Dua Kecamatan Kota Cirebon Akses Pendidikan Belum Merata, Sistem Zonasi PPDB Belum Maksimal?

Selasa 15-01-2019,10:40 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Cirebon bakal merancang studi kelayakan pemerataan akses pendidikan. Program ini selaras dengan penerapan zonasi terutama saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Sekretaris Disdik Drs H Adin Imaduddin Nur MSi menyampaikan, ada dua kecamatan yang  akses pendidiknya belum merata. Terutama apabila melihat jumlah penduduk dan anak usia sekolah dengan jumlah ketersediaan sekolah juga ruang kelas. “Ini perlu studi kelayakan dulu, baru kita ambil keputusan,” ujarnya kepada Radar Cirebon. Dalam catatan radarcirebon.com, kebijakan sistem zonasi dinilai belum mempertimbangkan data kecukupan sekolah negeri di suatu lokasi. Kontroversi sudah terjadi sejak sistem zonasi untuk penerimaan peserta didik baru (PPDB) diterapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy pada Juli 2017 lalu. Sistem ini dikritik salah satunya karena dianggap membatasi hak siswa bersekolah di tempat yang mereka idamkan. Namun, Muhadjir bersikukuh sistem zonasi mesti tetap diterapkan demi tujuan pemerataan kualitas pendidikan. Ia juga mengeluarkan landasan hukum baru penerapan sistem tersebut yang tertuang dalam Permendikbud nomor 14 tahun 2018. Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim mengatakan, seharusnya sistem zonasi diterapkan dengan mempertimbangkan data kecukupan sekolah negeri di suatu lokasi. Dalam kondisi tertentu, hal itu dianggap dapat menghilangkan hak-hak siswa untuk belajar di tempat yang mereka inginkan. Kebijakan ini menurutnya sama dengan ujian nasional yang menurut Salim cenderung menyederhanakan persoalan pendidikan di Indonesia yang beragam dan unik secara geografis. \"Makanya Pemerintah harus melakukan pemetaan yang benar-benar utuh, valid, dan menyeluruh terkait pembagian zonasi sehingga siswa yang berasal dari kecamatan yang tidak memiliki sekolah negeri bisa mempunyai akses yang sama untuk bersekolah di sekolah negeri,\" terangnya. Dalam hal pemetaan tersebut, ia juga menyebut pentingnya peran musyawarah kerja kepala sekolah (MMKS) dalam mendata jumlah calon peserta didik baru serta minat siswa untuk melanjutkan sekolah ke jenjang menengah berikutnya di suatu wilayah. \"Sehingga MKKS bisa saling koordinasi mana sekolah yang sudah kelebihan mana yg belum,\" ujar Satriwan. Meski begitu Satriwan setuju dengan Muhadjir bahwa menghilangkan favoritisme lewat sistem zonasi sekolah adalah itikad baik yang perlu didukung. Namun, ia mengingatkan bahwa kemudahan akses menuju sekolah, kelayakan infrastruktur, serta pemerataan tenaga pendidik adalah persoalan yang harus didahulukan. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad mengakui bahwa timpangnya jumlah sekolah dengan calon peserta didik baru adalah kendala dalam penerapan sistem zonasi. Namun, ia mengklaim, sejauh ini hal tersebut bisa diatasi di masing-masing daerah dan program tersebut tetap bisa berjalan dengan baik. \"Umumnya berjalan bagus kecuali di kota-kota yang kepadatan siswanya tinggi,\" ujarnya. Menurut Hamid, penerapan sistem zonasi tahun ini tak banyak berubah dibandingkan tahun lalu. Dalam Permendikbud nomor 14/2018, kriteria yang diutamakan dalam PPDB juga masih sama, yakni jarak antara rumah siswa dengan sekolah. Setelah itu, barulah pertimbangan didasarkan pada usia, prestasi dan perkara-perkara lain bisa menjadi pertimbangan sekolah menerima siswa baru. Hamid juga tak menampik bahwa posisi geografis sekolah di setiap daerah berbeda-beda dan karena itu, bobot penilaian setiap kriteria diserahkan kepada masing-masing daerah. \"Jadi sama, kuotanya juga 90 persen dalam zona, 10 persen di luar zona, lima persen untuk berprestasi, lima persen untuk alasan khusus ditentukan sekolah masing-masing.\" Dalam konteks tersebut, Hamid menyampaikan dirinya telah meminta setiap daerah membuat zonasi dan menyesuaikannya dengan jumlah calon peserta didik. Zonasi tersebut, kata Hamid, tak hanya dipakai untuk menentukan jumlah kuota siswa di masing-masing sekolah, melainkan juga salah satu acuan Kemendikbud untuk merevitalisasi sekolah di berbagai daerah. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait