Memangnya Gampang Membuat Kota Kreatif?

Jumat 18-01-2019,13:53 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) menjalani konsultasi publik. Ini sesuai dengan Pasal 48 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) 86/2017. Sebelumnya, dokumen perencanaan ini juga rampung disinkronisasi dengan visi misi yang diusung Pasangan Walikota-Wakil Walikota Nashrudin Azis-Eti Herawati. Sehati sendiri adalah singkatan dari Sehat, Hijau, Agamis, Tentram dan Inovatif. Dengan visi dan misi yang ditetapkan dalam masa pemerintahannya tersebut, Azis menginginkan Kota Cirebon menjadi kota kreatif. Kemudian pembangunan yang ada di Kota Cirebon dapat mengacu dari jati diri masyarakat seperti budaya dan sejarahnya. Go Cirebon Kota Kreatif adalah program UNESCO yang dimulai sejak 2004. Program ini berinisiatif untuk mengelompokkan kota-kota dunia dalam bidang industri kreatif. Ada tujuh bidang di kota kreatif ini: kerajinan tangan dan seni rakyat, desain, film, gastronomi, literatur, musik, dan media seni. Satu kota hanya bisa menjadi kota dengan satu spesialisasi. Ini artinya Bandung yang sudah dinobatkan untuk jadi kota desain, tak bisa menjadi kota musik. Bagaimana cara untuk menjadi kota kreatif ini? Pertama, pihak pengusul harus mengirimkan aplikasi yang bisa menunjukkan kemauan, komitmen, juga kapasitas yang bisa jadi kontribusi bagi pengembangan industri kreatif di kota tersebut. Selain itu harus ada surat resmi dari pemimpin kota, bisa Walikota atau Bupati. Harus ada juga surat rekomendasi dari National Commision for UNESCO. Tak hanya itu, harus ada dua urat dukungan resmi dari asosiasi kreatif tingkat nasional, di bidang yang akan diajukan. Jadi misalkan sebuah kota ingin mengajukan sebagai kota musik, harus menyertakan dua surat dukungan resmi dari asosiasi nasional yang berkaitan dengan musik. Syarat lain adalah mengirimkan tiga foto yang memperlihatkan suasana kreatif untuk bidang yang akan diajukan. Mendapat label “kota kreatif” belakangan menjadi dambaan. Ia pun merasuk dalam perbincangan para politikus. Misalnya, saat pemilihan kepala daerah para pasangan calon kerap menjanjikan kotanya sebagai kota kreatif. Baca: Mempersoalkan Konsep City of Thousand Pilgrimage ala Kota Cirebon Pada 2002, Richard Florida meluncurkan sebuah buku berjudul The Rise of Creative Class. Gagasan mengenai peran pekerja dan ekonomi kreatif pun terus dikemukakannya melalui buku-buku berikutnya, seperti Cities and the Creative Class (2004) dan The Flight of the Creative Class (2006). Menurut Florida, pertumbuhan ekonomi dan inovasi amat didorong pekerja kreatif yang terdiri dari dua komponen utama. Komponen pertama adalah kelompok “inti super-kreatif”. Kelompok ini meliputi profesi yang fungsi ekonominya menciptakan gagasan baru, teknologi baru, dan konten kreatif dalam ranah sains, rekayasa, pemrograman komputer, pendidikan, dan penelitian. Kelompok inti tersebut juga terdiri dari para bohemian: individu artistik yang bekerja dalam bidang seni, media, dan hiburan. Contoh dari profesi ini misalnya penulis dan sutradara film. Sementara itu, komponen kedua adalah mereka yang bekerja pada tempat yang berbasis pengetahuan, seperti bisnis keuangan, hukum dan perawatan kesehatan. Buku ini kemudian menjadi rujukan para pemangku dan periset kebijakan ekonomi kreatif, atau spesifiknya kota kreatif, hampir di seluruh dunia. Guna memberi perhatian khusus terhadap sektor ini, pada 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Kementerian Ekonomi Kreatif dan Pariwisata. Kemudian, sejak Jokowi menjadi presiden pada 2014, urusan ekonomi kreatif ditangani oleh lembaga non-kementerian bernama Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Melalui situswebnya, Bekraf pernah melansir 10 kabupaten/kota kreatif di Indonesia: Padang, Malang, Surabaya, Bali, Banyuwangi, Jakarta, Yogyakarta, Surakarta, Bandung, dan Pekalongan. Sementara itu, Creative Cities Networks yang dibentuk UNESCO mengakui Bandung sebagai City of Design dan Pekalongan sebagai City of Crafts & Folk Art.

Mendapat label “kota kreatif” belakangan menjadi dambaan. Ia pun merasuk dalam perbincangan para politikus. Misalnya, saat pemilihan kepala daerah para pasangan calon kerap menjanjikan kotanya sebagai kota kreatif. Sayangnya, tidak banyak diskusi tentang konsep pekerja kreatif ala Florida. Apakah konsep itu dapat diterapkan begitu saja di setiap kota/tempat?  
Tags :
Kategori :

Terkait