidak perlu meladeni para pelaku, lalu laporkan dan block mereka. Jaga fokus pada kesehatan mental pribadi. Juga alasan awal mengapa Anda menggunakan platform tersebut. “Pastikan untuk mengingatkan diri sendiri bahwa para troll--pelaku kekerasan--itu marah dan mencoba memancing reaksi sama. Ambil kembali kekuatan Anda dan pertahankan harga diri dengan mengingat siapa diri Anda sebenarnya dan terlibat kembali dalam apa yang penting bagi Anda,” urai Sherman. Anda juga bisa mengikuti akun-akun media sosial yang memantik bahagia. Bisa sesuatu yang berhubungan dengan hobi atau ketertarikan pribadi lainnya, niscaya Anda tetap waras. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait